Liputan6.com, Jakarta - Sabtu 27 Agustus 2016, romantisme malam Minggu berubah menjadi malam jahanam bagi sejoli Vina dan Rizky (Eky). Sekelompok geng motor menyerang menggunakan batu saat Vina dan Eky bersama teman-temannya melintas di depan SMP 11 Kalitanjung, Cirebon.
Eky yang saat itu berboncengan sepeda motor dengan Vina sempat kabur, tetapi gerombolan geng motor itu mengejar dan mengincarnya, sampai keduanya terjatuh di jalan layang Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Cirebon.
Advertisement
Saat teman-temannya yang lain berhasil kabur, Vina dan Eky dibawa ke TKP awal, yaitu tempat gelap di depan SMPN 11 Kalitanjung Cirebon. Di situlah Eky dikeroyok bahkan ditusuk, sementara Vina dicabuli secara bergiliran hingga keduanya meninggal dunia di TKP.
Untuk menghilangkan jejak seolah-olah meninggal karena kecelakaan, jasad keduanya dibawa kembali oleh para pelaku ke jembatan layang. Namun, sebaik-baiknya bangkai ditutupi akhirnya tercium juga, dengan segala kecurigaan awal, polisi mengendus korban meninggal bukan karena kecelakaan lalu lintas tapi dibunuh. Kisah tragis ini diutarakan Kapolres Kota Cirebon kala itu, AKBP Indra Jafar.
Akhir Agustus 2016, polisi mengklaim telah menangkap gerombolan geng motor pembunuh Vina dan Eky. Tapi dari 11 pelaku, baru 8 orang yang ditangkap. Pelaku saat itu tidak dijerat Pasal 340, melainkan Pasal 338, 351, 170 dan 285 KUHP tentang penganiayaan dan pemerkosaan serta UU Perlindungan Anak.
Kini delapan tahun berlalu, kisah tragis Vina Cirebon yang viral pada 2016 silam diangkat ke layar lebar dengan judul Vina: Sebelum 7 Hari, sambil menyisakan tanda tanya besar: benarkah tiga orang buron pembunuh Vina masih berkeliaran?
Dimulai dari rilisan film besutan Anggy Umbara itulah, kasus pembunuhan Vina kembali menjadi bahan perbincangan. Banyak orang bertanya-tanya soal tiga orang buron kasus pembunuhan Vina dan Eky yang belum juga tertangkap. Marliyana, kakak Vina, mengaku sudah bertahun-tahun berusaha mencari tahu soal tiga pelaku yang buron.
Pihak keluarga juga kerap kali menanyakan perkembangan soal tiga buronan kepada pihak kepolisian. Bahkan keluarga juga sempat menanyakan langsung kepada para pelaku yang sudah ditangkap soal tiga buron tersebut, tetapi tak jua membuahkan hasil.
"Sampai sekarang saya enggak tahu pelakunya seperti apa. Orangnya kaya gimana, tinggi atau pendek saya enggak tahu," kata Marliana.
Diketahui, dari 11 pelaku baru ada 8 orang yang telah diadili dan menerima hukuman, antara lain Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal. Sementara tiga yang buron saat itu ada nama Andi, Dani, dan Pegi alias Perong.
Usai film Vina jadi perbincangan hangat di masyarakat, Polda Jabar merilis penangkapan Pegi Setiawan alias Perong. Direskrimum Polda Jabar Kombespol Surawan mengatakan, Pegi Setiawan ditangkap di kawasan Bandung.
"Dia berhasil diamankan tadi malam di Bandung," ucap Surawan, Rabu (22/5/2024).
Setelah penangkapan, tepatnya pada Rabu (22/5/2024), rumah Pegi di Blok Simaja RW 2 Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, digeledah polisi untuk mencari barang bukti. Namun, saat itu, tak diungkap secara secara gamblang barang bukti apa saja yang disita pada saat proses penggeledahan. Polisi beralasan penyidik masih dalam tahap pendataan.
Dari pemeriksaan awal, setidaknya ada dua fakta yang diungkap polisi kepada media, yaitu pertama, ada upaya Pegi Setiawan mengubah identitasnya selama buron, namanya diubah menjadi Robi. Yang kedua, selama masuk dalam DPO polisi, Pegi alias Perong bekerja sebagai kuli bangunan dan berpindah-pindah tempat. Kedua hal ini yang membuat pihak kepolisian selama 8 tahun kesulitan menangkap Pegi alias Perong, selain juga tidak adanya saksi yang berani menyebutkan siapa otak pelakunya.
Meski begitu, Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Jules Abraham Abast memastikan, pihaknya dibantu Bareskrim Mabes Polri dan Polres Cirebon Kota akan mengungkap kasus pembunuhan Vina dan Eky secara terang-benderang. Benarkah?
Awal Mula Kisruh
Selang dua hari penangkapan Pegi, tepatnya pada Kamis (23/5/2024), Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Jules Abraham Abast merilis pernyataan yang menyebutkan, bahwa Pegi Setiawan alias Perong diduga merupakan otak kasus pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 silam.
"Tersangka PS diduga sebagai otak kasus pembunuhan disertai pemerkosaan yang terjadi delapan tahun silam," katanya.
Pernyataan itu diperkuat perkataan Direskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan yang mengatakan, temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan identitas pelaku dan STNK dari sepeda motor yang digunakan pelaku saat melakukan aksinya di Cirebon.
"Kita yakinkan bahwa PS adalah ini, STNK (sepeda motor) yang digunakan saat kejadian kita mengamankan. Kita cek kartu keluarga, ini adalah Pegi Setiawan," kata Surawan.
Surawan juga mengatakan saat proses penangkapan terhadap Pegi yang buron selama delapan tahun tersebut dikarenakan pelaku mengubah identitasnya menjadi Robi Irawan saat pindah ke Katapang, Kabupaten Bandung pada tahun 2016. Dia menambahkan pelaku bersama ayah kandungnya memperkenalkan dirinya kepada pemilik kontrakan sebagai keponakan.
"Hal ini dikuatkan dengan keterangan pemilik kontrakan yang sudah kita minta keterangan. Demikian juga nama sudah diganti, bukan lagi PS tetapi menggunakan nama Robi," katanya.
Selain itu, kata dia, tidak adanya saksi yang berani mengungkapkan sosok pelaku utama pembunuhan Vina.
Menurutnya terdapat alasan dari saksi dan para pelaku yang sudah ditangkap untuk tidak mau mengungkapkan pelaku yang berstatus buron.
"Jadi kenapa kita kesulitan mengungkap kasus ini? Karena memang saksi yang berani menerangkan itu belum ada," kata Surawan.
Pengakuan-Pengakuan Seputar Penangkapan Pegi Setiawan
Pegi Setiawan alias Pegi alias Perong alias Robi Irawan, dalam kesempatan rilis kasus oleh kepolisian nampak memberikan gestur melawan. Dia kedapatan beberapa kali menggelengkan kepalanya saat polisi membeberkan peran Pegi dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky. Saat digiring oleh polisi ke ruangan, Pegi pun melawan dengan memberikan pernyataan mengejutkan bahwa semua yang dituduhkan kepadanya adalah kebohongan.
"Saya tidak pernah melakukan pembunuhan itu, saya rela mati," katanya.
Bukan cuma itu, bantahan bahwa Pegi terlibat dalam kasus pembunuhan Vina juga dilayangkan ibunda Pegi, Kartini. Kepada wartawan di Cirebon, Kartini mengatakan, sejak kecil Pegi hidup di keluarga yang sederhana, bahkan sejak lulus SD, Pegi sudah bekerja sebagai kuli bangunan demi menghidupi adik-adiknya.
"Di Polda waktu saya mau pulang saya bilang, 'Nang yang sabar, ini ujian kamu. Kamu melakukan enggak?' 'Enggak mah, saya niat kerja buat nafkahin adik-adik saya,'" kata Kartini meniru ucapan Pegi.
Keraguan bahwa Pegi yang ditangkap terlibat langsung dengan kasus pembunuhan Vina juga diutarakan Kades Kedongpondan Wawan Setiawan. Dia juga bertanya-tanya soal keaslian sosok Pegi yang ditangkap polisi. Ia mengatakan Pegi yang ditangkap polisi itu tidak dikenali warga sekitar. Apalagi Wawan mengatakan, di desanya ada lima orang dengan nama Pegi hingga dirinya mengaku bingung saat mengetahui polisi memburu sosok buron tersebut.
"Sudah lama (tidak di desa sini), makanya kami juga agak bingung cari nama Pegi Setiawan itu, istilahnya banyak nama di Kepongpongan, sementara ada lima. Sedangkan Pegi yang kemarin dibawa pihak Kepolisian itu kehidupannya di kota," kata Wawan.
Berbarengan dengan penangkapan Pegi sekaligus penetapannya sebagai otak pelaku pembunuhan Vina dan Eky, muncul isu di media sosial yang menyebut Pegi merupakan korban salah tangkap. Narasi di media sosial yang muncul lainnya adalah Pegi sengaja dikorbankan untuk melindungi seseorang. Saka Tatal, salah satu terpidana 8 tahun penjara atas kasus Vina Cirebon pun muncul di media. Dirinya membuat pernyataan mengejutkan: mengaku menjadi korban salah tangkap.
Saka bahkan mengaku tidak mengenal Eky dan Vina yang menjadi korban pembunuhan. Saat kejadian malam itu, ia mengaku sedang berada di rumahnya.
"Saya sedang ada di rumah bersama kakak dan paman saya," ungkapnya kepada wartawan di Cirebon.
Ia berulang kali menegaskan bahwa tidak mengenal sama sekali dengan korban Eky dan Vina. Saka Tatal ikut ditangkap polisi beberapa hari setelah kejadian bersama terdakwa yang lain.
Namun, sesaat sebelum ditangkap, dia mengaku disuruh oleh paman untuk mengisi bensin motornya. Namun, setelah itu, tanpa ada penjelasan, Saka Tatal ikut dibawa polisi.
"Saya disuruh paman isi bensin motornya. Selesai dari SPBU, saya pulang mau ngembaliin motor. Pas nyampe di rumah sudah ada polisi dan langsung ditangkap tanpa penjelasan apapun langsung dibawa ke Polres Cirebon Kota," katanya.
Saka Mengaku Alami Kekerasan Fisik
Setelah dibawa ke kantor polisi, Saka mengaku mengalami tindak kekerasan fisik oleh petugas kepolisian. Saka disuruh mengakui perbuatan yang menurutnya tidak pernah dilakukannya.
"Saya dipukulin, ditendang, disiksa segala macam. Bahkan saya juga sampai disetrum sama bapak polisi semua. Karena enggak kuat disiksa, akhirnya saya terpaksa mengakui bahwa saya ikut dalam kasus pembunuhan itu. Terus disuruh mengakui yang tidak saya lakukan (pembunuhan)," katanya.
Saka Tatal mengaku tidak mengenal nama tiga orang DPO yang membunuh Eky dan Vina. Bahkan, Saka mengaku belum pernah bertemu sama sekali dengan DPO yang dirilis oleh Polda Jabar.
Pada kesempatan yang sama, Saka menegaskan bahwa dia bukan anggota geng motor. Ia mengaku menjadi korban salah tangkap dalam peristiwa pembunuhan Eky dan Vina.
"Saya bukan anggota geng motor, saya enggak punya motor sama sekali," ucapnya.
Meski telah dibebaskan, Saka meminta agar nama baiknya agar dapat kembali pulih dari vonis terdakwa yang selama ini dituduhkan kepadanya.
"Nama saya sudah jelek akibat kasus ini," kata Saka.
