Liputan6.com, Gaza - Pasukan Israel menyerang sekelompok tenda di sebelah barat Kota Rafah di Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 21 orang. Demikian menurut pejabat medis Palestina.
Serangan pada hari Selasa (28/5/2024) menghantam daerah al-Mawasi dekat Rafah, yang telah ditetapkan sendiri oleh Israel sebagai zona kemanusiaan.
Advertisement
Militer Israel sebelumnya mendorong warga Palestina di Rafah untuk mencari perlindungan di daerah tersebut, sementara mereka terus melanjutkan serangannya di kota Gaza selatan.
Menurut Reuters, setidaknya 12 dari mereka yang tewas adalah perempuan dan mereka yang berada di wilayah tersebut sebelumnya merupakan pengungsi dari wilayah lain di Jalur Gaza. Demikian seperti dilansir Middle East Eye.
Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh menyebut serangan terbaru sebagai pembantaian. Dia menyerukan penerapan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pekan lalu agar Israel menghentikan serangannya terhadap Rafah.
Tragedi pada hari Selasa ini terjadi menyusul serangan Israel yang dikutuk secara luas terhadap kamp pengungsi Palestina Tel al-Sultan di Rafah, yang menewaskan sedikitnya 45 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Sebanyak 249 orang lainnya terluka, beberapa di antaranya luka parah, termasuk luka bakar parah dan patah anggota tubuh.
Tragis dan Menghancurkan
Selama tiga minggu terakhir, serangan Israel di Rafah telah menyebabkan hampir satu juta warga Palestina meninggalkan kota di Gaza Selatan itu dan berpencar ke wilayah yang luas. Sebagian besar dari mereka telah mengungsi beberapa kali selama perang Israel Vs Hamas yang sudah berlangsung hampir 8 bulan di Jalur Gaza.
Situasi tersebut diperburuk oleh penurunan drastis jumlah makanan, bahan bakar, dan pasokan lain yang sampai ke PBB dan kelompok bantuan lainnya untuk didistribusikan kepada masyarakat. Sebagian besar warga Palestina harus berjuang sendiri untuk memukimkan kembali keluarga mereka dan mencari dasar untuk bertahan hidup.
"Situasinya tragis. Ada 20 orang di tenda, tanpa air bersih, tanpa listrik. Kami tidak punya apa-apa," kata Mohammad Abu Radwan, seorang guru sekolah yang tinggal di tenda bersama istri, enam anaknya, dan keluarga besar lainnya, seperti dilansir kantor berita AP.
"Saya tidak bisa menjelaskan bagaimana rasanya hidup dalam pengungsian terus-menerus, kehilangan orang yang Anda cintai. Semua ini menghancurkan mental kami."
Abu Radwan melarikan diri dari Rafah segera setelah serangan Israel terhadap kota tersebut dimulai pada tanggal 6 Mei 2024, di mana pengeboman terjadi di dekat rumah tempat dia berlindung. Dia dan tiga keluarga lainnya membayar USD 1.000 untuk kereta keledai yang membawa mereka ke pinggiran Khan Younis, sekitar 6 kilometer jauhnya, di mana mereka memerlukan waktu seharian tinggal di luar sebelum dapat mengumpulkan bahan-bahan untuk mendirikan tenda darurat.
Di samping tenda, mereka menggali parit toilet, menggantungkan selimut dan pakaian bekas di sekelilingnya untuk privasi.
Advertisement
Operasi Militer Israel di Rafah Meluas
Sebagian besar dari mereka yang melarikan diri dari Rafah telah masuk ke zona kemanusiaan yang berpusat di Muwasi, sebuah wilayah pesisir yang sebagian besar tandus. Zona tersebut diperluas ke utara dan timur hingga mencapai tepi Khan Younis dan pusat Kota Deir al-Balah, yang keduanya juga dipenuhi penduduk.
"Seperti yang bisa kita lihat, tidak ada yang bersifat 'kemanusiaan' di wilayah ini," kata kepala operasi Dewan Pengungsi Norwegia di Jalur Gaza Suze van Meegen yang memiliki staf yang beroperasi di Muwasi.
Menurut kesaksian dari Mercy Korps, sebagian besar zona kemanusiaan tidak memiliki dapur amal atau pasar makanan, tidak ada rumah sakit yang beroperasi, hanya ada beberapa rumah sakit lapangan dan bahkan tenda medis yang lebih kecil yang tidak dapat menangani keadaan darurat, hanya membagikan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik jika mereka memilikinya.
"Ini hanya masalah waktu sebelum masyarakat mulai menderita akibat kerawanan pangan," kata kelompok tersebut.
"Daerah Muwasi sebagian besar berupa bukit pasir pesisir tanpa sumber air atau sistem pembuangan limbah. Dengan banyaknya kotoran manusia yang disimpan di dekat tenda dan sampah yang menumpuk, banyak orang menderita penyakit pencernaan seperti hepatitis dan diare, serta alergi kulit dan kutu."
Israel mengatakan serangannya di Rafah sangat penting untuk tujuan perangnya: menghancurkan Hamas di Jalur Gaza setelah serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023, yang diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 orang lainnya dari Israel selatan. Serangan membabi buta Israel di Jalur Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas, sebut otoritas Kesehatan Palestina, telah menewaskan sekitar 36.000 orang.
Kelompok bantuan kemanusiaan telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa serangan terhadap Rafah akan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. Sejauh ini, operasi Israel belum mencapai rencana invasi besar-besaran, namun telah meluas selama tiga minggu terakhir dari bagian timur Rafah hingga tengah kota.