Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Masyarakat dan Pers di Surabaya Bawa 6 Tuntutan

Suryanto mengungkapkan, beberapa pasal di RUU Penyiaran itu bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 28 Mei 2024, 20:03 WIB
Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menggelar aksi damai menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menggelar aksi damai menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran di Surabaya.

Massa aksi yang berasal dari Perwarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PMI DK Surabaya dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) ini membawa enam tuntutan.

 

"Revisi Undang-undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik," ujar Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Suryanto di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (28/5/2024).

Dia mengungkapkan, beberapa pasal di RUU Penyiaran itu bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

"Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama," ucap pria yang akrab disapa Kebo ini.

Dia mengatakan, pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media.

"Ini dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2," ujarnya.

Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

Disamping itu adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

"Untuk itu kami menuntut DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini," ucap Kebo.

"Serta harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," imbuh pria berkacamata ini.

Ketua AJI Surabaya Eben Haezer Panca menambahkan, dalam RUU Penyiaran ini independensi media terancam.

"Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E," ujar Eben.

Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif. Seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya

"Kami menuntut dan menyerukan memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif dan pegiat media sosial di Surabaya khususnya, untuk turut serta menolak RUU Penyiaran ini," ucap Eben.

"Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa lanjutan jika tuntutan kami tidak dipenuhi," tambah Eben.

Lebih lanjut, Koordinator Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, pihaknya menduga RUU Penyiaran ini bakal jadi alat pemerintah untuk melemahkan praktik demokrasi di Indonesia.

"Revisi UU Penyiaran ini kami menduga bahwa ini adalah upaya dari rezim Jokowi di akhir periodenya sengaja memberikan kado buruk untuk membungkam praktik demokrasi di Indonesia," kata Fatkhul.

 


6 Tuntutan Koalisi Masyarakat dan Pers:

Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menggelar aksi damai menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
  1. Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik
  2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia
  3. Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat
  4. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers
  5. Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi
  6. Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.
Infografis Konsep Future Smart Forest City di IKN Nusantara. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya