Australia Berencana Produksi Wine Non-Alkohol, Indonesia Jadi Target Pasar

Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang melarang umatnya untuk mengonsumsi alkohol atau minuman keras. Namun, sebagian masyarakat Indonesia cukup toleran terhadap alkohol.

oleh Putri Astrian Surahman diperbarui 27 Mei 2024, 05:00 WIB
Produk-produk Australian Wine. (dok. Putri Astrian Surahman/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, banyak generasi muda, seperti Gen Z, yang tertarik dengan wine. Pengaruh turis asing, peningkatan pendidikan Barat, dan daya tarik gaya hidup Barat memengaruhi ketertarikan pada minuman tersebut. Namun, mengingat sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim, banyak yang meninggalkan anggur lantaran dianggap memabukkan.

Untuk itu, Australia sebagai pemasok alkohol nomor satu ke pasar Indonesia baik dari segi volume maupun nilai, berusaha menawarkan solusi. Dalam acara konferensi pers "Taste the Wonders of Australia" yang berlangsung pada Selasa, 21 Mei 2024, di Jakarta, CEO Wine Australia, Martin Cole, mengatakan bahwa mereka berencana memproduksi wine non-alkohol yang akan dipasarkan di Indonesia.

Jadi, masyarakat muslim yang ada di Indonesia bisa menikmati. "Ada banyak jenis wine Australia termasuk non-alcoholic wine (masih tahap riset), sehingga tepat sekali untuk pasar Indonesia yang mayoritas adalah Muslim," ujar Martin.

Saat ini terdapat lebih dari 18 perusahaan pengimpor yang didirikan di pasar Indonesia. Minuman beralkohol dengan kandungan etanol lebih dari lima persen hanya boleh dijual eceran dan dikonsumsi melalui hotel (bintang 3, 4 dan 5), restoran tertentu, bar/pub/klub malam, toko bebas bea atau tempat tertentu yang ditunjuk oleh wali kota atau bupati.

Australian Wine juga berfokus pada untuk pengeksporan ke wilayah Jakarta dan Bali. Besarnya jumlah turis, Bali menyumbang volume penjualan wine tertinggi di Indonesia.


Merupakan Praktik Oenologis

Ilustrasi wine. (Gambar oleh Photo Mix dari Pixabay)

Permintaan terhadap minuman beralkohol rendah dan tanpa alkohol telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah produk anggur yang muncul di rak ritel saat ini dengan klaim bahwa produk tersebut 'bebas alkohol', 'tanpa alkohol', 'tidak mengandung alkohol', atau bahkan 'alkohol ringan'.

Mengutip situs resmi wineaustralia.com pada Rabu, 22 Mei 2024, wine tanpa alkohol adalah praktik oenologis, yakni anggur yang difermentasi telah dihilangkan sebagian besar alkoholnya sebelum dibotolkan. Istilah ini tidak didefinisikan dalam Kode Standar Makanan, tetapi secara umum dipahami sebagai produk yang mengandung sedikit alkohol. Produk-produk ini sering kali diberi label dengan pernyataan seperti:

Anggur tanpa alkohol

Kurang dari 0,5% alc/vol

Kurang dari 1,0% alc/vol

Produk dengan kandungan alkohol yang kurang dari 0,5 persen berdasarkan volume, tidak wajib untuk menyatakan bahwa produk tersebut mengandung alkohol pada labelnya, meskipun banyak produsen memilih untuk secara sukarela mencantumkan informasi ini.


Tarif Cukai untuk Minuman Beralkohol Naik

Ilustrasi minuman beralkohol Credit by unsplash.com/Adam Wilson

Pemerintah Indonesia menerapkan tarif cukai baru untuk minuman beralkohol mulai dari Senin, 1 Januari 2024. Mengutip kanal Bisnis Liputan6.com pada Rabu, 22 Mei 2024, tercatat bahwa ada kenaikan tarif cukai untuk minuman yang mengandung alkohol ini.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan bahwa hitung-hitungan alasan kenaikan tarif cukai  ini ada di tangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Namun, Ditjen Bea Cukai sendiri melihat adanya alasan yang mendasari pengambilan keputusan tersebut.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan ada beberapa alasan kenaikan cukai minuman keras ini, salah satunya yaitu terkait meningkatnya konsumen dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA).

"Prevalensi konsumsi MMEA usia diatas 10 tahun terus tumbuh, dari 3 persen di 2007 menjadi 3,3 persen di 2018," kata Nirwala kepada Liputan6.com, Minggu, 7 Januari 2024.

Nirwala juga mencatat adanya pertumbuhan produksi minuman beralkohol dalam 10 tahun terakhir. Angka yang dikantonginya mencatat pertumbuhan produksi 2,4 persen.


Belum Ada Penyesuaian Tarif dalam 10 Tahun Terakhir

Ilustrasi minuman alkohol (Sumber: Pixabay/Vonitacerium)

Tak cuma itu, Nirwala mengatakan belum adanya penyesuaian tarif cukai minuman beralkohol dalam 10 tahun terakhir. "⁠Penyesuaian tarif cukai MMEA terakhir tahun 2014 untuk Golongan B dan C, dan tahun 2019 untuk Golongan A," jelas Nirwala.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menaikkan tarif cukai minuman dan konsentrat yang mengandung etil alkohol (MMEA dan KMEA) mulai 1 Januari 2024. Naiknya tarif cukai minuman alkohol ini diumumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160 Tahun 2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.

"Ketentuan mengenai tarif cukai EA, MMEA, dan KMEA sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, mulai berlaku pada 1 Januari 2024," demikian tertulis dalam PMK 160/2023, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Kamis (4/1/2024).

Sementara itu, tarif etil alkohol (EA) masih tetap sama seperti yang ditetapkan sebelumnya. Tertulis dalam Pasal 4 PMK 160/2023, besaran nilai cukai dihitung berdasarkan tarif cukai dan jumlah satuan:a. liter EA dan MMEA; dan liter atau gram KMEA.

Infografis Poin-Poin Penting Usulan RUU Larangan Minuman Beralkohol. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya