Liputan6.com, Jakarta - Investor asing masih melakukan aksi jual saham sepanjang 2024. Hal ini seiring sentimen global yakni kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) dan dolar AS yang menguat.
Berdasarkan data Bursa per 22 Mei 2024, investor mencatatkan nilai jual bersih atau net sell sebesar Rp 560,54 miliar. Sepanjang tahun 2024 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 1,43 triliun.
Advertisement
Founder dan CEO Emtrade Ellen May menjelaskan, aksi jual oleh investor asing telah terjadi lebih dari satu bulan terakhir. Menurut dia, aksi tersebut sehubungan dengan kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (the Fed), yang masih belum beri sinyal terang penurunan suku bunga.
"The Fed belum mau turunkan suku bunga. Di sisi lain, kondisi geopolitik memicu ketidakpastian dan profit taking di saham perbankan dalam negeri. Big banks sudah naik 200-300% sejak pandemi, wajar profit taking normal," kata Ellen kepada Liputan6.com, Jumat (24/5/2024).
Sementara itu, Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, aksi jual saham oleh investor asing seiring pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) yang masih menguat. “Dan spread suku bunga masih menarik dibandingkan di Indonesia,” kata Herditya lewat pesan singkat kepada Liputan6.com.
Seiring aksi jual saham oleh investor asing itu, Herditya merekomendasikan untuk buy on weakness terlebih dahulu.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengatakan kegiatan transaksi sepenuhnya kehendak investor. Senada, di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini, Jeffrey mengatakan wajar jika banyak investor, termasuk investor asing, melakukan aksi ambil untung atau profit taking.
"Kalau kita melihat kondisi saat ini dengan kondisi geopolitik, kemudian kondisi suku bunga global, dan lainnya. Kalau memang sementara ada net sell di produk saham, kami masih melihat itu wajar," kata Jeffrey sebelumnya kepada wartawan di Gedung Bursa.
Dibayangi Sentimen Global
Menurut Jeffrey, jika aksi jual maupun aksi beli masih relevan dengan kondisi global, artinya masih wajar. Di sisi lain, Jeffrey mencatat porsi investor domestik lebih mendominasi dari sisi kuantitas.
"Investor retail kita, investor domestik kita itu sudah berkontribusi terhadap 70% transaksi harian. Jadi menurut kami, investor domestik kita itu sudah cukup independent dalam mengambil keputusan. Tidak lagi ikut-ikutan," kata Jeffrey.
"Kalau kita cermati perdagangan satu minggu sampai 10 hari terakhir, ada penurunan. Kemudian ada net sell asing, tetapi ada rebound index yang cukup tajam. Artinya apa? Artinya investor domestik kita itu cukup sulit untuk menopang market kita," ia menambahkan.
Kinerja IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini mengalami perubahan sebesar 1,30% menjadi berada pada level 7.222,382 dari 7.317,238 pada penutupan pekan yang lalu. Rata-rata nilai transaksi saham mengalami perubahan sebesar 9,82% menjadi Rp 12,16 triliun dari Rp 13,48 triliun pada penutupan pekan yang lalu.
Sedangkan rata-rata volume transaksi harian selama sepekan mengalami perubahan sebesar 17,72% menjadi 15,42 miliar lembar saham dari 18,74 miliar lembar saham dari penutupan pekan lalu.
Peningkatan selama sepekan terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi selama sepekan dengan peningkatan sebesar 2,92% menjadi 1,14 juta kali transaksi dari 1,11 juta kali transaksi pada pekan lalu. Perubahan terjadi pada kapitalisasi pasar saham sebesar 0,45% menjadi Rp12.363 triliun dari Rp 12.420 triliun pada pekan sebelumnya
Advertisement
Analis Prediksi Dana Investor Asing Masih Masuk ke Saham hingga Akhir 2024
Sebelumnya, aliran dana investor asing mencapai Rp 10,67 triliun hingga perdagangan Jumat, 2 Februari 2024. Adapun pada pekan 29 Januari-2 Februari 2024, investor asing melakukan aksi beli saham Rp 4,8 triliun. Analis prediksi, aliran dana investor asing masih masuk ke pasar saham hingga akhir 2024.
Head of Investment Reswara Gian Investa, Kiswoyo Adi Joe menuturkan, ada sejumlah sentimen positif yang mendorong aksi beli saham oleh investor asing. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi 5 persen pada 2024 didukung dari konsumsi domestik.
"Ada pemilu, pilkada akan meningkatkan konsumsi masyarakat. Ini sangat berpengaruh,” ujar Kiswoyo saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (4/2/2024).
Kedua, laporan keuangan emiten yang masih bagus berpotensi membagikan dividen. "Ketiga, the Fed berpotensi menurunkan suku bunga pada semester II 2024 ini jadi sentimen positif. Ditambah kondisi sosial politik yang aman juga turut mendukung,” ujar dia.
Dari aksi beli saham oleh investor asing, mayoritas membeli saham perbankan. Investor asing membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 727,6 miliar, kemudian aksi beli saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) senilai Rp 368,6 miliar. Lalu saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp 360,4 miliar, dan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) senilai Rp 233,9 miliar.
“Investor asing beli saham bank karena likuiditas gede, dan empat emiten bank besar biasanya bagikan dividen,” kata dia.
Kiswoyo menuturkan, investor asing akan kembali masuk ke pasar saham hingga akhir 2024. Hal tersebut didukung dari potensi penurunan suku bunga the Fed dan pertumbuhan ekonomi.
Suku Bunga Landai, Indonesia Bakal Kebanjiran Dana Investor Asing
Sebelumnya diberitakan, sejak awal 2024, investor asing terpantau terus melakukan aksi beli saham ke pasar saham. Aksi beli saham ini diprediksi terus berlanjut hingga akhir 2024.
Hingga perdagangan hari ini, Kamis 18 Januari 2024, data RTI menunjukkan investor asing telah mencatatkan net buy Rp 6,82 triliun secara year to date (YTD) di seluruh pasar.
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Katarina Setiawan optimistis tren ini akan berlanjut hingga akhir tahun.
"Investor asing itu sangat positif terhadap pasar kita. Kita menerima aliran dana investor asing terbesar dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN dan konsisten dalam 8 dari 9 Minggu terakhir. Jadi masuk terus secara konsekutif 8 minggu dari 9 minggu terakhir," ujar Katarina dalam Press Conference Market Outlook: Keeping up with 2024, Kamis (18/1/2024).
Faktor lain yang mungkin menyebabkan investor asing suka dengan pasar Indonesia karena valuasinya sudah sangat murah.
Sebagai acuan, Katarina menuturkan, pada 2023 pergerakan pasar saham Indonesia kurang menggembirakan dengan kenaikan yang tidak terlalu bagus karena berbagai faktor yang membuat investor tidak terlalu suka. Kondisi tersebut diperkirakan akan membaik pada tahun ini didukung sinyal penurunan suku bunga The Fed.
Advertisement
Faktor Lainnya
"Kalau suku bunga turun, maka investor itu akan beralih melihat mana negara-negara yang pertumbuhannya lebih baik, lebih bagus, memberikan potensi pertumbuhan yang baik dan nilai mata uangnya stabil. Dan itu termasuk Indonesia di dalamnya," kata Katarina.
Di sisi lain, Katarina menilai investor asing juga melihat bahwa pemilihan umum (pemilu) di Indonesia akan berlangsung kondusif dan aman, seperti yang terjadi di pemilu-pemilu sebelumnya. Sehingga tidak ada kekuatiran mengenai keamanan Pemilu.
"itu juga salah satu faktor yang membuat mereka lebih nyaman untuk masuk ke Indonesia," imbuh dia.
Faktor lainnya adalah tadi mengenai geopolitik luar negeri, di mana Indonesia cukup terlindungi dari dampak negatif yang geopolitik. Meski jika isu tersebut berkembang menjadi ketegangan yang meningkat maka tidak ada satu negara pun yang bebas dari dampaknya.
Namun, secara keseluruhan Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk tidak terlalu bergantung terhadap negara-negara lain. Dari sisi PDB Indonesia saat ini juga tidak terlalu bergantung pada perdagangan internasional yang tahun ini agak terhambat karena pertumbuhan ekonomi dunia mengalami moderasi.
"Jadi faktor itu yang dilihat oleh investor asing. Dan kemungkinan untuk tahun 2024 mereka akan lebih minat untuk masuk ke pasar kita seperti yang sudah ditunjukkan dalam dua bulan lebih terakhir ini," pungkas Katarina.