Membangun Ruang Baca Publik nan Asyik demi Dongkrak Literasi Warga

Peringkat literasi Indonesia masih termasuk posisi buncit di negara-negara di dunia. Inisiatif membangkitkan minat baca sekecil apapun, seperti merancang ruang baca publik nan estetis, perlu diapresiasi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 26 Mei 2024, 08:57 WIB
Salah satu sudut baca di Omah Library. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Literasi masih jadi pekerjaan rumah besar di Indonesia. Tingkatnya tidak menunjukkan perbaikan signifikan. Berdasarkan data Program for International Student Assessment (PISA) 2022 yang dirilis OECD pada Desember 2023, Indonesia masuk dalam daftar 11 negara terbawah dalam kemampuan membaca, jauh di bawah negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia.

Inisiatif sekecil apapun untuk meningkatkan minat baca semestinya diapresiasi. Salah satunya dilakukan oleh Omah Library dan Melek Huruf. Keduanya mencoba menarik pembaca dengan membuka ruang yang didesain atraktif.

Omah Library berlokasi di Tangerang, tepatnya di Taman Vila Meruya. Menempati bangunan di hook, posisinya berada di dalam perumahan elit, tetapi bertetangga dekat dengan semi-perkampungan yang dihubungkan dengan jembatan kecil. 

Didirikan Realrich Sjarief, seorang arsitek pendiri RAW Studio, Omah Library bisa dibilang tidak seperti perpustakaan pada umumnya. Waktu membaca di tempat itu dibatasi hanya dua jam saja karena tempat itu didesain hanya sebagai tempat singgah sementara. Yang datang juga harus reservasi dan membayar sesuai sesi yang akan diikuti, apakah hanya membaca dan bekerja atau ikut tur menjelajahi tempat tersebut secara menyeluruh.

"Ide membuka perpustakaan ini sebenarnya bermula dari hobi menulis, dari saya dan tim, karena kita suka menulis banyak refleksi buku dan arsitektur," kata Rich kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 23 Mei 2024.

Mereka lalu membuka Omah Library pada 2016 memanfaatkan salah satu sudut rumahnya. Buku-buku koleksi pribadinya dan istri mengisi rak buku ruang baca. Mengingat profesinya sebagai arsitek, tak heran koleksi buku yang tersedia mayoritas adalah buku tentang arsitektur serta pengembangan pribadi. Hanya sekitar 10 persen yang non-arsitektural. 

"Saya dan tim percaya bahwa literasi di Indonesia masih rendah, peringkatnya juga termasuk salah satu yang terburuk di dunia. Karena itu, melalui arsitektur, mecoba membuat membaca buku dengan menyenangkan. So, this is perpustakaan for the few people yang bener-bener tertarik, tapi message-nya for the many," ucapnya.


Tempat Refreshing dan Ruang Berbagi

Ruang baca anak di Omah Library. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Tempat itu tidak hanya berfungsi sebagai ruang baca, tetapi multifungsi. Mereka biasa menggelar sesi diskusi bertema arsitektur di sana. Target utamanya adalah mereka yang belajar soal arsitektur dan tertarik pada arsitektur. 

"Acara sharing-sharing selalu kita adakan karena ini buat kami acara yang refreshing. Jadi, idenya lebih ke berbagi kepada komunitas yang ada, karena kalau saya pribadi, Realrich, sudah di studio ada pekerjaan-pekerjaan arsitektur juga. Tapi kalau kita berbagi, kan jadi seperti sebuah escape plan," ucap Rich.

Ilmu tentang arsitektur dimanfaatkan betul dalam merancang tempat yang nyaman bagi semua pengunjung. Mengadopsi konsep bioclimatic architecture, tempat itu seolah ingin menjadi oase dengan tumbuhan menyatu dengan bangunan. Di beberapa area, mereka menyisakan ruang terbuka agar bisa terhubung dengan alam.

Penerapan jendela-jendela besar membuat cahaya alami mudah masuk, sekaligus jadi ornamen estetis. Salah satunya ruang baca yang bertempat di atas toko buku sekaligus ruang administrasi. Ada satu pojok baca favorit sekaligus foto Instagramable. Ada pula ruang baca anak yang menempati bangunan bongkar pasang yang terpisah dari bangunan utama. Bentuknya unik dengan mezanin sebagai ruang tambahan.

