Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan kinerja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan keseimbangan primer hingga April 2024. Dalam catatannya, APBN 2024 masih dalam posisi surplus dengan rincian Rp 75,7 triliun atau 0,33 persen.
"Kinerja APBN 2024 april terlihat bahwa APBN dan keseimbangan primer masih dalam posisi surplus," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Advertisement
Sri Mulyani menjelaskan kondisi surplus ditopang oleh pendapatan negara Rp924,9 triliun atau 33 persen dari target APBN dan belanja negara Rp849,2 triliun atau 25,5 persen dari pagu anggaran.
Meski begitu pendapatan negara jika dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama mengalami penurunan yakni 7,6 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan belanja negara tumbuh sebesar 10,9 persen (yoy).
Bendahara negara itu menuturkan menurunnya pendapatan negara pada April 2024, karena tahun lalu pemerintah masih mendapatkan windfall harga dari berbagai komoditas.
"Namun kalau dilihat dari tingkat pendapatan negara yang kita kumpulkan terjadi penurunan dibanding tahun lalu, teman-teman rasakan masih ingat memang kita mendapatkan windfall dari banyak komoditas yang meningkat jadi ada 7,6 persen penurunan (yoy) dari pendapatan negara pada akhir April," jelas dia.
Belanja Pemerintah Pusat
Kemudian di sisi lain, realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) hingga April 2024 mencapai Rp591,7 triliun atau 24 persen dari pagu anggaran, tumbuh 13,2 persen (yoy).
"Pertumbuhan realisasi BPP utama ta dipengaruhi oleh pembayaran THR dan akan ternormalisasi pada kuartal II," terangnya.
Realisasi BPP sebesar Rp591,7 triliun terbagi menjadi dua, antara lain belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp304,2 triliun atau 27,9 persen dari pagu dan belanja non K/L Rp287,6 triliun atau 20,9 persen dari pagu.
"Belanja K/L dipengaruhi oleh pembayaran JKN/KIS, penyaluran berbagai program bansos, pembangunan infrastruktur dan dukungan pelaksanaan pemilu," imbuhnya.
"Belanja non K/L dipengaruhi oleh realisasi energi dan pembayaran manfaat pensiun," sambungnya.
Reporter: Ayu
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani Ungkap Beban APBN di Tengah Tak Menentunya Harga Komoditas
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap tekanan terhadap keuangan negara dari pergerakan harga komoditas. Termasuk dampaknya dari naik-turunnya harga minyak dunia dan baru bara.
Dia menyadari, kedua komoditas tersebut nyatanya memiliki dampak besar ke ekonomi Indonesia. Beberapa kasusnya pernah terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini.
"Jatuh bangunnya harga komoditas tentu menyebabkan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5/2024).
"Pada saat harga tinggi memacu pertumbuhan melalui eksternal baik ekspor maupun permuntaan doemstik. Sementara pada sata harga jatuh pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan berat," ia menambahkan.
Dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2025, dia merinci sejumlah tantangan kas negara dari fluktuasi harga komoditas energi.
Misalnya, melonjaknya harga Minyak mentah Brent ke level USD 115 per barel pada Juni 2014 kemudian mengalami penurunan tajam ke titik terendah USD 28 per barel pada Januari 2016.
Advertisement
Harga Minyak
Selanjutnya, pada masa pandemi Brent 2020 harga minyak turun pada level terendah yaitu USD 23 per barel. Namun, karena ketegangan geopolitik dan timbulnya perang di Ukraina, harga minyak melonjak hingga ke level USD 120 per barel pada Juni 2022.
"Pada tahun 2023, harga minyak turun tajam kembali menjadi USD 65 per barel, kemudian naik ke USD 90 (per barel) di awal 2024 akibat perang Gaza di Palestina," bebernya.
Tak cuma itu, dia mencatat harga batu bara yang pernah melambung ke 430 USD per ton pada September 2022. Lalu, mengalami penurunan tajam ke level USDZ 127 per ton pada November 2023.
"Harga CPO juga pernah (turun) terendah USD 544 per ton pada Juli 2019, kemudian (mengalami) lonjakan mencapai USD 1.800 dolar per ton pada Maret 2022," tegasnya.