Saka pun jadi perbincangan hangat di media sosial, kisruh seputar kasus pembunuhan Vina dan Eky pun semakin rumit, apalagi setelah Titin Prialianti yang menjadi kuasa hukum Saka Tatal dan Sudirman mengungkapkan rasa kecewa terhadap vonis yang diberikan kepada kliennya.
"Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan," ujar Titin di depan para awak media, Sabtu (18/5/2024).
Titin mengaku kecewa karena dalam tuntutan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut. Tetapi, hasil visum atau autopsi tidak ada luka akibat tusukan benda tajam.
Titin juga menjelaskan, bahwa pakaian yang dikenakan korban Eky saat diperlihatkan di persidangan masih dalam kondisi utuh. Fakta persidangan, Titin semula yakin bahwa kliennya akan bebas dari hukuman.
"Semua kuasa hukum terdakwa melihatnya. Jadi kami semua melihat baju yang diperlihatkan di persidangan dan saat dilakukan autopsi baju itu kan dikubur dan diangkat kembali secara utuh, tidak ada bekas bolongan atau tusukan samurai yang disebut dalam tuntutan pendek dan samurai panjang,"
Menurut Titin, dalam fakta persidangan terdapat perbedaan antara tuntutan dan hasil visum yang sangat mencolok. Lebih lanjut, Titin menyoroti bahwa kematian korban digambarkan sama, yaitu karena benturan di belakang kepala tanpa adanya sabetan.
"Sekali lagi kami sampaikan, kami berbicara fakta persidangan, kalau rekayasa saya tidak tahu, karena saat BAP tidak didampingi oleh kami, kita berbicara fakta persidangan. Sangat tidak sesuai antara antara tuntutan dengan fakta visum dan forensik," katanya.
Titin menambahkan, dalam persidangan juga tidak pernah dibahas soal pemerkosaan.
Terkait koar-koar Saka Tatal, Kombes Pol Surawan kembali buka suara. Dia menegaskan bahwa keterlibatan Saka Tatal dalam kasus Vina Cirebon telah dibuktikan di pengadilan.
"Semua sudah di pengadilan," kata Surawan kepada wartawan, Minggu (26/5/2024).
Dia mengatakan, keterangan yang disampaikan para pelaku sudah diuji di pengadilan, bahkan sampai tingkat kasasi. Surawan pun menegaskan bahwa perkara delapan terpidana tersebut telah inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
"Jadi apa pun keterangan pelaku saya kira tidak perlu dipersoalkan lagi," ucap dia.
Advertisement
Adakah Kejanggalan?
Pemberitaan kasus Vina Cirebon terus berkembang, polisi belakangan meralat dua nama dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus tersebut. Pegi alias Perong dinyatakan sebagai DPO tersangka tunggal, sementara dua lainnya dihapus. Penghapusan dua nama DPO kasus pembunuhan Vina membuat pihak keluarga kecewa. Kakak mendiang Vina, Marliyana mengatakan, keluarga sangat keberatan dengan pernyataan pihak kepolisian yang menghilangkan dua nama DPO.
"Kenapa? Pengadilan itu sudah disebutkan tiga DPO. Kenapa sekarang baru disebutkan satu DPO. Jadi sangat keberatan," katanya.
Terkait hal ini, Kuasa Hukum Keluarga Vina Hotman Paris mengatakan, keputusan kepolisian melenyapkan dua nama Daftar Pencarian Orang (DPO) menjadi pertanyaan besar. Padahal, fakta persidangan menguraikan secara jelas keterlibatan dua nama tersebut.
"Kok bisa begitu cepat mengatakan dua pelaku DPO ini adalah fiktif? Makanya keluarga keberatan terlalu cepat, terlalu prematur untuk mengatakan itu. Kalau dibilang belum ketangkap masih bisa diterima akal sehat. Itu aja," katanya.
Hotman Paris mempertanyakan proses penyidikan yang dilakukan Polda Jabar. Bukan tanpa sebab, dia kemudian membeberkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Oke, terhadap tuduhan bahwa DPO fiktif inilah BAP-BAP dari tujuh pelaku. Di sini diuraikan secara jelas peranan dari tiga pelaku DPO. Bahkan jenis motornya pun ada. Cara memerkosanya pun ada. Cara memukulnya pun ada di sini diuraikan," ujar Hotman kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu (29/5/2024).
Dia mengatakan, keterangan yang dituangkan oleh tujuh orang tersangka juga dikuatkan lagi dalam surat tuntutan jaksa, surat dakwaan jaksa, fakta persidangan, bahkan dalam putusan hakim.
"Di amar putusan menyebutkan bahwa ada tiga pelaku DPO. Jadi ini putusan sudah inkrach berkekuatan hukum tetap. Dan ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan, terbukti di persidangan," ujar Hotman.
"Ini perbuatan pidana yang dilakukan oleh delapan orang terpidana bersama-sama dengan tiga pelaku DPO. Itulah hasil putusan perkara pidana yang sudah final. Kemudian sesudah kasus ini di-viral-kan oleh Hotman 911 dua minggu lalu, mulailah disidik ulang lagi oleh Polda Jabar," kata Hotman.
Namun, polisi punya pertimbangan sendiri mengapa dua nama DPO itu (Andi dan Dani) dihilangkan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky. Terungkap, polisi beralasan belum mengantongi bukti-bukti kuat terkait keterlibatan mereka berdua. Hal itu diungkap langsung Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho usai mendengar keterangan dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar.
"Dan ketika kasus yang disampaikan oleh Dirrkrimum Polda Jabar bahwa tadinya DPO ada tiga menjadi satu. Karena alat bukti yang mengarah dua orang ini sampai saat ini masih belum mencukupi bahkan ada keterangan saksi yang menyampaikan informasi itu adalah nama fiktif," kata Sandi kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).
Sandi menyatakan, Polda Jabar telah bekerja keras untuk melanjutkan proses penyidikan kasus Vina Cirebon.
Sandi kemudian mengungkit kembali pernyataan Kabid Humas Polda Jabar yang pada intinya meminta masyarakat menyampaikan kepada kepolisian apabila menemukan bukti yang dapat membuat terang perkara.
"Itu artinya bahwa kita membuka diri apabila memang ada informasi dan alat bukti lain yang bisa diberikan kepada kepolisian sebagai informasi tambahan untuk mengungkap kasus ini," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Sandi juga mengapresiasi masyarakat dari pelbagai pihak seperti pengamat dan ahli hukum yang telah memberi atensi pada kasus Vina Cirebon. Tentu saja ini menjadi penyemangat bagi Polri bahwa dalam menyidik kasus Vina ini polri tidak sendiri.
"Polri didukung oleh banyak pihak, Polri diperhatikan oleh banyak pihak untuk bisa kasus ini bisa lebih terang-benderang lagi. Oleh karena itu kalau memang ada alat bukti ket lainnya ataupun informasi yang lebih ungkap terang benderang kasus ini kami sangat berterimakasih," ucap dia.
Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, tidak ditemukan kejanggalan dalam proses penyidikan kasus pembunuhan Vina Cirebon. Kompolnas sebelumnya telah meminta klarifikasi kepada Polda Jawa Barat.
"Secara umum penyidikan yang telah dilakukan hingga vonis di pengadilan tidak terlihat asal-asalan," kata Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim saat dihubungi, Rabu, (29/5/2024).
Meski begitu, Kompolnas mengakui ada hambatan penyelidikan ketika beberapa tersangka mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perihal keterlibatan tiga nama Pegi alias Perong, Andi dan Dani.
"Memang ada hambatan saat ada pencabutan BAP, terutama 5 tersangka saat itu. Namun itu tidak menjadi hambatan yang tidak bisa diatasi penyidik," ujarnya.
Sehingga guna mendapatkan sebuah titik terang dalam polemik kasus pembunuhan Vina dan Eky. Maka Kompolnas telah meminta sederet klarifikasi terhadap Polda Jawa Barat, untuk dijadikan sebagai rekomendasi.
