Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak hari internasional yang diperingati di dunia. Salah satunya hari sandal jepit sedunia yang jatuh pada 29 Mei. Mengapa sampai ada yang merayakan barang seperti sandal jepit?
Ternyata hari ini lekat hubungannya dengan sebuah kafe waralaba asal Amerika Serikat, Tropical Smoothie Cafe. Pada 2007, kafe smoothie buah-buahan segar tersebut mengadakan acara pengumpulan dana untuk kegiatan amal.
Advertisement
Mereka berkampanye dengan setiap pelanggan yang datang dengan sandal jepit, akan diberikan smoothie gratis dan mendonasikan keuntungan mereka untuk anak-anak penderita penyakit mematikan, seperti lupus, kanker, dan penyakit ginjal. Cara itu ternyata menarik minat pengunjung.
Sejak awal kampanye ini dimulai, kafe tersebut bisa mengeluarkan dana lebih dari USD150 ribu atau setara dengan Rp2,4 miliar. Bahkan, pada 2012, kafe ini mampu mengumpulkan dana hingga USD365 ribu atau hingga Rp5,9 miliar. Sejak saat itu, tanggal 29 Mei dirayakan sebagai Hari Sandal Jepit Sedunia.
Di luar itu, sandal jepit punya makna filosofis yang mendalam di balik bentuknya yang sederhana dan santai. "Sandal desain flip-flop memiliki makna lebih dari sekadar alas kaki. Sandal ini menjadi simbol kebebasan yang mengajak orang sekitar untuk beristirahat dari kesibukan sehari-hari," ujar Lee Walker, Vice President of Footwear and Active di Kanmo Group, dalam rilis yang disampaikan pada acara National Flip Flop Day 2024 oleh Havaianas di Jakarta Selatan, Rabu, 29 Mei 2024.
Walker menambahkan bahwa konsep sandal jepit yang saat ini dipakai di mana-mana berasal dari Brazil dengan sebutan Ginga. Arti dari kata ini adalah sebuah konsep yang sering digunakan untuk mendeskripsikan gerakan yang fleksibel namun tetap penuh percaya diri.
Sudah Ada Sejak 4000 Tahun Lalu
Konsep ini terinspirasi dari teknik tarian Brasil dan bela diri, seperti capoeira. Ketika diterapkan sebagai gaya hidup, konsep Ginga diterapkan menjadi simbol kesantaian, kebebasan, dan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, fleksibilitas, serta hubungan yang kuat dengan akar budaya Brazil.
Dikutip dari The Independent, sandal jepit, diperkirakan berasal dari Mesir Kuno sekitar 4.000 tahun lalu. Jenis alas kaki ini muncul dalam mural yang menggambarkan desain bertatahkan permata yang dikenakan oleh Firaun.
Sandal jepit tertua yang masih ada saat ini dipajang di British Museum, Inggris, dan berasal dari masa sekitar 1.500 SM. Seiring berjalannya waktu, bahan yang digunakan untuk membuat sandal jepit berubah dari papirus, daun lontar, dan jerami menjadi plastik dan karet.
Sandal kuno ini pertama kali muncul dalam budaya Barat setelah Perang Dunia Kedua, dan kemudian Perang Korea, ketika tentara membawanya kembali dari Jepang sebagai oleh-oleh. Versi karet modern dipakai terutama di pantai atau kolam renang sepanjang tahun 1950-an dan 1960-an.
Sandal jepit berganti nama dari satu negara ke negara lain. Jika di Jepang disebut zori dan digunakan untuk mengajari anak berjalan, di budaya lain disebut plugger, jandal, atau thong. Penggunaan kata flip-flop merupakan istilah yang relatif modern yang berasal dari era 1960-an saat sandal dipakai baik sebagai pernyataan fesyen maupun untuk fleksibelitas saat cuaca panas.
Advertisement
Ada Varian Eco-friendly Terbuat dari Alga Laut
Pada 2020, para peneliti di Universitas California San Diego telah mengembangkan sandal jepit yang terbuat dari bahan dasar alga untuk membantu memerangi polusi plastik di seluruh dunia. Dilansir dari CNN, tim peneliti yang bekerja di California Center for Algae Biotechnology ini menggunakan ilmu kimia dan biologi untuk mengubah alga menjadi polimer terbarukan yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai produk biodegradable.
Salah satu produk pertamanya adalah sepasang sandal jepit, yang diharapkan para peneliti akan menarik perhatian terhadap polusi plastik yang meluas dalam pasokan air dunia. Proses pembuatan sandal jepit diawali dengan menumbuhkan alga di kolam, kemudian memisahkannya dari air hingga menjadi pasta kental.
Selanjutnya, para peneliti mengekstraksi semua lipid, atau lemak, dari alga dan memprosesnya melalui berbagai langkah kimia untuk memecahnya menjadi potongan-potongan kecil yang digunakan untuk membuat polimer. Terakhir, polimer dituangkan ke dalam cetakan sandal jepit.
Setelah ratusan kali mencoba, para peneliti berhasil menciptakan busa bahan sandal jepit yang mengandung 52 persen biocontent dan 48 persen minyak bumi. Dalam waktu lima tahun, mereka berharap bisa membuat produk yang 100 persen menggunakan bahan terbarukan. Karena bahannya yang terbuat dari alga, sandal jepit ini akan membusuk dan terurai dalam waktu 18 minggu.
Havaianas Luncurkan Koleksi Baru
Lewat acara piknik, brand sandal jepit Havaianas yang berasal dari Brazil mengumumkan salah satu koleksi terbaru mereka untuk musim panas tahun 2024 ini. Koleksi yang berisikan berbagai waran cerah ala musim panas tersebut memiliki bentuk square toe box yang dinamakan square slim oleh Havaianas.
Sandal jepit ini juga memiliki tali dengan hiasan warna-warni dan menarik, namu tetap terlihat sederhana. Konsep "Sense" yang menjadi nama koleksi ini berasal dari salah satu filosofi tenang dan rileks yang seharusnya bisa diciptakan lewat pemakaian sandal jepit.
Havaianas mengusung tema "Sense" agar orang-orang selalu sadar akan kapasitas dan energi yang dikerahkan untuk kerja seharian serta untuk tidak lupa mengambil waktu untuk beristirahat. Lewat acara piknik ini, Havaianas menekankan pentingnya untuk merasakan kembali semua indera perasa kita, mulai dari penciuman, perasa, hingga penglihatan.
Hal tersebut diimplementasikan lewat kegiatan yoga, melukis sandal jepit, meminum teh chrysanthemum, menikmati pemandangan hutan kota yang menakjubkan, hingga merasakan kembali rasa masakan yang sering terlewat saat kita makan. Selanjutnya, Havaianas akan terus meluncurkan koleksi-koleksi baru sepanjang 2024 yang akan diumumkan ke depannya.
Advertisement