Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda melihat anak yang terlihat kesusahan dan membutuhkan waktu lama saat membaca? Hal ini bisa menjadi salah satu tanda disleksia, sebuah disabilitas intelektual yang memengaruhi kemampuan membaca.
Disleksia bukanlah masalah kecerdasan, melainkan hambatan dalam memproses informasi terkait bahasa. Anak-anak dengan disleksia sering mengalami kesulitan dalam membedakan huruf, menggabungkan huruf menjadi kata, dan memahami makna teks.
Advertisement
Dilansir dari Cleveland Clinic, Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang memengaruhi kemampuan membaca dan memproses bahasa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan cara kerja otak dalam memproses informasi tertulis.
Disleksia biasanya teridentifikasi pada masa kanak-kanak dan seringkali menetap sepanjang hidup, walaupun penderitanya dapat terus berkembang dengan dukungan yang tepat.
Disleksia merupakan bagian dari kelompok "gangguan belajar spesifik" yang mencakup kesulitan belajar lain seperti disgrafia (menulis) dan diskalkulia (matematika).
Meskipun tergolong jarang secara keseluruhan, disleksia merupakan salah satu gangguan belajar yang cukup luas, memengaruhi sekitar 7% orang di seluruh dunia. Gangguan ini tidak mengenal batasan gender atau ras, dan menyerang individu secara merata.
Namun, perlu diingat bahwa tidak semua orang dengan disleksia menunjukkan gejala yang cukup parah untuk didiagnosis. Jika mempertimbangkan individu dengan gejala disleksia namun tidak terdiagnosis, jumlahnya bisa mencapai 20% dari populasi global.
Bagaimana Disleksia Mempengaruhi Pemahaman Bahasa
Membaca merupakan sebuah proses yang diawali dengan kemampuan berbahasa lisan. Pada usia dini, perkembangan bahasa dimulai dengan mengucapkan bunyi-bunyi sederhana.
Seiring perkembangan, anak belajar menggabungkan bunyi tersebut menjadi kata, frasa, dan kalimat. Proses belajar membaca kemudian melibatkan kemampuan menghubungkan bunyi dengan simbol tertulis (huruf).
Di sinilah disleksia berperan. Gangguan ini memengaruhi cara otak memproses bahasa lisan dan menghubungkannya dengan bahasa tertulis.
Individu dengan disleksia mengalami kesulitan dalam "memecahkan kode" tulisan, terutama dalam menghubungkan huruf dengan bunyi dan menggabungkan bunyi tersebut menjadi kata-kata yang bermakna.
Kesulitan ini dapat berakibat pada berbagai hal, seperti:
- Lambat membaca: Proses membaca menjadi lebih lambat karena otak membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses dan memahami kata-kata.
- Kesulitan menulis dan mengeja: Gangguan dalam menghubungkan bunyi dengan huruf dapat menyebabkan kesulitan dalam menulis dan mengeja kata-kata dengan benar.
- Memori kata yang lemah: Individu dengan disleksia mungkin mengalami kesulitan dalam menyimpan kata-kata dan artinya dalam memori mereka.
- Kesulitan berkomunikasi: Gangguan dalam memproses bahasa dapat menyebabkan kesulitan dalam membentuk kalimat untuk mengkomunikasikan ide-ide yang kompleks.
Advertisement
Penyebab Disleksia
Penyebab pasti disleksia masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, para ahli telah mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini.
- Genetika: Disleksia memiliki faktor keturunan yang kuat dan sering kali diturunkan dalam keluarga. Jika salah satu orang tua memiliki disleksia, anak mereka memiliki peluang 30-50% untuk mewarisinya. Kondisi genetik lain seperti sindrom Down juga dapat meningkatkan risiko disleksia.
- Perbedaan Perkembangan dan Fungsi Otak: Individu dengan disleksia memiliki otak yang bekerja dan terstruktur berbeda dibandingkan orang lain. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan struktur, fungsi, dan kimia otak pada orang dengan disleksia.
- Gangguan Perkembangan dan Fungsi Otak: Infeksi selama kehamilan, paparan racun, dan kejadian lain dapat mengganggu perkembangan otak janin dan meningkatkan kemungkinan disleksia di kemudian hari.
Faktor Risiko Disleksia
Meskipun disleksia memiliki faktor keturunan yang kuat, beberapa faktor lain juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalaminya. Faktor-faktor ini termasuk:
- Paparan Polusi: Paparan terhadap polusi udara dan air, terutama logam berat seperti timbal dan mangan, nikotin, dan bahan kimia penghambat api tertentu, dapat meningkatkan risiko disleksia.
- Kurangnya Akses Bahan Bacaan: Anak-anak yang tumbuh di lingkungan dengan akses terbatas terhadap bahan bacaan atau yang tidak memiliki budaya membaca yang kuat lebih mungkin mengalami disleksia.
- Keterbatasan Lingkungan Belajar: Kurangnya dukungan belajar di sekolah atau lingkungan serupa dapat meningkatkan risiko disleksia. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti akses yang terbatas terhadap guru yang berkualitas, sumber daya belajar yang minim, atau lingkungan belajar yang tidak kondusif.
Advertisement
Ciri-Ciri Disleksia
Seiring dengan bertambahnya usia, beberapa ciri-ciri disleksia mulai terlihat pada anak-anak, seperti:
- Kesulitan mengeja kata-kata sederhana: Anak mungkin mengalami kesulitan dalam mengeja kata-kata yang bahkan sudah dihafalkan.
- Kesulitan mempelajari nama-nama huruf: Anak mungkin kesulitan untuk membedakan dan mengingat nama-nama huruf alfabet.
- Kesulitan membedakan huruf yang mirip: Anak mungkin kesulitan membedakan huruf yang memiliki bentuk serupa, seperti "b" dan "d" atau "p" dan "q".
- Kesulitan berima: Anak mungkin mengalami kesulitan dalam memahami dan menghasilkan kata-kata yang berima.
- Keengganan membaca dengan suara keras: Anak mungkin merasa enggan atau cemas saat diminta untuk membaca dengan suara keras di depan orang lain.
- Kesulitan mengucapkan kata-kata baru: Anak mungkin mengalami kesulitan dalam mempelajari dan melafalkan kata-kata baru.
- Kesulitan menghubungkan huruf dengan suara: Anak mungkin kesulitan dalam menghubungkan bunyi huruf dengan simbol tertulis (huruf).
- Kesulitan memahami cara kata-kata dibentuk: Anak mungkin kesulitan dalam memahami bagaimana bunyi-bunyi digabungkan untuk membentuk kata-kata.
- Mencampur urutan bunyi dalam kata: Anak mungkin mencampur urutan bunyi dalam kata saat berbicara atau membaca.