Liputan6.com, Jakarta - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai tidak bisa diterapkan dalam waktu dekat. Banyaknya fraud di badan pengelola keuangan menjadi salah satu pemicu tingginya skeptisme publik terhadap program pembiayaan perumahan layak milik pemerintah tersebut.
“Kami menilai butuh waktu agar Program Tapera bisa diterapkan di lapangan. Publik masih tergiang kasus penyalagunaan dana masyarakat yang dikelola badan pengelolaa keuangan seperti kasus Jiwasraya, Taspen, hingga Asabri. Kami berharap pemerintah melakukan sosialisasi masif atas keuntungan dan jaminan jika Program Tapera benar bermanfaat bagi pesertanya,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, Kamis (30/5/2024).
Advertisement
Untuk diketahui pemerintah berencana memotong gaji setiap pekerja di sektor formal untuk pelaksanaan program Tapera. Jika sebelumnya kepesertaan atau kewajiban pemotongan upah untuk Tapera baru menyasar pegawai negeri sipil, kini muncul mandatori perluasan kepesertaan Tapera ke penerima upah alias pegawai atau karyawan swasta serta BUMN/BUMD/BUMDes, TNI/Polri.
Fathan mengatakan pro-kontra yang terjadi di tengah masyarakat terkait Program Tapera tergolong wajar. Bagi pengusaha pengembang perumahan, program ini dinilai menjadi jawaban atas terjadinya backlog atau defisit perumahan layak bagi masyarakat. Namun sebagian masyarakat menilai program ini hanyalah akal-akalan pemerintah untuk mendapatkan dana publik secara cepat.
“Bagi karyawan atau pekerja yang sudah punya rumah atau yang belum berencana memiliki hunian permanen, tentu mempertanyakan kewajiban pemotongan gaji untuk Tapera ini, apa manfaatnya bagi mereka” ujarnya.
Kepercayaan Publik Harus Dibangun
Banyaknya kasus fraud di badan pengelola keuangan, kata Fathan, juga menjadi ganjalan bagi publik untuk ikut Program Tapera. Menurutnya publik akan mengkaitkan penyalagunaan dana peserta oleh pengelola dalam kasus Taspen, Asabri, maupun Jiwasraya dengan keamanan Program Tapera.
“Apalagi dalam berbagai kasus penyalagunaan dana di badan pengelola keuangan seperti Taspen, Asabri, dan Jiwasraya, nasabah yang banyak dirugikan. Mereka harus mengejar uang mereka sendiri karena ketidakjelasan jaminan dari pemerintah,” ujar politisi PKB dari Dapil Jateng II tersebut.
Kepercayaan publik, kata Fathan, perlu dibangun sehingga mereka tidak curiga akan manfaat dana Tapera untuk menyediakan dana murah bagi kepemilikan rumah layak huni. Apalagi defisit perumahan layak huni di Indonesia masuk relatif besar. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023, kekurangannya mencapai 12,7 juta unit.
“Secara normatif tujuan Program Tapera ini memang baik, kendati demikian ketika bersifat mandatory keikutsertaannya maka harus ada penjelasan komprehensif karena mengikat semua pekerja dan kalangan usaha,” pungkasnya.
Advertisement