JPMorgan Puji 2 Negara Ini Jadi Titik Terang Pasar Saham hingga M&A di Asia

Di Jepang, aktivitas merger dan akuisisi naik 23 persen dari tahun lalu. Nilai kesepakatan mencapai USD 123 miliar.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Mei 2024, 18:31 WIB
JPMorgan melihat dua negara di Asia yang sangat menarik dalam pergerakan saham dan aktivitas merger dan akuisisi (M&A) (Foto by AI).

Liputan6.com, Jakarta - JPMorgan melihat India dan Jepang menjadi dua titik terang di pasar Asia yang sangat menarik. Hal itu melihat dari pergerakan saham hingga aktivitas kesepakatan merger dan akuisisi di kawasan tersebut.

"Ada Jepang yang sedang “terbakar”. India yang permintaannya sangat tinggi,” ujar Co-head of Global Banking JPMorgan, Filippo Gori, seperti dikutip dari CNBC, ditulis Jumat (24/5/2024).

Indeks Nikkei 225 seperti indeks India Nifty50 menguat hampir 26 persen selama setahun ini, berdasarkan data LSEG.

Di sisi lain, aktivitas merger dan akuisisi merosot secara global pada 2023. Di Jepang, aktivitas tersebut naik 23 persen dari tahun lalu. Nilai kesepakatan mencapai USD 123 miliar. Demikian disampaikan Bain&Company dalam laporan Japan M&A. “Posisi ekonomi Jepang sangat unik, demikian juga pertumbuhan merger dan akuisisi,” dalam laporan itu.

Sentimen di pasar India bersifat bullish dengan sebagian besar pembuat kesepakatan prediksi perbaikan pada 2024, demikian disampaikan analis Bain&Company.

Tahun lalu, nilai kesepakatan M&A di India mencapai USD 136 miliar, turun 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang sejalan dengan penurunan aktivitas M&A secara global, menurut laporan Deloitte India.

“Kepercayaan bisnis dan investor yang berkelanjutan terhadap India dapat membuka jalan bagi pemulihan nilai kesepakatan di negara tersebut,” demikian disebutkan dalam laporan itu.

Negara-negara seperti India dan Jepang juga mendapatkan manfaat dari strategi “China Plus One”, karena investor mencari negara lain di kawasan ini untuk menempatkan uangnya di tengah meningkatnya ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China.

Perusahaan yang ingin memperluas jejak manufaktur mereka di India akan mendorong aktivitas M&A di negara tersebut. “Hal ini dapat dikaitkan dengan konfigurasi ulang rantai pasokan global China Plus One dan kebijakan pemerintah yang menguntungkan seperti skema insentif terkait promosi manufaktur di China,” tulis Deloitte.

 

 


Fokus di Sektor AI

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Sementara itu, raksasa teknologi Amerika Serikat, Apple mengalihkan sebagian produksinya ke India setelah pengendalian COVID-19 yang ketat di China menganggu operasinya di sana, dengan sekitar 14 persen iPhone-nya dilaporkan dibuat di India saat ini.

Aktivitas kesepakatan merger dan akuisisi ini dapat difokuskan pada sektor artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Gori menuturkan, kecerdasan buatan memiliki potensi untuk menambah triliunan dolar Amerika Serikat pada perekonomian global pada 2030.

PwC menuturkan, AI dapat berkontribusi hingga USD 15,7 triliun terhadap ekonomi global pada 2030.

"Jadi minatnya banyak. Apakah hal ini akan mendorong banyak aktivitas pembuatan kesepakatan di belahan dunia ini, saya pikir kita perlu melihat dinamika tertentu. Geopolitik dapat berperan dalam hal ini, jadi saya pikir masih terlalu dini untuk mengatakannya,” ujar Gori.

“Layanan kesehatan dan energi terbarukan pasti akan mendorong banyak aktivitas,” ia menambahkan.


Bursa Saham Jepang Catat Kinerja Terbaik di Asia pada 2023

Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya, Jepang mencatat kinerja terbaik di bursa saham Asia Pasifik pada 2023. Indeks Nikkei 225 naik 28 persen, mencapai level yang belum pernah terlihat sejak 1989.

Dikutip dari CNBC, ditulis Sabtu (30/12/2023), indeks Nikkei 225 membukukan rekor tertinggi pada akhir 1989 seiring gelembung real estate dan saham. Ketika krisis itu terjadi, Jepang terjerumus dalam periode perlambatan ekonomi, yang sering disebut sebagai lost decade di Jepang. Namun, kali ini berbeda.

Harga real estate di seluruh negeri belum melonjak seperti pada akhir 1980-an. Jepang telah mengalami perubahan struktural pada 2023.

Perusahaan-perusahaan telah mencatat kinerja yang lebih baik, sebagian karena melemahnya yen sehingga membuat produk menjadi lebih kompetitif.

