5 Respons Berbagai Pihak Usai Heboh Kabar Dugaan Jampidsus Kejagung Dikuntit Anggota Densus 88 Polri

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan kasus penguntitan yang dilakukan oleh oknum Densus 88 tersebut bukanlah inisiatif sendiri, melainkan sebuah tugas.

oleh Farrel Bima Haryomukti diperbarui 27 Mei 2024, 15:35 WIB
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, beredar kabar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah diduga dikuntit oleh oknum Densus 88 Antiteror Polri. Dugaan Jampidsus diduga dikuntit oknum Densus 88 Polri terjadi saat makan di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel).

Adapun Jampidsus Febrie Ardiansyah sendiri, saat ini tengah membongkar dugaan mega korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Terkait hal ini, Pihak Kejagung belum berbicara banyak soal informasi penguntitan tersebut. Kejagung mengatakan hingga kini belum mendapatkan informasi terkait persoalan tersebut.

"Saya belum dapat info juga dari Pak Jampidsus. Sampai saat ini saya belum dapat info apapun tentang itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Sabtu 25 Mei 2024.

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan kasus penguntitan yang dilakukan oleh oknum Densus 88 tersebut bukanlah inisiatif sendiri, melainkan sebuah tugas.

“Itu kalau satu kegiatan pemantauan tentu tidak bisa berdiri sendiri, artinya bukan buat kepentingan perseorangan. Tetapi itu adalah tugas yang sedang dijalankan,” kata Sugeng kepada wartawan, Minggu 26 Mei 2024.

Sugeng menjelaskan penguntitan tersebut berkaitan dengan dua isu.

“Nah ini agak mengejutkan memang ya, yang dipantau ini Jampidsus oleh Densus. Artinya ini satu sesuatu yang serius, IPW melihat dugaan ada dua isu,” ungkap dia.

Isu pertama adalah korupsi, dan isu kedua adalah terkait dengan adanya Konflik kewenangan antara dua lembaga penegak hukum, yakni Polisi dan Kejaksaan.

“Beberapa waktu lalu IPW mendapatkan informasi bahwa kejaksaan begitu intensif terlibat di dalam penanganan kasus tambang. Padahal kasus tambang itu bukan kewenangan kejaksaan, tetapi kejaksaan mengambil dari aspek korupsinya,” ujarnya.

“Karena kasus tambang itu adalah tindak pidana yang menjadi kewenangan Polri. Mulai dari kasus di konawe, kemudian tambang timah, kemudian sekarang IPW mendengar adanya jaksa yang turun di Kaltim. Ini informasi yang di dapat oleh IPW,” tambah dia.

Berikut adalah beberapa respons berbagai pihak terkait kasus penguntitan Jampidsus oleh oknum Densus 88 yang telah dihimpun Tim News Liputan6.com:

 


1. Respon Kejagung

Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Kejaksaan Agung (Kejagung) belum bisa berbicara banyak soal informasi Jampidsus, Febrie Adriansyah diduga dikuntit oleh oknum Densus 88 Antiteror Polri. Pasalnya, Kejagung hingga kini belum mendapatkan informasi soal hal tersebut.

"Saya belum dapat info juga dari Pak Jampidsus. Sampai saat ini saya belum dapat info apapun tentang itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Sabtu 25 Mei 2024.

Untuk itu, dia tak mau berkomentar banyak soal dugaan Jampidsus dikuntit oknum Densus 88. Namun, Ketut menyebut kondisi Febrie saat ini aman.

"(Jampidsus) enggak apa-apa. Saya belum dapat info apa-apa dari beliau," jelas Ketut.

 


2. Respon IPW

Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Terkait kasus penguntitan Jampidsus oleh oknum Densus 88, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa pembuntutan yang dilakukan anggota Densus 88 bukanlah inisiatif sendiri, melainkan sebuah tugas.

“Itu kalau satu kegiatan pemantauan tentu tidak bisa berdiri sendiri, artinya bukan buat kepentingan perseorangan. Tetapi itu adalah tugas yang sedang dijalankan,” kata Sugeng kepada wartawan, Minggu 26 Mei 2024.

Sugeng menjelaskan, pemantauan seperti itu memang suatu metode yang dipakai untuk mengumpulkan bahan keterangan. Namun jadi mengejutkan ketika yang dipantau adalah sosok pejabat dari Kejaksaan Agung.

“Nah ini agak mengejutkan memang ya, yang dipantau ini Jampidsus oleh Densus. Artinya ini satu sesuatu yang serius, IPW melihat dugaan ada dua isu,” ungkap dia.

Sugeng menyebut isu pertama adalah yang diduga terkait penguntitan ini adalah korupsi. Sementara isu kedua adalah terkait dengan adanya Konflik kewenangan antara dua lembaga penegak hukum, yakni Polisi dan Kejaksaan.

“Beberapa waktu lalu IPW mendapatkan informasi bahwa kejaksaan begitu intensif terlibat di dalam penanganan kasus tambang. Padahal kasus tambang itu bukan kewenangan kejaksaan, tetapi kejaksaan mengambil dari aspek korupsinya,” ujarnya.

“Karena kasus tambang itu adalah tindak pidana yang menjadi kewenangan Polri. Mulai dari kasus di konawe, kemudian tambang timah, kemudian sekarang IPW mendengar adanya jaksa yang turun di Kaltim. Ini informasi yang di dapat oleh IPW,” tambah dia.

Meski begitu, Sugeng menyatakan informasi dan pandangannya yang telah disampaikan itu masih perlu ditanyakan kepada kedua instansi Kejaksaan Agung dan Polri. Termasuk dengan kabar penguntitan kepada Jampidsus oleh Densus 88.

“Karena itu apakah ada kaitan dengan dua isu tersebut. Ya ditanyakan kepada masing-masing instansi saja,” tuturnya.

 


3. Respon PBMA

Ketua 1 Pengurus Besar Mathla'ul Anwar (PBMA) Adi Abdillah mengingatkan pentingnya profesionalisme di kalangan aparat penegak hukum.

Dia mengimbau agar semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum, dapat bekerja sesuai aturan perundangan dan tugas pokok serta fungsi (tupoksi) masing-masing.

Pernyataan Adi ini menanggapi beredar kabar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah diduga dikuntit oleh oknum Densus 88 Antiteror Polri.

Adi pun menekankan pentingnya integritas dalam penegakan hukum yang dibuktikan dengan bukti yang valid.

"Setiap tindakan aparat penegak hukum harus berdasarkan bukti yang kuat dan tidak boleh menimbulkan keresahan di masyarakat. Kami katakan demikian berhubung informasi ini belum tervalidasi, yang tampak justru seperti dramatisasi berlebihan," kata dia.

Menurut dia, tindakan Febri yang cepat mengangkat isu dugaan intimidasi tanpa bukti kuat, bisa dianggap sebagai langkah yang dilakukan untuk menarik perhatian publik.

"Jika benar ada ancaman, sebaiknya disampaikan dengan bukti yang jelas dan konkret, bukan dengan cara yang memancing spekulasi," terang Adi.

Lebih lanjut, Adi mengingatkan, politisasi dalam institusi penegak hukum bisa berdampak negatif terhadap profesionalisme dan integritas lembaga tersebut.

 


4. Respon Pakar Hukum Pidana

Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menyampaikan, sering timbul permasalahan dalam penegakan hukum jika jaksa menjadi penyidik dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Pertanyaan akademiknya adalah mengapa jaksa serius mempertahankan wewenang menyidik dalam perkara Tipikor dan tidak tertarik dalam perkara lain, misalnya pembunuhan, perampokan atau pembegalan dan tidak tertarik menyidik perkara terorisme,” tutur Muzakir kepada wartawan, Minggu 26 Mei 2024.

Menurut Mudzakir, tindak pidana korupsi memang perkara pidana yang seksi dan menjadi rebutan para penegak hukum, terutama bagi Kejaksaan.

“Kredit macet (dibuat) Tipikor, padahal sudah ada jaminan harta benda di bank. Di mana letak kerugian keuangan negara dan Tipikornya? Kan dasar pinjamannya perdata yaitu perjanjian kredit dengan jaminan,” ungkapnya.

Alhasil, ketika sampai pada tahap persidangan hakim lantas menolak dan membebaskan para terdakwa dikarenakan menilai bahwa perkara tersebut hanyalah sebatas kasus perdata. Seperti misalnya kasus Surya Darmadi, di mana kerugian negara dalam dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group lebih dari Rp104,1 triliun, yang ditangani Jampidsus Kejagung Febrie Andriansyah malah disunat Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman pidana uang penggantinya dari Rp42 triliun menjadi Rp2 triliun saja.

Untuk itu, Mudzakir menyatakan lembaga pengawas seperti Komisi Kejaksaan RI dan Dewan Pengawas KPK RI kurang optimal dalam melalukan tugas dan fungsinya.

“Menurut analisis saya begitu (pengawasan kurang optimal), sebagai pengawal dan pengawas lembaga profesional di bidang penegakan hukum yakni Dewas pada KPK dan Komisi Kejaksaan pada Kejaksaan RI,” ujar Pakar Hukum Pidana UII ini menandaskan.

 


5. Respon Menkopolhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto memberikan respons positif terkait kasus penguntitan Jampidsus oleh oknum Densus 88.

"Ingat ya, (Kapolri dan Jaksa Agung) sudah gandengan loh," ucap Hadi kepada wartawan.

Pada saat itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menunjukkan momen keakrabannya ditengah kasus penguntitan yang sedang hangat.

Momen ini terjadi saat Kapolri dan Jaksa Agung menghadiri acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia di Istana Negara Jakarta, Senin 27 Mei 2024.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya