Pemimpin Tertinggi Iran Surati Mahasiswa Pro-Palestina di AS: Kalian Berada di Sisi yang Benar dalam Sejarah

Khamenei memuji aksi pro-Palestina yang dilancarkan oleh para mahasiswa di AS dan sejumlah negara lain.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Mei 2024, 16:06 WIB
Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei (Dok. AFP)

Liputan6.com, Teheran - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Seyyed Ali Khamenei menyampaikan surat terbuka kepada para mahasiswa pendukung Palestina di Amerika Serikat (AS). Khamenei memuji langkah berani mereka untuk bersatu dalam solidaritas dengan rakyat Palestina yang tertindas.

Berikut surat terbuka Khamenei untuk para mahasiswa di AS:

"Saya menulis surat ini kepada generasi muda yang hati nuraninya menginspirasi mereka untuk membela perempuan dan anak-anak tertindas di Jalur Gaza. Para pemuda mahasiswa yang terkasih di AS! Ini adalah pesan simpati dan solidaritas kami dengan kalian. Kalian saat ini berdiri di sisi yang benar dari sejarah -yang sedang berlangsung," ungkap surat Khamenei seperti dikutip dari terjemahan Kedutaan Besar Iran di Jakarta, Jumat (31/5/2024).

"Kalian saat ini telah menjadi bagian dari front perlawanan dan di bawah tekanan brutal dari pemerintah kalian,yang secara terbuka membela rezim zionis penjajah dan kejam, kalian telah memulai sebuah perjuangan yang terhormat. Front perlawanan besar di tempat yang jauh telah berjuang dengan persepsi dan perasaan kalian saat ini selama bertahun-tahun. Tujuan dari perjuangan ini adalah untuk menghentikan penindasan nyata yang dilakukan oleh jaringan teroris kejam bernama 'zionis' terhadap bangsa Palestina bertahun-tahun yang lalu dan telah menempatkan mereka di bawah tekanan dan penyiksaan paling berat setelah menduduki negara mereka. Genosida yang dilakukan rezim apartheid zionis saat ini merupakan kelanjutan dari perilaku sangat kejam dalam beberapa dekade terakhir."

Khamenei menuturkan lebih lanjut, "Palestina adalah tanah merdeka/independen dengan bangsa yang terdiri dari muslim, Kristen, dan Yahudi, dan memiliki sejarah yang panjang. Setelah Perang Dunia, para kapitalis jaringan zionis, dengan bantuan pemerintah Inggris, secara bertahap membawa beberapa ribu teroris ke negeri ini. Mereka menyerbu kota-kota dan desa-desanya. Puluhan ribu orang dibunuh atau diusir ke negara-negara tetangga. Mereka merampas rumah, pasar, dan lahan pertanian dari tangan penduduk Palestina dan di tanah Palestina yang dirampas, mereka membentuk pemerintahan yang disebut Israel."

"Pendukung terbesar rezim perampas ini, setelah bantuan pertama Inggris, adalah pemerintah AS, yang terus memberikan dukungan politik, ekonomi dan senjata kepada rezim tersebut dan bahkan membuka jalan bagi rezim ini untuk memproduksi senjata nuklir dengan cara yang sembrono dan tidak dapat dimaafkan. Sejak hari pertama, rezim zionis menggunakan kebijakan 'tangan besi' terhadap rakyat Palestina yang tidak berdaya dan mengabaikan semua nilai-nilai hati nurani, kemanusiaan dan agama, meningkatkan kekejaman, teror dan penindasan dari hari ke hari. Pemerintah AS dan sekutunya bahkan tidak merasa sedih atau menyesal melihat terorisme sebuah negara dan penindasan yang berkelanjutan. Bahkan saat ini, beberapa pernyataan pemerintah AS mengenai kejahatan mengerikan di Gaza lebih bersifat munafik daripada kenyataan," tutur Khamenei

"Front Perlawanan bangkit dari tengah atmosfer yang gelap dan keputusasaan ini dan pembentukan pemerintahan Republik Islam di Iran memperluas dan memberdayakannya. Para pemimpin zionisme internasional yang sebagian besar perusahaan media di AS dan Eropa adalah milik mereka atau berada di bawah pengaruh uang dan suap mereka, memperkenalkan perlawanan yang manusiawi dan berani ini sebagai terorisme! Apakah sebuah negara yang mempertahankan diri di negerinya sendiri melawan kejahatan penjajah zionis adalah teroris? Dan apakah bantuan kemanusiaan kepada negara ini dan memperkuat persenjataannya dianggap sebagai bantuan terhadap terorisme?"

Para pemimpin yang mendominasi global, sebut Khamenei, tidak menaruh belas kasihan terhadap konsep kemanusiaan.

"Mereka menampakkan rezim teroris dan kejam Israel seolah-olah sedang membela diri mereka sendiri dan menyebut perlawanan Palestina, yang membela kebebasan, keamanan dan hak untuk menentukan nasib sendiri, sebagai 'teroris'! Saya ingin meyakinkan kalian bahwa saat ini situasinya sedang berubah. Nasib lain menanti kawasan sensitif Asia Barat. Banyak hati nurani telah terbangun dalam skala global dan kebenaran tengah terungkap. Front perlawanan menjadi semakin kuat dan kokoh. Sejarah juga tengah berubah," ungkap Khamenei.

"Selain kalian, mahasiswa dari puluhan universitas di AS, universitas dan orang-orang di negara lain juga ikut bangkit. Pendampingan dan dukungan para dosen universitas kepada kalian para mahasiswa merupakan peristiwa yang penting dan efektif. Hal ini dapat sedikit melegakan mengingat betapa parahnya tindakan polisi pemerintah dan tekanan yang mereka berikan kepada kalian. Saya juga bersimpati kepada kalian, kaum muda, dan menghormati resistensi kalian."


Solidaritas dari Australia dan Jerman

Ilustrasi bendera Australia (pixabay)

Protes pro-Palestina memang tidak hanya berlangsung di kampus-kampus di AS.

Melansir Al Jazeera, aktivisme kampus di Jerman meningkat dalam beberapa pekan terakhir menyusul aksi serupa di AS, di mana para mahasiswa mendirikan perkemahan di lingkungan universitas di Berlin, Munich, Cologne, dan sejumlah kota lain.

Para penyelenggara aksi menyerukan universitas-universitas Jerman, yang sebagian besar adalah universitas negeri, untuk mendukung gencatan senjata di Jalur Gaza, boikot akademis dan budaya terhadap Israel, diakhirinya penindasan terhadap aktivisme mahasiswa, serta pengakuan lebih lanjut atas sejarah kolonial Jerman.

Di Australia, para mahasiswa di Australian National University (ANU) setuju untuk memindahkan perkemahan pro-Palestina ke lokasi terdekat.

Sebelumnya pada hari Senin (27/5), para pengunjuk rasa menentang perintah dari administrator universitas untuk membubarkan perkemahan dengan alasan masalah keamanan yang serius karena perkemahan menghalangi lokasi evakuasi darurat utama untuk fasilitas ANU.

Polisi Wilayah Ibu Kota Australia (ACT) mendatangi lokasi kejadian pada Senin malam dan memperingatkan para pengunjuk rasa bahwa kegagalan mematuhi perintah untuk pindah pada Selasa tengah hari dapat mengakibatkan tindakan polisi lebih lanjut.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Selasa (28/5), penyelenggara perkemahan pro-Palestina meminta wakil rektor ANU Genevieve Bell menerima undangan mereka untuk terlibat dengan para pengunjuk rasa.

"Tujuan kami adalah, dan akan terus berlanjut, memastikan gelar ANU kami tidak lagi berkontribusi terhadap genosida," kata mereka seperti dikutip dari kantor berita Xinhua.

"Dengan melakukan relokasi, kami telah menunjukkan kesediaan untuk bekerja sama memenuhi tuntutan Wakil Rektor Bell. Sekarang adalah waktunya bagi Wakil Rektor Bell dan pimpinan ANU untuk mulai terlibat dengan tuntutan kami."

Perkemahan tersebut merupakan salah satu dari beberapa perkemahan yang didirikan di universitas-universitas Australia pada akhir April sebagai aksi protes terhadap hubungan dengan institusi-institusi Israel.


Free Palestine

Pengunjuk rasa yang juga para mahasiswa mendirikan tenda-tenda sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina. (Matthew Hatcher/Getty Images North America/Getty Images via AFP)

Pada hari Kamis (30/5), polisi membubarkan perkemahan pro-Palestina di Wayne State University (WSU) di Detroit dan menangkap sedikitnya 12 orang. Polisi dengan perlengkapan anti huru hara membongkar pagar dan merobohkan tenda yang didirikan minggu lalu di ruang hijau dekat perpustakaan.

Presiden WSU Kimberly Andrews Espy menyinggung isu kesehatan dan keselamatan serta gangguan terhadap operasional kampus menyusul pembubaran tersebut.

"Tidak ada individu atau kelompok yang diizinkan mengklaim properti kampus untuk digunakan sendiri dan menolak akses orang lain ke properti tersebut," kata Espy.

Perkemahan tersebut, tambahnya, menciptakan lingkungan eksklusi, "Lingkungan di mana beberapa anggota komunitas kampus kami merasa tidak diterima dan tidak dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan kampus."

Sementara itu, lebih dari 100 wisudawan walk out di Massachusetts Institute of Technology pada hari yang sama.

Upacara wisuda di luar ruangan di MIT di Cambridge, dekat Boston, terganggu selama 10 hingga 15 menit ketika beberapa lulusan memilih walk out. Mengenakan keffiyeh, syal kotak-kotak yang mewakili solidaritas Palestina, mereka meneriakkan "Free, Free Palestine" dan memegang poster bertuliskan, "All eyes on Rafah."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya