Liputan6.com, Moskow - Militer Rusia pada hari Selasa (21/5/2024) memulai latihan yang melibatkan senjata nuklir taktis yang diumumkan oleh pihak berwenang Rusia awal bulan ini.
Ini adalah pertama kalinya Rusia secara terbuka mengumumkan latihan yang melibatkan senjata nuklir taktis, meskipun kekuatan nuklir strategisnya rutin mengadakan latihan.
Advertisement
Menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia yang dirilis Selasa, tahap pertama dari latihan baru ini mencakup pelatihan praktis dalam persiapan dan penggunaan senjata nuklir non-strategis, termasuk Rudal Kinzhal dan Iskander yang berkemampuan nuklir. Demikian seperti dilansir kantor berita AP, Kamis (23/5).
Manuver tersebut terjadi di Distrik Militer Selatan, yang terdiri dari wilayah Rusia di selatan, termasuk perbatasan dengan Ukraina; Krimea, yang dianeksasi secara ilegal dari Ukraina pada tahun 2014; dan empat wilayah Ukraina yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada tahun 2022 dan sebagian didudukinya.
Dipicu Pernyataan Barat
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam pernyataannya bahwa latihan tersebut akan dilakukan sebagai tanggapan atas pernyataan provokatif dan ancaman dari pejabat Barat tertentu mengenai Federasi Rusia.
Senjata nuklir taktis mencakup bom udara, hulu ledak untuk rudal jarak pendek, dan amunisi artileri dimaksudkan untuk digunakan di medan perang. Senjata-senjata tersebut kurang kuat dibandingkan senjata strategis – hulu ledak besar yang mempersenjatai rudal balistik antarbenua dan dimaksudkan untuk melenyapkan seluruh kota.
Pengumuman tersebut muncul setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan kembali bahwa dia tidak mengecualikan pengiriman pasukan ke Ukraina dan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron mengatakan pasukan Ukraina akan dapat menggunakan senjata jarak jauh Inggris untuk menyerang sasaran di Rusia.
Kremlin menyebut pernyataan mereka berbahaya dan meningkatkan ketegangan antara Rusia dan NATO.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menuturkan pada tanggal 6 Mei bahwa pernyataan Macron dan pernyataan lain dari pejabat Inggris dan Amerika Serikat telah mendorong latihan nuklir, menggarisbawahinya sebagai "babak eskalasi baru".
Advertisement