Liputan6.com, Port Moresby - Jumat (24/5/2024) lalu bencana tanah longsor melanda sebuah desa terpencil di Papua Nugini. Peristiwa itu menyebabkan banyak penduduk desa meninggal dunia.
Tanah longsor Papua Nugini dilaporkan melanda Desa Kaokalam di Provinsi Enga, sekitar 600 kilometer barat laut Port Moresby, sekitar pukul 03.00 Waktu setempat.
Advertisement
PBB memperkirakan jumlah korban tewas bencana tanah longsor tersebut mencapai 670 orang.
Serhan Aktoprak, kepala misi badan migrasi PBB di negara kepulauan Pasifik Selatan itu mengatakan, revisi jumlah korban tewas didasarkan pada perhitungan pejabat Desa Yambali dan Provinsi Enga.
Diperkirakan lebih dari 150 rumah telah terkubur akibat tanah longsor pada Jumat (24/5). Perkiraan sebelumnya adalah 60 rumah.
Pihak KBRI Port Moresby yang menangani kawasan tersebut mengabarkan bahwa belum ada kabar Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban tewas maupun terluka dalam peristiwa tersebut.
"Pasca bencana tanah longsor di PNG, KBRI Port Moresby telah berkoordinasi dengan otoritas setempat dan komunitas WNI. Sejauh ini, tidak terdapat informasi adanya korban WNI dalam bencana tersebut," ujar Direktur Pelindungan WNI dan BHI Judha Nugraha Kementerian Luar Negeri atau Kemlu RI dalam keterangan tertulisnya yang diterima Minggu (2/5/2024).
"KBRI akan terus memonitor situasi di lapangan," jelas Judha.
Adapun hotline KBRI Port Moresby dapat dihubungi melalui nomor telepon +67573963011.
Banyak Warga Sedang Tidur
Elizabeth Laruma, presiden Asosiasi Wanita dalam Bisnis Porgera, mengatakan bahwa rumah-rumah penduduk rata dengan tanah ketika sisi gunung di dekatnya runtuh, dikutip dari laman ABC, Jumat (24/5/2024).
“Hal ini terjadi ketika masyarakat masih tertidur pada dini hari dan lampu seluruh desa sudah padam,” kata Laruma.
“Dari apa yang saya duga, ada sekitar 100 lebih orang yang terkubur di bawah tanah.”
Tidak jelas apakah layanan darurat telah mengunjungi daerah terpencil tersebut.
Ninga Role, yang berasal dari Kaokalam namun masih kuliah di Madang, mengaku menerima kabar kerusakan tersebut pagi ini.
Dia memperkirakan setidaknya empat kerabatnya tewas akibat tanah longsor.
"Saya merasa sangat sedih," katanya kepada ABC.
"Mereka telah kehilangan nyawa, orang-orang yang mereka cintai, harta benda mereka."
Advertisement
Sulit Menemukan Jenazah Korban
Video yang dibagikan di media sosial menunjukkan warga memanjat batu besar dan menarik jenazah dari reruntuhan dan di bawah pohon.
Tapi ini adalah pekerjaan yang sulit, menurut Role.
"Ada beberapa batu besar, tanaman, pohon. Bangunannya juga roboh,” ujarnya.
"Hal-hal ini membuat sulit untuk menemukan tubuh korban dengan cepat."
Longsor juga memblokir akses jalan ke kota Porgera, tempat tambang emas besar berada.
Konvoi Bantuan Meluncur, AS dan Australia Ulurkan Tangan
Sementara itu, konvoi darurat mengirimkan makanan, air dan perbekalan lainnya pada hari Sabtu (25/5/2024) kepada para korban tanah longsor di sebuah desa terpencil di pegunungan Papua Nugini.
Aktoprak mengakui bahwa jika jumlah rumah yang terkubur yang diperkirakan oleh pemerintah setempat benar maka jumlah korban jiwa bisa lebih tinggi.
"Sebuah tim penilai melaporkan bahwa 100 orang diperkirakan tewas dan 60 rumah terkubur di lereng gunung yang runtuh di Provinsi Enga beberapa jam sebelum fajar pada hari Jumat (24/5)," kata kepala misi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Papua Nugini Serhan Aktoprak, seperti dilansir kantor berita AP.
"Skalanya sangat besar, saya tidak akan terkejut jika ada lebih banyak korban jiwa dibandingkan yang dilaporkan sebelumnya yaitu 100 orang," kata Aktoprak. "Jika 60 rumah hancur maka jumlah korban pasti akan jauh lebih tinggi dari 100."
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengatakan pada hari Jumat bahwa dia akan merilis informasi tentang skala kehancuran dan korban jiwa ketika informasi tersebut tersedia.
Seluruh kebun pangan yang menopang populasi pertanian subsisten di desa tersebut hancur dan tiga aliran sungai yang menyediakan air minum terkubur oleh tanah longsor, yang juga menutup jalan raya utama provinsi tersebut.
"Sebuah konvoi sudah meninggalkan Wabag (ibu kota Enga) membawa makanan, air, dan kebutuhan penting lainnya ke desa yang hancur sejauh 60 kilometer," tutur Aktoprak.
Aktoprak mengatakan bahwa selain makanan dan air, penduduk desa sangat membutuhkan tempat berteduh dan selimut.
"Bantuan akan ditargetkan kepada kelompok yang paling rentan, termasuk anak-anak, perempuan, penyandang disabilitas, dan orang lanjut usia," ujarnya.
Advertisement