Bantuan Makanan untuk Warga Gaza Membusuk karena Perbatasan Rafah Ditutup, Krisis Kelaparan Memburuk

Perbatasan Rafah telah ditutup selama tiga minggu setelah Israel meningkatkan serangan militernya di wilayah selatan Gaza.

oleh Asnida Riani diperbarui 28 Mei 2024, 11:00 WIB
Penyerangan Israel memaksa 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi dan 60 persen infrastruktur rusak atau hancur. (AP Photo/Mahmoud Essa)

Liputan6.com, Jakarta - Persediaan bantuan makanan yang menunggu untuk masuk ke Gaza dari Mesir mulai membusuk karena perbatasan Rafah telah ditutup selama tiga minggu. Kondisi ini membuat orang-orang di wilayah kantong Palestina menghadapi krisis kelaparan yang semakin parah.

Melansir TRT World, Selasa (28/5/2024), Rafah adalah titik masuk utama bantuan kemanusiaan, serta beberapa pasokan komersial sebelum Israel meningkatkan serangan militer di perbatasan Gaza pada 6 Mei 2024. Pihaknya juga mengambil kendali kebijakan penyeberangan di sisi Palestina.

Para pejabat Mesir dan sejumlah sumber mengatakan, bantuan kemanusiaan tersendat akibat aktivitas militer. Mereka juga menyebut Israel perlu menyerahkan kembali perbatasan Rafah pada Palestina sebelum titik masuk dan keluar itu mulai beroperasi kembali.

Israel dan Amerika Serikat telah meminta Mesir, yang juga khawatir akan risiko pengungsi Palestina dari Gaza, agar mengizinkan perbatasan dibuka kembali. Sementara itu, simpanan bantuan di jalan antara persimpangan sisi Mesir dan kota al-Arish, sekitar 45 km barat Rafah dan titik kedatangan sumbangan bantuan internasional, telah menumpuk.

Salah satu sopir truk, Mahmoud Hussein, mengatakan bahwa barang-barang bantuan untuk warga Palestina yang dimuat ke kendaraannya selama sebulan lambat laun rusak di bawah sinar matahari. Sebagian bahan makanan dibuang, sebagian lain dijual dengan harga murah.

"Apel, pisang, ayam, dan keju, banyak yang busuk, ada yang dikembalikan dan dijual seperempat harganya," katanya sambil berjongkok di bawah truknya untuk berteduh. "Saya minta maaf karena bawang yang kami bawa paling-paling akan dimakan hewan karena ada cacing di dalamnya."

 


Bantuan Kemanusiaan Berhenti Selama 3 Minggu

Anak-anak menunggu sambil memegang panci kosong bersama pengungsi Palestina lainnya untuk mendapatkan makanan menjelang berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 16 Maret 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Pengiriman bantuan untuk Gaza melalui Rafah dimulai pada akhir Oktober 2023, dua minggu setelah dimulainya serangan militer Israel di wilayah kantong Palestina. Aliran bantuan sering kali terhambat inspeksi Israel dan aktivitas militer di Gaza, sementara jumlahnya selalu jauh di bawah kebutuhan, kata para pejabat setempat.

Sejak 5 Mei 2024, tidak ada truk yang melintasi Rafah dan sangat sedikit yang melintasi perbatasan Kerem Shalom di dekat Israel, menurut data PBB. Jumlah bantuan yang menunggu di Sinai utara Mesir kini sangat besar, dan beberapa di antaranya telah tertahan selama lebih dari dua bulan, kata Khaled Zayed, Kepala Bulan Sabit Merah Mesir di wilayah tersebut.

"Beberapa paket bantuan memerlukan suhu tertentu. Kami berkoordinasi mengenai hal ini dengan spesialis yang sangat terlatih dalam penyimpanan makanan dan pasokan medis," katanya. "Kami berharap perbatasan akan dibuka kembali sesegera mungkin."

Di Gaza, ada juga kekhawatiran mengenai kualitas pengiriman makanan yang tertunda sebelum Rafah ditutup, atau melalui penyeberangan lain. Petugas medis dan polisi yang biasa memeriksa barang-barang yang masuk ke Gaza tidak dapat melakukannya selama serangan Israel, kata Ismail al Thawabta, direktur kantor media pemerintah Palestina di Gaza.

 


Tidak Layak Konsumsi

Warga Palestina di Rafah, Gaza kesulitan mendapatkan makanan. (AP Photo/Fatima Shbair)

Al-Thawabta berujar, "Ada masalah besar karena banyak barang yang masuk ke Jalur Gaza tidak layak untuk digunakan manusia dan tidak sehat." Karena itu, Kementerian Kesehatan setempat mengeluarkan pernyataan peringatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa mereka harus memeriksa barang-barang bantuan sebelum memakannya atau membagikannya pada keluarga mereka.

Krisis ini terjadi di tengah serangan militer Israel yang terus berlanjut. Setidaknya 45 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka ketika Israel menargetkan sebuah kamp pengungsi dan rumah-rumah di kota Rafah, Gaza selatan, kata sumber dan pejabat medis, Minggu, 26 Mei 2024.

"Pembantaian Rafah kemarin menyebabkan 45 orang syahid, termasuk 23 perempuan, anak-anak, dan orang tua. Ada 249 lainnya terluka," kata Kementerian Kesehatan Gaza dalam sebuah pernyataan. Serangan itu terjadi di dekat pangkalan logistik Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Tal al Sultan, kata Kantor Media Gaza.

Pesawat Israel menargetkan beberapa tenda di daerah tersebut, kata kantor berita tersebut. Mereka juga menyebut bahwa rudal dan bom seberat dua ribu pon digunakan dalam serangan yang dimaksud.


Pesan dari Israel

Bola api terlihat setelah serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Palestina, Minggu (23/2/2020). Selain di Jalur Gaza, pasukan Israel juga melancarkan serangannya ke Damaskus di Suriah. (SAID KHATIB/AFP)

Sebelumnya, pasukan pertahanan sipil Gaza mengatakan pihaknya mengangkut 50 orang, termasuk korban tewas dan terluka, setelah pemboman tersebut. Daerah yang ditargetkan menampung sedikitnya 100 ribu pengungsi, katanya.

Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina dalam pernyataan mengatakan, kru ambulansnya sedang memindahkan para korban ke pusat kesehatan terdekat. Serangan itu menyebabkan kebakaran di daerah tersebut yang masih berkobar setidaknya sampai kemarin, Senin, 27 Mei 2024, menurut saksi mata.

"Kami menyelamatkan sejumlah anak-anak yang jadi korban pemboman Israel, termasuk seorang anak tanpa kepala dan anak-anak yang tubuhnya telah terpotong-potong," kata seorang paramedis Palestina pada Anadolu.

Kantor media dalam pernyataannya, mengacu pada Mahkamah Internasional, mengatakan, "Pembantaian Rafah adalah pesan yang jelas dari Israel pada ICJ dan komunitas internasional bahwa serangan terhadap warga sipil di Gaza terus berlanjut." Pihaknya mencatat bahwa setidaknya 190 warga Palestina telah terbunuh dan terluka dalam 24 jam terakhir karena tentara Israel menargetkan lebih dari 10 tempat penampungan bagi para pengungsi di Gaza.

Banner Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Sumber Foto: AP Photo)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya