Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) memberikan komentarnya terhadap Penerbitan PP No 21/2024 terkait iuran tapera sebesar 3% per bulan.
Dalam tanggapannya, Ketua Umum Konfederasi KASBI, Sunarno meminta pembatalan PP 21/2024 tersebut.
Advertisement
Ia mengaku unsur serikat buruh yang mewakili buruh tidak pernah diajak untuk berdialog atau diskusi untuk membahas aturan tersebut. Sunarno menilai, prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah tidak dilakukan sebelum penerbitan PP 21/2024.
“Bahwa kaum Buruh sudah bekerja keras dan membayar pajak Negara, maka buat konsep kenaikan upah buruh Indonesia secara layak dan adil agar hidup buruh bermartabat dan mampu mencukupi kebutuhan dasar : makanan bergizi, pakaian baik, tempat tinggal layak dan nyaman, kesehatan terjamin, pendidikan berkwalitas, transportasi dan informasi memadai dan modern,” ujar Sunarno dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (28/5/2024).
Buruh Sudah Sulit
Ia menyebut, dalam PP 21/2024 belum mencakup pemahaman tentang kesulitan yang dihadapi komunitas buruh selama ini.
Isu-isu itu mulai dari upah rendah, status kerja rentan dan mudah di PHK, pemberangusan serikat buruh, maraknya sistem kerja outsourcing, K3 buruk, hingga pelanggaran hak-hak normatif.
“Potongan-potongan gaji buruh saat ini sudah sangat besar, tidak sebanding dengan besaran kenaikan upah buruh yang sangat kecil,” jelas dia.
Daftar Potongan Gaji
Potongan-potongan ini yaitu BPJS Kesehatan 1%, Jaminan Hari Tua (JHT) 2 %, Jaminan Pensiun 1%, PPH 21 (take home pay) 5% dari PTKP, potongan koperasi, kemudian tambah Tapera 2,5 % dari buruh.
“Sehingga Jika upah buruh 2 juta s.d 5 juta/bulan. Maka potongan upah buruh bisa mencapai Rp.250.000 s.d 400.000 an/bulan,” lanjutnya.
“Potongan Tapera jelas membebani buruh, mengingat dengan adanya potongan upah tersebut lantas buruh tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat,” tambah Surnano.
Advertisement
Saran ke Pemerintah
Sunarno menyarankan, agar Pemerintah seharusnya berfokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari Anggaran Negara.
“Bukan malah memotong gaji buruh yang kecil tersebut sebagai modal investasi. Atau bahkan dengan mengotak-atik Dana BPJS untuk modal investasi ekonomi makro yang tidak bisa dipertanggung jawabkan,” ucapnya.
“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” ia menyebutkan.