Mulai dari proses penyidikan delapan tahun lalu sampai dasar penetapan DPO awal kepada Pegi, Andi dan Dani. Kemudian, penyidikan saat ini untuk proses pencarian Pegi sampai akhirnya meralat dua DPO.
"Kami saat ini masih menganalisis secara detail penjelasan-penjelasan penyidik untuk kami simpulkan dan berikan rekomendasi," ucapnya.
Pesan Presiden Jokowi
Kasus pembunuhan Vina dan Eky juga mendapat perhatian khusus Presiden Jokowi. Jokowi bahkan menyebut dirinya telah memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mengawal kasus pembunuhan Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon, dikawal agar terbuka dan transparan. Hal itu diutarakannya usai mengunjungi Pasar Lawang Agung, Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan, Kamis (30/5/2024).
"Tanyakan ke Kapolri. Saya sudah menyampaikan agar kasus itu betul-betul dikawal dan transparan, terbuka semuanya," kata Presiden Jokowi.
Presiden meminta agar tidak ada yang perlu ditutupi terhadap berjalannya proses hukum kasus Vina.
"Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Kalau ada," kata Presiden Jokowi menambahkan.
Sementara itu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Revisi mengingatkan agar aparat kepolisian berhati-hati dalam penanganan kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky setelah menetapkan Pegi Setiawan alias Perong sebagai tersangka.
Imbauan itu diberikan agar tidak terjadi salah tangkap dalam kasus ini. Terlebih adanya sanggahan yang disampaikan langsung oleh Pegi, menyangkal sebagai otak dari pembunuhan itu.
"Terkait tersangka yang secara terang-terangan membantah tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban Eky dan Vina. Penyidik dan publik perlu mengantisipasi pernyataan tersangka tersebut sebagai potensi kasus salah tangkap," Peneliti ICJR, Lovina dalam keteranganya, seperti dikutip Kamis, (30/5/2024).
Oleh sebab itu, Lovina mengingatkan penyidik Polda Jawa Barat (Polda Jabar) terkait hak Pegi sebagai tersangka untuk dapat bersaksi atau memberikan keterangan sejak pemeriksaan di tingkat penyidikan dengan leluasa.
Sebagaimana KUHAP, hak penting yang wajib dipenuhi oleh penyidik terhadap Tersangka Pegi, tidak boleh dipaksa bersaksi melawan dirinya sendiri dan mengaku bersalah (self incrimination), tersangka juga memiliki hak atas asas praduga tidak bersalah.
"Mengingat kasusnya sudah terjadi sejak tahun 2016 atau delapan tahun lalu dan ditambah lagi tersangka secara eksplisit membantah tuduhan tersebut," kata dia.
Sementara, peneliti Revisi, Ichsan Zikry pun mengingatkan terjadinya potensi penyiksaan. Hal itu belajar dari kasu-kasus sebelumnya agar penyidik memperhatikan Pasal 52 KUHAP dan Pasal 177 KUHAP untuk perlindungan tersangka.
"Selain salah tangkap, publik juga perlu antisipasi adanya tindakan kekerasan dan penyiksaan dalam perolehan pengakuan tersangka Pegi," ucapnya.
Oleh sebab itu, ICJR dan Revisi pun menyerukan; pertama agar Penyidik Polda Jawa Barat wajib memastikan pemenuhan hak tersangka secara efektif sejak proses penyidikan.
Kedua, aparat penegak hukum dan publik perlu mengantisipasi dugaan salah tangkap mengingat waktu tindak pidana terjadi sudah lama, dan ditambah lagi tersangka secara eksplisit membantah tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban Eky dan Vina.
Ketiga, aparat penegak hukum dan publik perlu mengantisipasi adanya tindakan kekerasan dan penyiksaan dalam memperoleh pengakuan tersangka pada kasus pembunuhan Eky dan Vina.
Advertisement