Nilai Kerugian Kasus Korupsi Timah Bertambah Jadi Rp 300 Triliun, Terbesar dalam Mega Skandal Korupsi

Kasus korupsi timah ini paling besar, melewati sejumlah mega skandal korupsi terkenal lainnya semisal BLBI Rp138,44 triliun, Pengelolaan dana pensiun PT Asabri Rp22,78 triliun,

oleh Muhammad AliTim News diperbarui 30 Mei 2024, 07:59 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022. Salah satunya adalah Direktur Utama PT Refined Bangka. (Liputan6.com/Nanda perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 telah menjadi skandal korupsi terbesar. Dengan nilai kerugian negara yang jumlahnya fantastis.

Hal itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan total kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Nilai itu setelah dilakukan audit dengan komparasi berbagai alat bukti, dan berdiskusi dengan enam ahli terkait.

"Yang kemudian sampai pada kesimpulan ada kerugian keuangan negara sebesar 300,003 triliun. Angka detail sampai ke digit terakhir nanti kami akan jelaskan di persidangan," ujar Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari saat konferensi pers, Rabu (29/5/2024).

Penyebab kerugian itu, disampaikan Agustina, karena ada kelebihan pembayaran harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar 2,85 triliun. Lalu, ada pembayaran biji timah ilegal yang dilakukan PT Timah kepada para mitra dengan total biaya sebesar 26,649 triliun.

"Ketiga kerugian keuangan negara karena adanya kerusakan lingkungan yang dihitung oleh (Ahli) profesor Bambang Hero Saharjo sebesar 271,06 triliun," jelasnya.

Menurutnya, dari jumlah kelebihan bayar sewa, penjualan bijih timah ilegal ditambah dampak ekologi. Maka didapatlah angka kerugian negara mencapai kurang lebih Rp300 triliun.

Semua itu dimasukkan menjadi kerugian negara, karena akibat nilai kerusakan ekologis yang kedepan harus ditanggung negara. Sebab, dari tindakan korupsi ilegal timah, telah berdampak pada penurunan nilai aset lingkungan.

"Karena dalam konteks neraca sumber daya alam dan lingkungan, kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan," pungkasnya.

Kasus kerugian negara ini menjadi yang paling besar, melewati sejumlah mega skandal korupsi terkenal lainnya semisal BLBI Rp138,44 triliun, Pengelolaan dana pensiun PT Asabri Rp22,78 triliun, dan kasus Korupsi PT Jiwasraya Rp16,8 triliun.

 


Kawasan Menjadi Rusak

Pada kesempatan yang sama, Ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo menjelaskan akibat korupsi ini, wilayah Bangka Belitung telah mengalami kerusakan lingkungan pada area-area yang menjadi lokasi pertambangan timah.

Kerusakan itu telah dipastikan dari hasil uji laboratorium terhadap sampel-sampel tanah hingga vegetasi yang diambil dari lokasi pertambangan.

"Setelah ada hasil analisa laboratorium, berdasarkan hasil sampel yang kita ambil, maka dipastikan wilayah tersebut sudah rusak," ujar Bambang.

Dari situlah didapat angka sebesar Rp271,6 triliun sesuai indikator dan parameter yang jelas. Oleh karenanya Bambang membantah apabila nilai Rp271,6 triliun disebut sebagai potensi kerugian semata atau potensial loss.

"Semua itu diukur, tidak dikira-kira dan parameternya sudah jelas, dan sehingga tidak ada istilah potensial loss, itu adalah betul-betul total loss. Jadi ada ekologis yang terganggu, kemudian yang kedua adalah ekonomi lingkungan yang rusak, dan yang ketiga itu adalah pemulihan yang harus dilakukan," jelas dia.

Pasalnya, Bambang menyebut apabila tidak terjadi kerusakan maka negara bia mendapatkan keuntungan baik dari segi keuangan maupun lingkungan. Namun akibat korupsi ini, negara malah harus memikirkan pemulihan lahan yang tidak sedikit.

"Kalau tidak dipulihkan tanggung jawab siapa, dari investigasi yang ada apapun alasannya PT Timah harus tanggung jawab terhadap apa yang terjadi," pungkasnya.

 


Kerugian Negara

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan secara resmi kerugian negara akibat dari praktik dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Pengumuman uang tersebut disampaikan sebagai hasil audit dari lembaga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kasus tersebut, dari hasil awal Rp271 triliun menjadi Rp300,003 triliun.

“Hari ini Hasil penghitungan cukup lumayan fantastis yg sekula kita perkirakan sekitar Rp271 triliun ini adalah mencapai sekitar Rp300 triliun,” ucap Burhanuddin saat jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5).

Burhanuddin mengatakan kerugian negara tersebut termasuk dalam lingkup kerugian real atau nyata akibat dampak ekologis ekonomis dan rehabilitasi lingkungan

“Dan tentunya untuk teman-teman ketahui bahwa perkara timah telah memasuki tahap akhir pemberkasan. Diharapkan dalam seminggu ke depan sudah dilimpahkan ke pengadilan,” ucapnya.

Sementara dalam kasus ini, total tersangka sudah ada 21 tersangka yang ditetapkan Kejagung. Mereka diduga saling bekerjasama dalam proses menjalankan bisnis timah ilegal.

Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya