6 Alasan Mengapa Paham Salafi Mudah Masuk Muhammadiyah

Menurut Direktur Institut Studi Islam Indonesia, Solikh Al Huda, manhaj dakwah Salafi sedang bertransformasi ke warga Muhammadiyah, sehingga berdampak terjadi pola baru ber-Muhammadiyah

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 29 Mei 2024, 02:00 WIB
Ilustrasi sholat (Photo by Thirdman from Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Salafi dan Muhammadiyah adalah dua hal yang berbeda, meskipun masih ada yang menganggap keduanya sama. Belakangan kelompok Salafi diklaim sudah memengaruhi warga Muhammadiyah. Akhirnya muncullah istilah Musa alias Muhammadiyah rasa Salafi.

Sebelum lebih jauh, perlu ditegaskan bahwa kelompok Salafi di sini bukan Salafiyah Syafi'iyah yang identik dengan Nahdlatul Ulama, melainkan Salafi kontemporer alias Salafi Mu’ashirah.

Disebut Salafi karena metode beragamanya mengikuti para Salafus Salih, yakni Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. Metode beragama orang Salafi diistilahkan dengan manhaj Salaf.

Menurut Direktur Institut Studi Islam Indonesia, Solikh Al Huda, manhaj dakwah Salafi sedang bertransformasi ke warga Muhammadiyah, sehingga berdampak terjadi pola baru ber-Muhammadiyah. Berdasarkan pengamatannya, setidaknya terpotret ada beberapa pola sikap sosial keagamaan yang ditampilkan oleh Muhammadiyah rasa Salafi alias Musa di lapangan.

Pertama, Musa cenderung ingin menampilkan perilaku sosial keagamaan dalam kesehariannya seperti yang dipraktikkan oleh generasi salafus salih. Menurut paham mereka, semua perilaku keseharian para salafus salih dianggap bagian dari sunnah Nabi Muhammad SAW.

“Seperti memelihara jenggot, berjubah, bagi wanita menggunakan cadar, memakai celana isbal (celana di atas mata kaki), makan dengan tiga jari, mentradisikan makan kurma, olahraga renang, berkuda dan panahan. Juga mengharamkan musik dan hiburan,” tulisnya dikutip dari laman pwmu.co. Selasa (28/5/2024).

“Pola sikap sosial keagamaan tersebut sebelumnya tidak tampak dalam perilaku sosial keagamaan Muhammadiyah. Bahkan, ada beberapa hal yang tidak sepaham dengan Himpunan Tarjih Muhammadiyah (HPT),” tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Karakter Muhammadiyah Rasa Salafi

Ilustrasi Sholat Hajat (Sumber: Pixabay)

Kedua, Musa gencar menyosialisasikan jargon Ihyaussunnah, menghidupkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW. Contohnya, gerakan sholat subuh berjemaah.

Sebenarnya, hal tersebut sudah menjadi tradisi warga Muhammadiyah. Hanya saja tidak diformalkan dalam bentuk spanduk atau pamflet di publik. 

“Sementara oleh Musa cenderung diformalkan. Hal ini yang tidak ada sebelumnya di tradisi Muhammadiyah,” tulis Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.

Ketiga, Musa cenderung gemar mengungkit kembali masalah khilafiah fiqihnya. Seperti, tata cara gerakan sholat, tata cara makan, tata cara puasa, niat sholat, dan sebagainya. Juga mengungkit kembali persoalan khilafiyah sosial-keagamaan, seperti ziarah kubur, tawasul, cara berpakain, tata cara sholawat, maulid nabi, dan sebagainya. Mereka menganggap hal itu merupakan bagian perilaku bid’ah dan harus dimurnikan kembali.

Keempat, Musa dalam berinteraksi atau berkomunikasi antarsesama warga sering menggunakan idiom-idiom bahasa Arab. Fenomena ini disebut Arabisme sosial. Di mana pola interaksi semacam ini sebelumnya jarang ada di Muhammadiyah.

Pola interaksi komunikasi antarwarga Muhammadiyah biasanya menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa setempat.


Mengapa Salafi Mudah Masuk Muhammadiyah?

Ilustrasi gerakan sholat (Wikipedia.org)

Mengutip laman pwmjateng.com, Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah, H. Ali Trigiyatno menguraikan beberapa alasan mengapa kelompok Salafi mudah memengaruhi warga Muhammadiyah. Setidaknya, ada enam faktor, berikut uraian dan penjelasannya. 

1. Doktrin Manjah Tarjih Bersifat Terbuka dan Toleran

Doktrin manhaj tarjih memang bersifat terbuka dan toleran. Doktrin ini di satu sisi mencerahkan, namun juga mengandung kelemahan. Celah ini jelas akan memudahkan orang luar masuk dan diterima di lingkungan Muhammadiyah. 

Salafi paham betul itu, di antara ormas Islam yang ada, yang paling mudah ditembus Salafi adalah warga Muhammadiyah. Salafi kesulitan masuk dan diterima di lingkungan LDII atau NU.

2. Kekurangan SDM

Muhammadiyah sendiri di beberapa tempat terkadang kekurangan sumberdaya manusia (SDM) yang kober ngurusi masjid dan mushola termasuk membina kajian dan pengajian di lingkungan AUM.

Salafi punya SDM melimpah, tapi mereka terkadang belum punya masjid atau tempat kajian tersendiri di daerah itu. Akhirnya seperti teori supply and demand, maka mudahlah Salafi masuk dan begitu pula mudahnya warga Muhammadiyah menerimanya.

3. Kemiripan Pemahaman dalam Akidah dan Ibadah

Adanya kemiripan dan banyaknya persamaan ajaran juga menjadi faktor yang memudahkan Salafi masuk dan diterima di kalangan Muhammadiyah. Persamaan dimaksud misalnya dalam hal ide pemurnian akidah dan ibadah, anti TBC, penekanan pada pengamalan al-Qur`an dan as-Sunnah, juga adanya kesamaan ibadah seperti tidak qunut subuh, tidak baca ushalli, dan lain-lain.


Mengapa Salafi Mudah Masuk Muhammadiyah? (Lanjutan)

Ilustrasi sholat tasbih (dok.Freepik)

4. Pendekatan Kelompok Salafi Lihai

Pendekatan sebagian orang Salafi yang cukup lihai dalam mendekati pimpinan atau takmir masjid. Mereka datang dengan sopan dan manis, menawarkan kajian di mana ustadz dan snack serta transport mereka yang mengurusi dan nanggung. Setelah itu mereka siap menyumbang untuk perbaikan masjid dan sarananya, akhirnya mereka mudah diterima.

5. Dai Muhammadiyah Abai

Ada pimpinan dan juga dai-dai Muhammadiyah yang terkesan abai dalam mengisi kekosongan atau dahaga keagamaan di warga persyarikatan. Kajian jarang, pengajian sepi, tema terlalu umum, elitis dan melangit. 

Sedang tema-tema praktis sehari-hari sering kurang tersentuh seperti masalah thaharah, sholat, berpakaian, berumah tangga, bermuamalah dan lain lain jarang dibahas di kajian maupun pengajian di cabang dan ranting. Kekurangan ini terbaca dan dimanfaatkan oleh ustadz Salafi untuk masuk atau diundang.

Sebagian warga Muhammadiyah rindu sekaligus menyukai fatwa yang tegas dan hitam putih, tidak ambigu dan ‘mbulet’. Kebanyakan ustadz Salafi bisa memenuhi selera itu. Model ini disukai sebagian jemaah yang tidak suka mikir tinggi-tinggi atau ‘ndakik-ndakik’. Mereka lebih mantap dengan jawaban ini haram, ini bid’ah, itu terlarang dan yang sejenis yang tegas dan ‘thas-thes’.

6. Masifnya Kajian Ustadz Salafi di Medsos

Intens dan masifnya kajian ustadz-ustadz salafi dakwah terutama di medsos, sehingga walaupun secara nominal jumlahnya sedikit namun terasa mendominasi kajian di medsos. Akhirnya dai-dai mereka lebih dikenal luas dan sedikit banyak warga Muhammadiyah tertarik untuk mengundang mereka.

Enam alasan itu merupakan hasil pengamatan Ali Trigiyatno di lapangan. Menurut dia, masuknya kelompok Salafi memberi dampak kurang menguntungkan bagi warga dan persyarikatan. 

“Ke depan perlu langkah-langkah untuk mengantisipasi dan membendung pengaruh ini, terutama dampak atau pengaruh yang merugikan atau tidak sejalan dengan manhaj tarjih Muhammadiyah,” sarannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya