Kualitas Udara Jakarta di Urutan Pertama Terburuk di Dunia pada Minggu 26 Mei 2024

Kategori udara tidak sehat, yakni kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

oleh Mevi Linawati diperbarui 26 Mei 2024, 08:36 WIB
Di urutan kota dengan kualitas udara buruk berikutnya adalah Delhi (India) dengan nilai 154, Wuhan (China) 144, Lahore (Pakistan) 135, Shanghai (China) 133, dan Riyadh (Saudi) 131. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kualitas udara di Jakarta pada Minggu pagi (26/5/2024) masuk kategori tidak sehat dan menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. Hal tersebut berdasarkan situs pemantau kualitas udara (IQAir).

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.17 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/ AQI) di Jakarta berada di angka 189 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan materi partikulat (PM2,5) di angka 110 mikrogram per meter kubik atau 22 kali di atas panduan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Demikian dikutip dari Antara.

Kategori tidak sehat, yakni kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika dengan rentang indeks 101-200.

Adapun kategori sedang, yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang AQI 51-100.

Kategori baik, yakni tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang AQI 0-50.

Lalu, kategori sangat tidak sehat dengan rentang indeks 201-300 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

Terakhir, berbahaya di atas 301 atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

 


Urutan Terburuk Selanjutnya

Penampakan polusi udara di langit Jakarta Utara, Senin (29/7/2019). Buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Pemprov DKI Jakarta mengintensifkan penyiraman air di jalan-jalan protokol dan memperbanyak pemasangan generator kabut air (water mist) dalam upaya menekan polusi udara di Ibu Kota yang dirasakan masih tinggi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kota dengan kualitas udara terburuk urutan kedua, yaitu Kinshasa (Kongo) di angka 168, urutan ketiga Delhi (India) di angka 166, urutan keempat Riyadh (Arab Saudi) di angka 134, dan urutan kelima Lahore (Pakistan) di angka 129.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai kebijakan untuk mempercepat penanganan polusi udara.

Ruang lingkup Satgas Pengendalian Pencemaran Udara ini di antaranya menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta, mengendalikan polusi udara dari kegiatan industri dan memantau secara berkala kondisi kualitas udara, hingga dampak kesehatan dari polusi udara.


Pemerintah Diminta Antisipasi Polusi Udara di Jakarta Jelang Musim Kemarau

Kendaraan water canon Brimob Polda Metro Jaya menyemprotkan air di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya melakukan penyemprotan air di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat hingga Patung Pemuda Membangun Senayan sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara dan mengatasi cuaca panas di Ibu Kota. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, wilayah Jakarta diprediksi memasuki musim kemarau pada Mei 2024 hingga mencapai puncaknya pada Juni 2024.

Project Manager untuk Clean Air Catalyst dari World Resources Institute (WRI) Indonesia Satya Budi Utama, mengatakan, penting bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta melalukan antisipasi meningkatnya polusi udara saat musim kemarau melanda.

Menurut Satya, Pemprov Jakarta harus memastikan seluruh pemangku kepentingan terlibat. Dia berpendapat, hal itu guna menjamin langkah yang tepat bisa diambil para pemangku di kebijakan.

"Pemprov DKI belajar dari kejadian tahun lalu. Ini agar pemerintah siap untuk mengantisipasi situasi, dimana ada pengaruh panjang polusi udara karena panjangnya musim kemarau," kata Satya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (9/5/2024).

Satya menyampaikan, inisiatif dini dari Pemprov DKI Jakarta bakal berpengaruh pada upaya mitigasi dan antisipasi penurunan kualitas udara yang cepat dan tepat.

Pemprov DKI Jakarta dinilai perlu menjalin sinergi dengan berbagai pihak untuk merespons perubahan iklim. Salah satunya soal polusi dari emisi sektor transportasi.

"Sebenarnya yang kami lakukan sekarang mengupayakan antisipasi pengurangan polusi meskipun sektornya ada transportasi. Ini bukan hanya dikerjakan satu pihak," ucap Satya.

Satya menuturkan, saat ini pihaknya juga tengah mengkaji terkait pengembangan kawasan rendah emisi serta mendorong perubahan atau transisi dari penggunaan kendaraan pribadi ke dalam sistem transportasi umum di Jakarta.

"Ini merujuk pada perilaku, dimana individu secara bertahap meninggalkan penggunaan kendaraan pribadi mereka dan beralih ke transportasi umum," ujarnya.

Infografis Kualitas Udara di Jakarta Tidak Sehat. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya