Liputan6.com, Jakarta - Industri otomotif Indonesia, masih terlihat cukup seksi di mata produsen dunia. Terbukti, banyak merek roda empat baru yang mencoba peruntungannya di Tanah Air, termasuk untuk mendirikan fasilitas perakitan kendaraan.
Seperti halnya BYD, dan produsen kendaraan listrik Tiongkok lainnya belakangan gencar melakukan ekspor ke sejumlah pasar di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Langkah ini dilakukan produsen mobil listrik China untuk menyalurkan kelebihan kapasitas produksi di pasar domestik China.
Advertisement
Guna memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur EV Asia Tenggara, Howard Yu, Direktur IMD Center for Future Readiness menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan.
"Mengembangkan kebijakan, aturan, dan insentif, untuk mendukung adopsi dan manufaktur kendaraan listrik, misal berupa pembebasan pajak, subsidi, infrastruktur pengisian daya, dan persyaratan kandungan lokal," ujar Yu, dalam keterangan resmi, Rabu (22/5/2024).
Kemudian, hal yang bisa dilakukan lainnya, adalah fokus pada penyediaan listrik pada angkutan umum (bus, kendaraan roda 2, roda 3) dan armada komersial, sebab lebih hemat biaya tertinggi.
Lalu, menarik investasi asing dan kolaborasi untuk manufaktur mobil listrik, produksi baterai, dan pengolahan mineral.
Manfaatkan Cadangan Nikel
Selain itu, bisa juga melakukan pemanfaatan cadangan nikel Indonesia yang besar dengan menawarkan insentif.
Dengan memberikan keringanan pajak dan subsidi kepada pembuat kendaraan listrik dan baterai, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pemrosesan dan manufaktur hilir untuk baterai dan kendaraan listrik. Sehingga, bisa bersaing dengan China, Korea Selatan, dan Jepang, yang memiliki teknologi dan manufaktur baterai yang lebih unggul.
"Bekerja sama dengan negara Asia Tenggara lain untuk menyelaraskan standar kendaraan listrik, insentif, dan infrastruktur untuk menciptakan pasar dan rantai pasokan regional," pungkasnya.
Advertisement