Menanti Akhir Siklus Kenaikan Suku Bunga, IHSG Diramal Tembus 7.800

Jelang akhir siklus kenaikan suku bunga, pasar saham masih menarik untuk dilirik.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Mei 2024, 11:02 WIB
Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Jelang akhir siklus kenaikan suku bunga, pasar saham masih menarik untuk dilirik. Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Samuel Kesuma, CFA menjelaskan penguatan pasar saham khususnya di Asia salah satunya terbantu oleh optimisme penurunan suku bunga The Fed pada akhir tahun ini.

Dalam catatannya, komunikasi Fed Chairman terakhir mengindikasikan bahwa kemungkinan besar The Fed tidak akan menaikkan suku bunga. Lantas, kebijakan berikut selanjutnya mengindikasikan adanya pemotongan suku bunga.

Dari Indonesia, langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebesar 6,25% di akhir April 2024, dipandang sebagai kebijakan antisipatif dalam menciptakan bantalan bagi Rupiah jika sentimen risk-off global terus berlanjut. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kenaikan suku bunga dapat membantu memperlambat depresiasi nilai tukar Rupiah.

“Pasar saham akan mendapatkan dampak positif dari meningkatnya fokus bank sentral dalam menjaga stabilitas Rupiah. Fokus kebijakan BI saat ini adalah menjaga stabilitas Rupiah, kami melihat BI akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi hingga terdapat pemangkasan suku bunga The Fed," kata Samuel, dikutip Rabu (22/5/2024).

Risiko Pelemahan Rupiah

Menurutnya, penurunan suku bunga BI yang prematur, berpotensi menimbulkan risiko terhadap volatilitas Rupiah. Samuel menambahkan, ke depan yang akan menjadi perhatian adalah hingga berapa lama kondisi suku bunga tinggi ini akan bertahan.

"Peluang The Fed dalam untuk menurunkan suku bunga tahun ini berarti membuka juga peluang BI untuk ikut menurunkan suku bunga yang dapat meminimalisir dampak dari kenaikan suku bunga yang telah terjadi," kata dia.

 


Dukungan Investasi

Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di tengah berlanjutnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan potensi tertundanya pemangkasan Fed Funds Rate yang berdampak negatif terhadap sentimen jangka pendek, fundamental Indonesia yang terjaga dapat mendukung selera investor untuk memilih Indonesia sebagai tujuan investasi.

“Fundamental perekonomian yang terjaga dan valuasi yang rendah membuka peluang bagi investor yang ingin berinvestasi dini memanfaatkan kondisi menjelang akhir siklus kenaikan suku bunga. Arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru serta pilihan kabinet yang kredibel juga dapat menjadi katalis positif ke depannya," jelas Samuel.

Samuel menambahkan, dampak dari suku bunga terhadap kondisi fundamental emiten, akan tergantung pada kondisi financing di masing-masing emiten, seperti tingkat utang, jenis utang (floating atau fixed) dan rencana belanja modal ke depan.

Untuk peluang di pasar saham, manajer investasi dapat memanfaatkan peluang di sektor-sektor yang pendapatannya dalam mata uang dolar AS dan perusahaan dengan utang yang lebih terbatas. Adapun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), MAMI memproyeksikan bisa mencapai level 7.800 di akhir tahun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya