Jokowi: Kinerja BPKP dan Pengawas Bukan Untuk Cari Kesalahan, Tapi Mencegah Penyimpangan

Jokowi mengatakan, tugas pengawas bukanlah untuk menjebak dengan membiarkan kekeliruan. Harusnya, pengawas memberitahu sejak awal jika ada instansi yang membuat kesalahan.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 22 Mei 2024, 11:44 WIB
Presiden RI Joko Widodo meresmikan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023). (Dok Sekretariat Kabinet RI/Rahmat)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan tugas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pengawas internal bukan untuk mencari-cari kesalahan instansi tapi mencegah penyimpangan-penyimpangan yang ada.

"Sasaran kinerja BPKP dan pengawas internal itu sekali lagi bukan untuk mencari kesalahan, tetapi justru untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan sehingga mestinya diberikan arahan yang benar yang mana," kata Jokowi pada peresmian pembukaan Rakornas Pengawasan Intern pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Rabu, (22/5/2024).

Jokowi mengatakan, tugas pengawas bukanlah untuk menjebak dengan membiarkan kekeliruan. Harusnya, pengawas memberitahu sejak awal jika ada instansi yang membuat kesalahan.

"Tuntunan yang tepat yang mana bukan memasang jebakan, 'lah ini keliru diemin aja' mestinya dibetulkan di awal diberi tahu di awal ini keliru, jangan terbalik," ujarnya.

Jokowi menambahkan, pengawas pemerintah harus fokus kepada seberapa banyak hal yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat.

"Fokusnya bukan berapa banyak yang melakukan penyimpangan tapi berapa banyak yang bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat dari program-program pemerintah, ke sana mestinya ke sana," jelasnya.

Lebih lanjut, Jokowi mengingatkan keberadaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memberi solusi dan mencegah kesalahan. Dia ingin apa yang dibuat pemerintah bermanfaat untuk masyarakat.

"Sekali lagi saya ingatkan bahwa keberadaan APIP utk memberi solusi dan pencegahaan utamakan pencapaian outcomes utamakan manfaat yang maksimal diterima masyarakat untuk menjamin pembangunan kita ini semakin hari semakin berkualitas," pungkasnya.


Curhat Jokowi, Anggaran Masih Bocor Sana Sini Meski Dipelototi BPKP

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022).

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut penggunaan anggaran di berbagai lini masih mengalami kebocoran. Padahal penggunaan anggaran sudah diawasi termasuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia bahkan mengisahkan ikut melakukan pengawasan dengan turun ke bawah. Diketahui, Jokowi kerap blusukan ke pasar-pasar, termasuk memberikan bantuan.

"Kenapa saya juga cek ke lapangan, turun ke bawah, saya pastikan apa yang kita programkan sampai ke masyarakat. Karena kita lemah di sisi itu, jika tidak diawasi, jika tidak dicek langsung, jika tidak dilihat, dipelototi satu-satu. Hati-hati, kita lemah di situ," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"Dipelototi, turun kita ke bawah, itu saja masih ada yang bablas, apalagi tidak?," sambungnya.

Dihadapan pada pegawai BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga Direksi BUMN, dia menegaskan skema pengawasan perlu berorientasi terhadap hasil. Utamanya untuk optimalisasi penggunaan anggaran dan program pemerintah.

"Saya minta pengawasan itu orientasi bukan prosedur nya, orientasi nya hasil itu apa. Banyak APBN-APBD kita yang berpotensi tidak optimal," tegasnya.

Menanggapi laporan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Jokowi meminta aparat pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran. Termasuk dalam pelaksanaan program-program pemerintah.

"Saya ingatkan baik pusat dan daerah dalam penggunaan yang namanya anggaran, 43 persen (program pemerintah terindikasi tak optimal) bukan angka yang sedikit," tegas Jokowi.

 


43 Persen Program Tak Optimal

Pada laporannya, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengungkap ada 43 persen program pemerintah yang berpotensi tidak optimal. Pada saat yang sama, ada 21 persen penggunaan anggaran yang juga dinilai tak optimal.

"Dari aspek efektivitas dan harmonisasi pembangunan di daerah, perencanaan dan penganggaran daerah masih belum optimal. Berdasarkan hasil pengawasan, kami menemukan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal mengungkit sasaran pembangunan pada daerah yang diuji petik," urainya.

"Di samping itu, kami juga menemukan adanya potensi pemborosan alokasi belanja daerah sebesar 21 persen dari nilai anggaran yang diuji petik," sambung Ateh.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka

Infografis Momen Pertemuan Jokowi dan Puan Maharani di KTT WWF Bali. (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya