Liputan6.com, Jakarta - BPJS Kesehatan adalah asuransi yang dikelola oleh badan hukum pemerintah untuk rakyat Indonesia. BPJS menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Untuk mendapatkan manfaat BPJS, masyarakat harus membayar iuran per bulan dengan jumlah tertentu sesuai kelasnya, kecuali yang dibayar pemerintah. Belakangan, sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam BPJS akan dihapus dan diganti dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Terlepas dari itu, topik BPJS menjadi salah satu pembahasan dalam kajian Al Bahjah yang dipimpin KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya beberapa waktu lalu. Program asuransi kesehatan pemerintah ini dibahas ketika ada salah seorang peserta kajian menanyakan tentang hukum BPJS dalam Islam.
Baca Juga
Advertisement
Menanggapi pertanyaan tersebut, Buya Yahya mengatakan, BPJS secara teorinya adalah membantu orang lain. Saling membantu kepada sesama adalah salah satu perbuatan baik yang dianjurkan dalam Islam (takaful).
“Takaful itu motivasinya menolong orang lain, tapi asuransi egois, agar aku kalau ada apa-apa mendapatkan (dari yang telah dibayarkan). Ini kan motivasinya beda,” kata Buya Yahya, dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Rabu (22/5/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Motivasi Daftar Asuransi Kesehatan
Menurut Buya Yahya, sistem BPJS saat ini belum syar’i, meskipun tujuannya menolong orang lain. Yang ia kritisi tentang asuransi kesehatan tersebut adalah soal transaksi dan tujuannya.
Buya Yahya berpandangan, selama ini orang yang mengikuti program BPJS karena agar ketika sakit di masa depan bisa menggunakan program ini. Terlebih lagi secara materi ia akan mendapat manfaat lebih banyak, melebihi iuran yang dibayar per bulan.
“Kau membayar uang 50 ribu per bulan tujuannya apa? Kalau yang biasa asuransi, ya kalau saya sakit ya (dapat bantuan biaya pengobatan). (Jika sesuai syar’i) kalau saya bayar nggak pengen sakit kalau bisa,” imbuh Buya Yahya.
“Lalu kamu bayar apa? Saya membayar semoga 50 ribu yang aku berikan manfaat untuk umat, untuk bangsa ini. Ini motivasi kita,” lanjut Buya Yahya.
“Tapi apakah diajarin semuanya seperti itu? Tidak diajari, karena cara transaksinya yang belum diubah,” kata Buya Yahya.
Advertisement
Saran Buya Yahya
Buya berharap, transaksi dalam BPJS diubah agar sesuai syar’i. Lantas, bagaimana caranya?
“Engkau bayar, selesai. Terus harapannya apa? Ya kamu jangan sakit. Lah tiba-tiba sakit gimana? Ya kamu sudah anggota, kamu ditolong juga. Kamu warga Indonesia kok,” tutur Buya Yahya.
“Caranya gimana agar syar'i? Saya membayar itu bukan karena aku ingin mengambilnya, tapi saya membayar karena saya ingin bantu saudara saya. Namanya tabarruk,” jelas Buya Yahya.
Jika seandai sakit, maka ia akan ditolong karena sudah menjadi anggota. Namun perlu diingat, tujuan bergabung di asuransi kesehatan bukan ingin sakit.
“Jadi transaksinya begitu sebetulnya. Lah karena belum ada ini, secara dzahir transaksinya gak sah. Kenapa? Saya bayar sesuatu dan saya harus mendapatkannya. Berarti saya membayar bukan saya memberi, berarti duit saya. Lah karena itu duit saya, nanti saya ambil lebih. Gak boleh dong ambil kelebihan. Wong bayar 400 ribu minta 5 juta,” katanya.
“Makanya, hendaknya diubah transaksinya agar ada kesadaran. Kalau saya bayar asuransi itu saya berharap jangan sakit. Jadi kita ingin takaful itu dihidupkan. Percaya, tidak akan berubah, berjalan semuanya,” tambah Buya Yahya.
Berdasarkan penjelasan Buya Yahya, dapat disimpulkan bahwa tujuan dibuatnya program BPJS selaras dengan ajaran Islam, yakni agar dapat membantu orang lain. Hanya saja, menurut pandangan Buya Yahya, sistem dan transaksinya saat ini belum sesuai syariah.
Buya Yahya pun menyarankan beberapa hal agar menjadi syar’i, termasuk motivasi mendaftar asuransi kesehatan bukan karena ingin dimudahkan dari pembiayaan, melainkan ingin membantu sesama dan tidak berharap sakit.