Liputan6.com, Jakarta - Tagar All Eyes on Rafah atau "Semua mata tertuju pada Rafah" sedang ramai di lini massa. Seruan menyusul kebakaran berkobar menyusul serangan Israel di daerah yang dianggap aman bagi pengungsi Palestina di Rafah, Gaza Selatan, pada Minggu, 26 Mei 2024.
Mengutip dari laman Aljazeera, Selasa (28/5/2024), Jalur Gaza sedang berada di bawah tekanan yang lebih jauh setelah tentara Israel mengintensifkan pemboman di daerah Tal as-Sultan di Rafah dan bagian lain dari wilayah kantong tersebut. Ini terjadi sehari setelah serangan terhadap sebuah kamp di Rafah yang menewaskan 45 warga Palestina.
Advertisement
Rafah adalah sebuah kota di Gaza. Israel berjanji untuk terus melanjutkan serangannya di Rafah meskipun ada kecaman global.
Militer Israel telah melakukan operasi terbatas di Rafah sejak awal Mei 2024. Mengutip dari livemint, seruan "All Eyes on Rafah" akhirnya membanjiri media sosial, ketika beberapa orang di seluruh dunia datang untuk memberikan dukungan kepada warga Palestina yang tinggal di Gaza yang dilanda perang.
"'Semua mata tertuju pada Rafah' adalah ungkapan yang mengacu pada genosida yang sedang berlangsung di Rafah, Gaza, dengan lebih dari 1,4 juta warga Palestina mencari perlindungan," tulis akun Kedutaan Besar Iran di India dalam unggahan di X yang dulunya Twitter.
Seperti diketahui, Israel terus melancarkan serangan udara di wilayah tersebut. Padahal negara itu menghadapi kemarahan global dan perintah Mahkamah Internasional (ICJ), yang menuntut Israel untuk mengakhiri operasi militer di wilayah tersebut.
Seruan Warganet Global
All Eyes on Rafah menjadi trending topic di X, dengan berbagai video serta seruan untuk penghentian serangan Israel yang disebut layaknya genosida. "ISRAEL MELAKUKAN GENOSIDA!!! ALL EYES ON RAFAH!!!" tulis seorang warganet di X (Twitter).
"ISRAEL baru saja MEMBOM pengungsi di dekat gudang UNRWA di barat laut Rafah ALL EYES ON RAFAH!" yang lain menulis untuk meramaikan hastag tersebut.
"ALL EYES ON RAFAH. JANGAN MELIHAT JAUH. JANGAN DIAM. INI HOLOCAUST RAFAH. INI ADALAH GENOSIDA. INI ADALAH PEMBERSIHAN ETNIS.#AllEyesOnRafah #FreePalestine," seru warganet lainnya.
Sementara itu, dalam sebuah langkah bersejarah namun "simbolis", tiga negara Eropa yaitu Spanyol, Irlandia dan Norwegia yang secara resmi mengakui negara Palestina. Diketahui sekitar setengah penduduk Gaza, atau lebih dari satu juta orang, tinggal di Rafah, kota paling selatan di perbatasan Mesir. Kebanyakan dari mereka telah melarikan diri lagi sejak Israel melancarkan serangan terbatas ke sana awal bulan ini.
Advertisement
Disebut Sebagai Pembantaian
Sebelumnya Israel melancarkan serangan ke Rafah pada Minggu malam, 26 Mei 2024, hanya beberapa jam setelah Hamas melancarkan rentetan roket ke wilayah Tel Aviv, yang sebagian besar dapat dicegat. Setidaknya 45 orang tewas dan 200 lainnya terluka setelah serangan Israel menghantam kamp pengungsian di Rafah, lapor CNN, menurut kantor media pemerintah di Gaza.
Sementara itu, militer Israel mengatakan bahwa serangan hari Minggu di wilayah Rafah selatan telah menargetkan dan membunuh dua agen senior Hamas. Namun hal ini juga memicu kebakaran yang dikutuk oleh warga Palestina dan banyak negara Arab sebagai "pembantaian".
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin menyebut serangan yang dilakukan negaranya terhadap kamp tersebut sebagai "kesalahan tragis." Serangan itu memicu kemarahan global terhadap Israel. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan Israel "harus mengambil segala tindakan pencegahan untuk melindungi warga sipil".
Mesir mengutuk "penargetan warga sipil yang tidak berdaya". Mereka menyebutnya sebagai bagian dari "kebijakan sistematis yang bertujuan memperluas cakupan kematian dan kehancuran di Jalur Gaza agar tidak dapat dihuni".
Kejahatan Perang
Yordania menuduh Israel melakukan "kejahatan perang yang berkelanjutan", Arab Saudi mengutuk "pembantaian yang terus berlanjut", dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah "untuk meminta pertanggungjawaban orang-orang barbar dan pembunuh ini". Sementara Qatar mengutuk “pelanggaran berbahaya terhadap hukum internasional” dan menyuarakan “kekhawatiran bahwa pemboman tersebut akan mempersulit upaya mediasi yang sedang berlangsung” menuju gencatan senjata.
Sekitar satu juta orang telah melarikan diri dari serangan Israel di Rafah sejak awal Mei, badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan pada hari Selasa. Namun, banyak warga Palestina yang mengeluh bahwa mereka rentan terhadap serangan Israel ke mana pun mereka pergi dan mereka terus berpindah-pindah di Jalur Gaza dalam beberapa bulan terakhir.
UNRWA mengatakan penerbangan dari Rafah menjadi tempat yang tidak aman untuk dituju. Di tengah pemboman, kekurangan makanan dan air, tumpukan sampah dan kondisi kehidupan membuat kehidupan di sana tidak layak.
Advertisement