"Kita bertumbuh terus sampai sekarang dari 2016, sampai sekarang umur ke-8. Terus bertumbuh aja. Tantangan utamanya adalah bagaimana kita bisa terus berbagi dan berdonasi di perpustakaan ini, meskipun tidak ada yang membantu kami, tapi kami harus berjalan terus," sambungnya.

 


Desain Menarik Penting, tapi...

Suasana di dalam ruang baca Melek Huruf Magelang. (dok. Instagram @melek.huruf/https://www.instagram.com/p/C4BLEO2yKx_/?hl=en&img_index=4/Dinny Mutiah)

Semangat yang sama juga ditunjukkan oleh Melek Huruf, sebuah taman baca di Magelang, Jawa Tengah. Dibuka pada 2023, tempat itu merupakan perwujudan mimpi masa kecil Cristian Rahadiansyah, seorang penulis lepas. Ia ingin membuka taman baca yang bisa diakses publik sekaligus keluar dari Jakarta di usia 40 tahun.

"Ada banyak dinding yang membatasi kita dari buku, termasuk kendala finansial dan kemudahan akses terhadap gawai. Melek Hadir sebagai taman baca yang terbuka untuk publik, menawarkan pengalaman baca yang menyenangkan," kata Nina Hidayat, co-founder Melek Huruf, kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, dalam kesempatan berbeda.

Menyokong itu, selain koleksi buku yang terdiri dari lebih dari 700 judul dari berbagai genre, termasuk agama, sosial, politik, ekonomi, fiksi, dan seni, bangunannya dikonsep semenarik mungkin. Nina menyebut arsitek Marco Kusumawijaya dan Andesh Tomo membantu mereka mendesain taman baca yang mempertimbangkan lingkungan sekitarnya.

"Gaya arsitekturnya Indonesia kontemporer dengan memperhatikan sirkulasi udara yang baik sehingga rumah ini bisa ditinggali dengan minim AC," katanya.

Selanjutnya, interior perpustakaan digarap bersama Kanca Studio yang fokus menciptakan ruang baca yang nyaman dan fungsional. Mereka memaksimalkan ruang yang terbatas untuk beragam kepentingan. Namun, yang terpenting tetaplah bisa menghidupkan ruang tersebut.

"Desain yang baik memang penting, namun bukan semata estetik agar menarik pengunjung," ucap Nina yang juga aktif di Jakarta International Photo Festival itu.

 

 


Ruang bagi Semua

Melek Huruf. (dok. Instagram @melek.huruf/https://www.instagram.com/p/C4BLEO2yKx_/?hl=en&img_index=4/Dinny Mutiah)

Nina menyatakan perpustakaan itu terbuka untuk umum yang dibuka pada 1 Juni 2023. Berusia nyaris setahun, pengunjungnya datang dengan berbagai latar belakang. Ada warga Kabupaten dan Kota Magelang, keluarga dengan anak-anak karena tempat itu ramah anak, mahasiswa yang studi di Magelang, hingga pengunjung luar kota. "Termasuk Yogyakarta, Semarang, dan Temanggung," ucapnya.

Setiap pekan ada sekitar 50 pengunjung yang datang antara Jumat--Senin. Mereka tidak memberlakukan keanggotaan sehingga buku-buku hanya bisa dibaca di tempat.

Seperti di Omah Library, koleksi Melek Huruf berada dari koleksi pribadi sang pendiri yang kemudian diboyong dari Tangerang Selatan, domisili mereka semula, ke Magelang. Koleksi bukunya beragam karena Nina dan Cristian punya minat berbeda.

"Cristian mengoleksi buku-buku sosial-politik, wisata, dan agama; sedangkan Nina banyak membaca buku fiksi dan gender," ucapnya.

Ada pula koleksi yang unik di ruang baca itu, yakni rak buku bertema Magelang. Isinya mulai dari  buku-buku sejarah Borobudur dan Magelang, tokoh-tokoh yang lahir di Magelang (termasuk Jacob Oetama dan Gepeng “Srimulat”), hingga buku-buku terbitan dan karya penulis lokal.

"Donasi buku diterima secara selektif untuk menjaga pilihan buku di Melek Huruf," Nina menambahkan.

Di luar buku dan bangunan, mereka juga menyiapkan beragam fasilitas agar pengunjung makin betah, termasuk warung kopi dan makanan, area kebun untuk piknik, hingga wifi. Jadi, kapan kamu mampir membaca di sana?

 

Infografis rekomendasi buku best seller 2024. (Dok: Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya