Liputan6.com, Jakarta - Transisi energi terbarukan jadi prioritas pemerintah Australia. Targetnya, 82 persen energi terbarukan digunakan pada 2035. Bauran energi tersebut termasuk dalam upaya Pemerintah Australia untuk memenuhi tujuan utama nol emisi di 2050.
“Transisi energi merupakan salah satu produk pemerintah dan strategis. Ini adalah salah satu misi kami, untuk memastikan bahwa kami benar-benar mengubah basis energi yang kami miliki saat ini,” ujar Anoulack Chanthivong MP, Minister for Industry and Trade Australia saat ditemui di Sidney (21/5/2024).
Advertisement
Mengubah basis energi diakui Chanthivong bukan perkara mudah. Bahkan perubahan ini membuat pola ekonomi juga berganti. Sistem ekonomi baru akan diterapkan untuk mencapainya.
“Australia diberkati dengan banyaknya sumber daya alam, namun hal ini juga berarti bahwa kita akan menghadapi tantangan untuk beralih ke perekonomian baru. Tingkat perubahan tersebut sebenarnya cukup struktural dan cukup signifikan. Namun demikian, kita harus berubah karena itulah yang sedang terjadi di dunia. Oleh karena itu, kita harus menantikan seperti apa perekonomian baru di masa depan.”
Australia sebagai eksportir batu bara kedua terbesar di dunia akan terdampak oleh penerapan transisi energi terbarukan ini. Bukan sekadar batu bara, tapi ekosistem yang menyertainya juga terkena efek. Namun target transisi ini membuat ketergantungan akan batu bara dan bahan bakar fosil akan turun sejalan dengan waktu.
“Saya tidak akan menyangkal bahwa kita tidak menggunakan batu bara. Kami tetap menggunakan batu bara. Namun demikian, sebagai bagian dari perjalanan ini, kami perlu memastikan bahwa kami menggunakan sumber daya yang kita miliki dalam perspektif tersebut dan mencoba berinvestasi pada sumber daya baru,” jelas Chanthivong.
Investasi Energi Terbarukan Lebih Murah
Berdasarkan data geoscience pemerintah Australia pada 2023, jumlah batu bara hitam di Australia sebanyak 6 persen atau menempati peringkat keenam dunia. Terbesar dimiliki Amerika Serikat (31 persen), Rusia (21 persen), China (13 persen), India (8 persen) dan Afrika Selatan (7 persen).
Sementara untuk batu bara coklat, Australia diperingkat pertama dengan jumlah 25 persen dunia. Negara Kanguru ini merupakan produsen dan pengekspor utama batu bara.
Pada tahun 2008 Australia menyumbang sekitar 6% produksi batu bara hitam dunia dan menduduki peringkat keempat produsen batu bara terbesar setelah China (45 persen), Amerika Serikat (18 persen) dan India (8 persen). Australia menyumbang sekitar 8 persen produksi batubara coklat dunia dan menduduki peringkat kelima sebagai produsen batubara terbesar setelah Jerman (20 persen), China (11 persen), Amerika Serikat (9 persen), Rusia (9 persen) dan Yunani (8 persen). persen).
Berdasarkan data di atas, transisi energi terbarukan bukan perkara mudah bagi Australia. Transisi energi yang tujuannya membersihkan lingkungan hidup, harus mengorbankan banyak hal. Butuh pengembangan teknologi, adaptasi masyarakat dan juga biaya besar untuk peralihan ini. Tapi kalau soal biaya, risiko menggunakan energi kotor saat ini tetap tidak akan lebih murah dari pada pengembangan dan pemanfaat energi terbarukan.
“Biaya perubahan itu signifikan. Namun menurut saya dampak yang ditimbulkan jika kita tidak melakukan perubahan justru lebih besar, terutama segi dampak lingkungan. Faktanya, dunia sedang bergerak menuju energi yang lebih bersih. Jika kita tidak berinvestasi dalam keterampilan orang-orang dan teknologi yang dibutuhkan, mendorong penelitian dan pengembangan yang lebih besar di bidang akademis, kita akan tertinggal dan keadaan Australia akan lebih buruk, secara ekonomi dan intelektual,” papar pria yang dilahirkan di Laos ini.
Advertisement
Masyarakat Butuh Jaminan dan Kepastian
Transisi energi terbarukan yang digulirkan Pemerintah Australia butuh sosialisasi yang massif. Sektor pertambangan batu baru paling terdampak dari aturan ini. Pengurangan produksi dan ekspor batu bara membuat masyarakat beralih mata pencaharian.
“Pemerintah perlu bekerja sama dengan industri dan masyarakat untuk memastikan bahwa jika perubahan ini ingin terjadi, maka harus ada langkah lanjutan,” jelas Anoulack Chanthivong.
Pemerintah Australia menyadari bahwa masyarakat terutama di sektor pertambangan butuh pekerjaan baru untuk menyambung hidup. “Mereka ingin ikut dalam perjalanan perubahan, namun mereka juga harus tahu bahwa mereka perlu mempunyai kesempatan untuk bekerja dengan gaji yang baik, dan untuk menghidupi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan komunitas mereka. Jadi itulah peran pemerintah sehingga kami selalu mencari cara untuk mendiversifikasi perekonomian dan juga mulai mengembangkan perekonomian baru,” tambah Chanthivong meyakinkan.
Saat ini, selain energi matahari, Australia mengembangkan energi hidrogen dan angin untuk menggantikan energi ‘kotor’ dari batu bara dan bahan bakar fosil.
Net Zero Plan
Rencana Net Zero Pemerintah Australia merupakan aksi untuk memperlambat perubahan iklim.Australia terikat dengan Perjanjian Paris, dan berkomitmen terhadap tujuan global untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 °C dan mengupayakan menjaga pemanasan di bawah 1,5 °C.
Net Zero Plan akan memandu transisi mereka dalam menuju target emisi gas rumah kaca nol pada tahun 2050.Bersamaan dengan NZP, Pemerintah Australia juga akan menetapkan target pengurangan emisi tahun 2035 yang ambisius namun dapat dicapai. NZP akan melanjutkan kebijakan pengurangan emisi pemerintah Australia saat ini.
Ada 4 bagian dari rencana tersebut, yakni, mekanisme pengamanan, 82 persen target listrik terbarukan, skema investasi pembangkit listrik, dan standar efisiensi kendaraan baru.
Advertisement