Emiten Bakal Rights Issue, Investor Diimbau Cermati Hal Ini

Rights issue merupakan langkah bagi beberapa emiten agar bisa mendapat pendanaan murah untuk menunjang kebutuhan ekspansi di tengah era suku bunga yang cukup tinggi pada 2024.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Mei 2024, 11:17 WIB
Webinar bertajuk ‘Pantau Aksi Korporasi dan Saham yang Berpotensi Delisting’ yang digelar oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest), 27 Mei 2024. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Hingga April 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan daftar 41 emiten yang berisiko dihapus pencatatannya dari bursa saham atau delisting. BEI melaporkan 41 emiten tersebut telah disuspensi lebih dari 6 bulan.

Disamping itu, memasuki pertengahan 2024, terdapat beberapa perusahaan melakukan banyak aksi korporasi yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham, mulai dari merger & akuisisi, pembagian dividen, buyback saham, delisting, hingga right issue.

Rights issue merupakan langkah bagi beberapa emiten agar bisa mendapat pendanaan murah untuk menunjang kebutuhan ekspansi di tengah era suku bunga yang cukup tinggi pada 2024. Demikian dikutip dari keterangan resmi, Rabu (29/5/2024).

Investor retail diingatkan agar bijak memperhatikan tujuan dari rights issue, karena rights issue memberikan sentimen yang cenderung negatif berupa ‘delusi kepemilikan saham’. Penurunan kepemilikan saham ini menyebabkan penurunan porsi dividen yang akan diterima nantinya.

Hal ini menjadi bahasan dari Webinar bertajuk ‘Pantau Aksi Korporasi dan Saham yang Berpotensi Delisting’ yang digelar oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest) pada Senin, 27 Mei 2024. Melalui webinar ini, Sinarmas Sekuritas mengajak para retail investor untuk menganalisis bagaimana dampak aksi korporasi tersebut terhadap pergerakan harga sahamnya.

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas (SimInvest, Ike Widiawati menggarisbawahi pentingnya para investor retail untuk jeli dalam memantau berbagai aksi korporasi atau potensi terjadinya delisting terhadap saham yang mereka miliki.

 


Imbauan kepada Investor

Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Kami mengingatkan pentingnya para investor retail untuk melihat saham-saham yang tengah memiliki agenda untuk melakukan rights issue, pantau bagaimana kondisi sahamnya sebelum dan setelah aksi korporasi tersebut.”

"Selain itu investor retail juga bisa cermat melihat berbagai emiten yang tengah hangat diperbincangkan antara lain peluang merger dan akuisisi. Seperti perkembangan negosiasi FREN dan EXCL ataupun PTRO-CUAN. Serta tidak ketinggalan isu NCKL yang berencana mengakuisisi tambang nikel baru,” ia menambahkan.

Sinarmas Sekuritas menyarankan agar investor retail tetap up-to-date dengan informasi tentang saham-saham yang berisiko delisting. Ini akan membantu para investor untuk merencanakan investasi mereka dengan lebih bijaksana sesuai dengan tujuan dan risiko yang mereka hadapi.


Sinarmas Sekuritas Ramal IHSG Tembus 8.150 pada 2024, Saham 'Pandawa 5' Jadi Jagoan

Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Sinarmas Sekuritas atau SimInvest memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sentuh 8.150 pada 2024. Head of Institutional Research PT Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy menjelaskan, ada dua garis waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level tersebut.

"Kita memasang target itu 7.800 sampai 8.150. Cuma untuk mencapai itu kita mungkin butuh dua timeline. Jadi kami tidak melihat ini terjadi dalam waktu cukup cepat," kata dia dalam webinar SimInvest - Bond Market Update, Kamis (14/3/2024).

Adapun garis waktu atau time frame yang dimaksud adalah Februari-Juli dan Juli-Desember. Untuk Februari-Juli, IHSG diperkirakan berada pada posisi 7.400, dengan skenario pemilu satu putaran.

"Dan kita lihat bahwa Juli sampai Desember itu targetnya bisa 7.800 sampai 8.150. Artinya ada peluang mungkin by mid-year kita mencapai 7.800. Jadi secara teknikal kita cukup bullish untuk IHSG," imbuh Isfhan.

Untuk saham pilihan, Isfhan menyebutkan ada lima emiten yang jadi jagoannya, disebut pandawa-5. Penamaan ini merujuk pada bursa Amerika Serikat (AS) yang memiliki Magnificent Seven, yakni kelompok saham-saham antara lain Microsoft, Apple, Amazon, Facebook, Netflix, dan semacamnya.

Sementara di dalam negeri, saham Pandawa 5 yang dimaksud berisi Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

 


Saham Pilihan

Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Saya coba track dari 2013, kelima saham ini merupakan saham yang wajib ada di portofolio investor asing. Dan kalau diperhatikan dari 2021 sampai 2023, investor asing itu masuk terus secara kumulatif secara tahunan," ujar Isfhan.

Sebagai gambaran, pada Februari 2024, lima saham ini berhasil mencatatkan inflow dari investor asing sebesar Rp 8,5 triliun. Angka itu sekitar 90 persen dari total aliran dana investor asing yang tercatat sebesar Rp 9,3 triliun. Sementara sejak 2021 sampai saat ini, total dana asing di pasar saham tercatat sebesar Rp 102 triliun. Di mana Rp 85 triliun di antaranya lari ke saham Pandawa-5.

"Artinya powerful banget kalau kita memiliki lima saham ini. Kami melihat dari 5 saham ini sebenarnya masih punya potential gain itu ada di BCAA ini BUY targetnya di 11.700 BRI di 7.200 targetnya," kata Isfhan. Sementara untuk BMRI dan BBNI bisa ADD. BMRI dengan TP 8.200 dan BBNI dengan TP 7.100. Adapun TLKM BUY dengan TP 4.700

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya