PLN Gunakan Biomassa untuk Pembangkit Listrik, Ini Manfaat bagi Masyarakat

Sub Holding PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan biomassa untuk pembangkit Listrik dengan pengembangan perekonomian masyarakat melalui program Desa Berdaya Energi.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Mei 2024, 21:30 WIB
Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.

Liputan6.com, Jakarta Sub Holding PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan biomassa untuk pembangkit Listrik dengan pengembangan perekonomian masyarakat melalui program Desa Berdaya Energi.

Sekretaris Perusahaan PLN EPI, Mamit Setiawan mengatakan, Desa Berdaya Energi dibangun dengan konsep pemberdayaan dengan mengintegrasikan pilar lingkungan, pengembangan UMK, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Berawal dari kebutuhan warga yang membutuhkan pakan ternak di musim kemarau dan Perusahaan akan biomassa.

“PLN EPI terus bergerak maju dan berkembang tidak hanya memberikan manfaat sosial untuk masyarakat serta lingkungan melainkan tetap harus selaras dengan SDGs dan strategi bisnis PLN EPI demi tercapainya target-target bisnis Perusahaan untuk terus tumbuh secara berkelanjutan," kata Mamit, Kamis (30/5/2024).

PLN EPI bekerjasama dengan Pemda DIY, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melaksanakan penanaman tanaman multifugsi di Sultan Ground dan Tanah Kas Desa di Kalurahan Gombang dan Karang Asem Gunung Kidul. Hasilnya daun tanaman tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, sementara rantingnya bisa untuk Cofiring Biomassa PLN dan warga juga bisa mendapatkan tambahkan penghasilan.

Pemberdayaan Masyarakat

Selain itu PLN EPI juga mengintegrasikan dengan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat berupa pelatihan pakan ternak fermentasi, pelatihan pembuatan pupuk organik, pembuatan rumah bibit tanaman multifungsi, budidaya kambing perah dan bantuan kesehatan untuk pencegahan stunting.

Desa Berdaya Energi di Gunung Kidul menjadi Program Unggulan CSR CSV (Creating Share Value), PLN EPI pun berhasil meraih dua penghargaan bergengsi di ajang TOP CSR Awards 2024. Dalam acara yang diadakan di Hotel Raffles pada Kamis (29/5) tersebut PLN EPI meraih TOP CSR Awards 2024 #Star 5 dan TOP Leader on CSR Commitment 2024 untuk Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara.

Menurutnya, keberhasilan ini terasa istimewa karena pada tahun 2023 PLN EPI meraih predikat #Star 4 dan tahun ini naik ke #Star 5. Pencapaian naik ke Predikat #Star 5 tentu tidak mudah mengingat PLN EPI merupakan Subholding PLN yang baru berusia 1 tahun.

"Penghargaan ini akan semakin mendorong PLN EPI untuk menjadi Perusahaan terbaik dalam penyediaan energi primer untuk pembangkit listrik Indonesia sekaligus berkomitmen untuk terus memperkuat inovasi CSR dan ESG (Environment, Social, and Governance) demi bisnis keberlanjutan," imbuhnya.

 


Tak Perlu Jauh-Jauh Merantau, Subtitusi Batu Bara dengan Biomassa Buka Lapangan Kerja di Daerah

Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu meninggalkan kampung halamannya. (Istimewa)

Sebelumnya, Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu meninggalkan kampung halamannya. Ini tidak hanya berdampak bagi lingkungan tapi juga mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat di daerah.

Hal tersebut ditunjukkan oleh PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) melalui mitra kerjanya PT Berkah Bara Rizky Bersama (BBRB). Sejak dioperasikan untuk memproduksi Biomassa dari wood chips limbah pohon karet, mitra PLN EPI ini dapat menampung banyak tenaga kerja muda khususnya di Desa Mekarsari, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.

Bayu Dwitya salah satu pekerja mengatakan, sejak kondisi mertuanya sakit dirinya terpaksa pulang ke kampung halaman untuk merawatnya. Namun ketersediaan lapangan kerja yang sedikit memaksa Bayu untuk menganggur selama 6 bulan lamanya.

Keadaan berubah ketika PT BBRB beroperasi dan membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memproduksi wood chips biomassa sebagai bahan co-firing PLTU Tembilahan. Akhirnya, Ia dan para pemuda lain di wilayahnya kini tak lagi menganggur dan bisa menafkahi anak istri dan keluarganya.

“Saya sangat mendukung program seperti ini karena menyerap tenaga kerja lokal. Tak perlu jauh-jauh merantau karena di kampung sendiri ada lapangan kerja. Semoga penggunaan biomassanya makin banyak,” ujar Bayu dalam keterangan tertulis di Jakarta (26/5/2024).

Bertugas sebagai operator pencacah kayu karet, kini Bayu mampu meningkatkan derajat hidupnya dan tidak lagi tinggal menumpang di rumah saudaranya. “Saya senang sekali bisa bekerja. Saya sekarang bisa ngontrak dan tidak lagi numpang di rumah adik,” kata Bayu.

Sebagai tenaga kerja, Bayu pun berharap agar serapan biomassa untuk co-firing PLTU Tembilahan bisa meningkat. Sehingga fasilitas produksi tempatnya bekerja dapat terus beroperasi dan jumlah tenaga kerjanya pun dapat terus bertambah.

 


Mesin Operasi

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Sementara itu, Penanggungjawab lapangan PT BBRB, Wicaksana Adit mengungkapkan, bahwa pihaknya tengah memesan mesin operasi dengan kapasitas lebih besar guna meningkatkan produksi wood chip biomassa. Hal ini didukung sumber daya yang melimpah di sekitar wilayah PT BBRB beroperasi.

Namun karena mesin produksi pencacah kayu berkapasitas kecil, saat ini pihaknya baru bisa mempekerjakan 10 orang. Ia pun menegaskan kedepan pihaknya memastikan akan menambah jumlah tenaga kerja seiring dengan kapasitas mesin yang lebih besar dan permintaan biomassa yang meningkat.

“Banyak warga sekitar sini yang datang tanya apakah ada pekerjaan. Namun saat ini, kami batasi 10 orang dulu karena memang kapasitas produksi kami masih kecil,” ucap Adit.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya