Bahaya Gula Tambahan pada Produk Makanan Bayi, Sederet Masalah Kesehatan Mengintai

Pemerintah diminta untuk dapat melakukan perubahan dan memperkuat regulasi terkait produk makanan bayi. Demi melindungi kesehatan anak-anak Indonesia.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 23 Mei 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi bahaya gula tambahan pada produk makanan bayi / Freepik by prostooleh

Liputan6.com, Jakarta - Menurut laporan Public Eye Swiss dan International Baby Food Action Network (IBFAN) menemukan adanya gula tambahan pada produk makanan bayi Nestlé yang dipasarkan di Indonesia.

Namun, gula tambahan dalam produk makanan bayi tersebut tidak ditemukan negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika.  standar ganda untuk produk-produk yang mereka pasarkan di negara maju dan berkembang.

Dalam laporan investigasinya pada pada tanggal 17 April 2024, diketahui bahwa produk-produk asupan bayi dan anak dari perusahaan tersebut yang beredar di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk di Indonesia, ternyata mengandung gula tambahan dalam jumlah yang beragam.

Gula tambahan atau added sugar adalah gula yang ditambahkan selama pemrosesan makanan. Gula tambahan tidak termasuk gula alami yang terdapat dalam buah dan sayuran.

Meskipun begitu, Nestlé mengatakan di situs webnya, “Kami telah mengurangi gula dalam banyak sereal bayi kami. Meskipun masih ada gula tambahan pada beberapa produk, kami terus berupaya untuk menguranginya, serta menyediakan lebih banyak pilihan tanpa gula tambahan.”

Di Swiss, negara tempat kantor pusat Nestlé, dan negara-negara yang maju, tidak ada tambahan gula tambahan di produk serupa. Ini adalah salah satu temuan dari investigasi tersebut yang juga menyoroti adanya standar ganda.

Menurut Dhora Elvira W, Policy and Advocacy Advisor PIC Indonesia regulasi suatu negara bisa memengaruhi adanya standar ganda ini terjadi. 

"Ini bisa terjadi karena kita melihat bahwa regulasi di negara-negara tersebut berbeda dengan regulasi di Indonesia. Kita bisa bilang bahwa di Eropa regulasinya sangat ketat sehingga tidak ada celah bagi industri untuk memberikan gula tambahan pada produk-produk bayi tersebut," jelas Dhora dalam Media Briefing pada Rabu, 22 Mei 2024 secara daring.


Regulasi Negara Memengaruhi

Media Briefing “Mengapa Gula Tambahan pada Produk Makanan Bayi dan Anak Masih Diizinkan di Indonesia?” (Screenshot Zoom)

 

Sementara itu, di Indonesia Dhora melihat ada banyak celah sehingga bisa memberikan gula tambahan pada produk makanan bayi. 

"Sedangkan di Indonesia regulasinya cukup longgar dalam persepsi publik. Kita lihat ada celah untuk industri bisa menambahkan atau memberikan gula tambahan pada produk-produk bayi," tambah Dora.

Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dapat melakukan perubahan dan memperkuat regulasi yang ada demi melindungi kesehatan anak-anak Indonesia.


Bahaya Gula Tambahan Pada Anak

Di kesempatan yang sama dokter dan ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen menyampaikan bahaya yang ditimbulkan dari gula tambahan pada anak. Mulai dari menekan daya tahan tubuh, meningkatkan infeksi akibat bakteri virus maupun jamur. 

Lalu, berikut ini juga efek dari kehadiran gula tambahan pada anak:

  • Menekan daya tahan tubuh, meningkatkan kasus infeksi akibat bakteri, virus maupun jamur (pencernaan, pernafasan, telinga, dll)
  • Peningkatan adrenalin, hiperaktivitas, kecemasan, kesulitan konsentrasi dan kapasitas belajar
  • Peningkatan kasus alergi
  • Memperburuk penglihatan
  • Merusak gigi dan menghambat penyerapan kalsium
  • Menghambat penyerapan protein
  • Mempermudah timbulnya sakit kepala dan migrain
  • Mempengaruhi gelombang otak delta, alfa dan beta
  • Menyebabkan depresi dan perilaku anti sosial
  • Menyebabkan gangguan hormonal terutama saat akil balik
  • Memperburuk episode epilepsi
  • 'Investasi' semua penyakit di usia dewasa

Gula Tambahan Bisa Memicu Risiko Diabetes dan Obesitas pada Anak

Gula tambahan menjadi ancaman besar bagi anak-anak Indonesia. Tidak hanya bahaya yang telah disebutkan di atas, tetapi gula tambahan juga bisa memicu diabetes dan obesitas, serta menurunkan sistem imun pada anak.

Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan bahwa jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta jiwa, dan di Indonesia sendiri, Indonesia masuk peringkat kelima.

"Hal ini harusnya menjadi perhatian serius, karena diabetes melitus merupakan ibu dari berbagai macam penyakit," kata Dhora.

Data lainnya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang dirilis pada tahun 2023, ada 1.645 anak dengan diabetes yang tersebar di 13 kota di Indonesia, dan hampir 60% penderitanya adalah perempuan.

Selain itu, data dari Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa pada tahun 2023, angka kasus obesitas mencapai 15,3% obesitas anak meningkat sepuluh kali lipat dalam empat selama empat dekade di Indonesia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya