Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pemerintah akan mengkalkulasi kemampuan fiskal negara sebelum mengevaluasi kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dia menyampaikan pemerintah akan melihat seberapa tinggi kenaikan harga minyak dunia.
"Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat. Harganya, harga minyaknya sampai seberapa tinggi," kata Jokowi kepada wartawan di Istora Senayan Jakarta, Senin 27 Mei 2024.
Advertisement
Dia memastikan pemerintah akan mengkalkulkasi dengan matang dan menyeluruh, sebelum menentukan perubahan harga BBM pada Juni 2024. Jokowi menyadari bahwa kenaikan harga BBM nantinya akan berdampak pada lonjakan harga barang-barang lain.
"Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajad hidup orang banyak. Bisa memengaruhi harga, bisa memengaruhi semuanya kalau urusan minyak," jelas Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan harga BBM yang berada di bawah kelolaan PT Pertamina (Persero) tidak akan naik hingga Juni 2024. Meskipun saat ini situasi di Timur Tengah memanas imbas konflik antara Israel dan Iran.
"Kemarin udah kita bahas, jadi kita masih nahan (harga BBM Pertamina) sampai Juni. Kalau ini tidak berkesudahan konflik kan harus ada langkah yang pas," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Adapun revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM jadi salah satu strategi untuk menahan harga di tengah gejolak konflik saat ini.
"Nah, sebetulnya kan Perpres 191 itu kan memang untuk mengalokasikan kepada yang berhak subsidi, itu dulu yang perlu diterapkan ya. Jangka pendek itu satu, harus ada jaminan supply," imbuh Menteri ESDM.
Harga BBM Pertamina Masih Akan Bertahan
Menurut dia, harga BBM milik Pertamina masih akan bertahan hingga Juni dengan mempertimbangkan masa pemulihan (recovery). Pemerintah disebutnya tidak ingin masyarakat kena beban biaya tambahan imbas konflik Israel vs Iran.
"Tapi selanjutnya kita akan ambil Perpres ini untuk supaya tepat sasaran. Kan banyak yang enggak kepakai kan sekarang. Kan banyak yang ketemu, nimbun, itu perlu kita benahin," tegas Arifin.
Lebih lanjut, ia turut memaparkan langkah selanjutnya pasca Juni 2024. Pasalnya, Indonesia saat ini masih mengimpor sekitar 240 ribu BOPD minyak mentah (crude) dari berbagai macam negara, salah satunya Arab Saudi.
Kemudian, Indonesia juga masih melakukan impor BBM ekuivalen 600 ribu BOPD dari tiga negara yang menawarkan harga paling kompetitif, yakni Singapura, Malaysia dan India.
Advertisement