Nikkei juga melaporkan, korporasi membelanjakan lebih banyak pada 2023. Investasi modal oleh perusahaan-perusahaan Jepang mencapai rekor 31,6 triliun yen atau sekitar USD 221,03 miliar pada tahun fiskal 2023.

Laporan tersebut mengatakan, investasi ke Jepang yang merupakan dua pertiga dari keseluruhan investasi perusahaan Jepang akan alami persentase pertumbuhan dua digit untuk tahun kedua berturut-turut. Investasi luar negeri juga meningkat 22,6 persen, pertumbuhan dua digit selama tiga tahun berturut-turut.

Minat investor asing juga berperan mendorong kinerja indeks Nikkei yang lebih baik. Hal ini didukung oleh pandangan bullish investor sekaligus miliarder Warren Buffett terhadap saham di Jepang.

Investor asing telah menemukan peluang di Jepang berkat pelemahan yen dan potensi kenaikan yang lebih tinggi pada saham,

Head of Macroeconomic Pictet, Dong Chen menuturkan pada Juni, perusahaan-perusahaan global melakukan diversifikasi rantai pasokan dari China. Hal ini dapat menguntungkan Jepang terutama di sektor kelas atas yang lebih padat teknologi seperti semikonduktor.

"Semua hal ini mengarah ke arah yang benar, kami pikir ada alasan untuk bersikap lebih positif secara struktural terhadap Jepang dibandingkan sebelumnya,” ia menambahkan.

 


Penguatan Yen Bakal Tekan Saham?

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Yen akan mencatat kinerja lebih baik pada 2024, menurut Research Manager Philip Securities Research, Peggy Mak.

Yen Jepang telah melemah sejak awal 2023, menyentuh 151,67 pada 31 Oktober 2023 yang merupakan level terendah terhadap dolar AS sejak 1990. Sejauh ini, yen telah melemah 7 persen.

Mak sekarang antisipasi yen dapat menguat terhadap dolar AS ketika suku bunga global mulai turun. Hal ini seiring pertumbuhan pariwisata, kenaikan upah riil, dan tingkat tabungan yang tinggi yang mendukung yen.

Head of Active Investments for Japan from Blackrock Investments, Yue Bamba menilai, yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk menguat sekitar tahun depan.

“Pandangan kami terhadap mata uang ini adalah menurut kami yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk terapresiasi dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu tidak merugikan pasar saham,” ujar Bamba.

Ke depan, Bank of Japan akan mengalihkan kebijakan moneternya yang sangat longgar dan melonggarkan langkah-langkah pengendalian kurva imbal hasil. Gubernur Bank of Japan (BoJ) Kazuo Ueda pada Februari telah melonggarkan batas atas kebijakan pengendalian kurva imbal hasil yang akibatkan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang menembus level tertinggi dalam 11 tahun.

Namun, Ueda kembali menegaskan pendiriannya kalau BoJ akan pertahankan kebijakan suku bunga negatifnya hingga target inflasi 2 persen dapat tercapai secara berkelanjutan. Suku bunga acuan BoJ saat ini berada di -0,1 persen.

 


Inflasi Jepang

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Inflasi nasional Jepang telah melonjak di atas 2 persen selama 19 bulan berturut-turut. Inflasi yang disebut inti, tidak mencakup harga pangan segar dan energi mencapai 4 persen pada Oktober, telah berada di atas target 2 persen selama 13 bulan berturut-turut.

“Upah riil Jepang meningkat, dan pasar tenaga kerja ketat. Mengingat catatan deflasi Jepang, inflasi cukup baik dan sejauh ini tampaknya sehat,” ujar Chief Market Strategist Lazard Asset Management, Ronald Temple.

Temple menuturkan, pasar akan mengamati “akhir formal” pengendalian kurva imbal hasil. “Kemudian fokus akan beralih ke kapan BoJ akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya,” tutur dia.

Ahli Lombard Odier, Homin Lee menilai, ada 2024 akan menjadi tahun yang solid bagi pertumbuhan upah di Jepang. Ia menuturkan, permintaan tenaga kerja di sektor jasa kuat dan kepercayaan pekerja terhadap serikat pekerja meningkat.

Lee menyoroti, the Japanese Trade Union Confederation prediksi kenaikan upah sebesar 5 persen selama negosiasi upah musim semi pada 2024.

“Indikasi untuk 2024 menunjukkan pertumbuhan upah akan cukup bagi BoJ untuk mempertimbangkan akhiri NIRP,” tutur Temple.

Pertumbuhan upah di Jepang juga akan mendukung konsumsi dan investasi bisnis. Lee prediksi, pertumbuhan ekonomi Jepang sebesar 1,2 persen pada 2024.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya