Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengejar pengembalian kerugian negara di kasus LNG Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) dan PT Pertamina (Persero).
Pihak KPK akan mengejar CCL dan meminta mereka menyerahkan uang pengganti. Hal itu seperti disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Advertisement
Dia menyebut, nilainya sebesar USD 113,84 juta atau sekitar Rp1,8 triliun. KPK mengklaim sudah melakukan komunikasi dengan aparat penegak hukum di Amerika Serikat.
"Kita sebetulnya lebih fokus kepada bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara untuk asset recovery-nya. Supaya kita bisa mengambil uang negara yang keluar akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan," ujar Asep.
Persoalannya selama pemeriksaan saksi dan proses pengadilan, pihak CCL tidak pernah dihadirkan. Hal ini disampaikan Praktisi Hukum Augustinus Hutajulu.
"Corpus tidak pernah didengar di persidangan. Dan dia (Corpus) tidak terdakwa. Dia (Corpus) tidak terikat pada putusan perkara kita," ujar Augustinus.
Menurutnya, KPK bisa mengejar uang pengganti ke CCL, jika pengadilan AS juga mengadili CCL.
"Itu bisa jika AS sebut dia (CCL) korupsi juga. Dia diadili di AS sana, dia dinyatakan korupsi. Baru bisa. Ini kan tidak. Jadi saksi pun tidak, sepanjang yang saya tahu," kata Augustinus, melalui keterangan tertulis, Senin (22/7/2024).
Augustinus juga menilai, harusnya penyidik dapat memintai keterangan pihak Corpus. Karena penyidik sudah dua kali berangkat ke AS.
"Pada 2023 lalu misalnya, penyidik KPK ke Amerika Serikat bahkan bersama pegawai Pertamina. Mereka hendak menemui CCL. Sayangnya KPK tidak berhasil menemui CCL dan meminta keterangannya," papar dia.
Status Kasus Belum Inkracht
Di sisi lain, Augustinus menilai, saat ini kasus LNG belum berstatus inkracht van gewijsde.
"Artinya, putusan pengadilan tinggi masih bisa berubah. Sampai putusan kasasi. Kalau dia kasasi. Siapa tahu dia bebas," ucap dia.
Augustinus meyakini pihak CCL juga tidak akan mungkin memberikan triliunan rupiah kepada Indonesia. Pasalnya, kata dia, yang dianggap uang pengganti oleh Hakim, adalah keuntungan secara bisnis bagi Corpus.
"Apa iya mau, Corpus Christi mau merugikan dirinya? Bagi saya itu, ini nggak masuk akal. Masa Corpus disuruh mengembalikan keuntungannya. Ini bisnis kok. Kecuali corpus-nya mau charity," terang dia.
Menurutnya, jika KPK ngotot meminta uang pengganti, bisa jadi Corpus memutus kontrak dengan Pertamina. Dampaknya bisa merugikan Pertamina, kata Augustinus, karena Pertamina sudah memiliki pembeli LNG Corpus.
"Bisa juga Corpus putuskan kontrak. Kalau dia dibuat repot dan dikejar-kejar terus, dia putuskan kontraknya," terang Augustinus.
Advertisement
Bisa Rugikan Pertamina
Ketua Indonesia Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof mengingatkan bahwa jika Corpus sampai memutuskan kontrak penjualan LNG ke Pertamina, akan merugikan perusahaan plat merah itu. Pasalnya, kata dia, selama ini Pertamina sudah mendapatkan harga gas murah dari Corpus.
"Apalagi permintaan gas saat ini meningkat, sehingga Pertamina bisa jual dengan untung yang berlipat. Sekarang gap kekurangan gas terjadi akibat turunan produksi hulu dan kebutuhan meningkatkan," ujar Aris.
Aris mengatakan, Corpus sudah berkomitmen akan memasok LNG ke Pertamina untuk dijual lagi, hingga 2039.
"Kalau terhenti maka kita harus mencari penggantinya," ucap dia.
Aris menilai, persoalannya mencari pengganti supplier LNG bukan perkara mudah. Selain harus memulai kontrak bisnis lagi, kata dia, Pertamina juga akan kesulitan mencari harga yang murah di tengah kondisi permintaan gas yang tinggi.
"Apalagi, Pertamina sudah memiliki kontrak dengan konsumen. Jika pasokan LNG Pertamina tidak dikirim, bisa-bisa kata Aris seperti masalah PT PGN dengan Gunvor," kata dia.
"Akan jadi masalah. Jadi seperti case Gunvor. Punya commitment menjual tapi nggak punya sumber LNG," jelas Aris.