Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa pihaknya berharap program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak wajib bagi karyawan swasta.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menjelaskan, hal itu karena iuran Tapera tidak jauh berbeda dengan program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dan program jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Advertisement
Ia pun berharap iuran Tapera bersifat tidak wajib atau sukarela bagi pekerja swasta.
“PP No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024 lalu, kami nilai sebagai duplikasi program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” kata Shinta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
“Saya rasa pembebanan iuran tidak perlu dijalankan untuk swasta. Kalaupun Tapera mau terus jalan, bisa (untuk) secara sukarela,” ia menekankan.
Shinta lebih lanjut membeberkan, besaran iuran jaminan sosial kepada pekerja sendiri sudah mencapai 18,24% hingga 19,75% yang mencakup Jaminan Hari Tua (JHT) jaminan kematian, Jamsostek, kecelakaan kerja, pensiun, jaminan sosial kesehatan, dan lainnya.
“Jadi kalau ada penambahan (iuran) lagi tentu saja ini akan semakin bertambah bebannya," ujarnya.
"Jadi kami melihat bahwa pemerintah memperhatikan pekerja memiliki rumah itu bagus sebenarnya konsepnya. Tapi kita mesti melihat mekanismenya , apa yang sudah ada, bagaimana caranya supaya kita bisa lebih mengakselerasi dari (program) eksistin daripada menambah lagi beban untuk pemberi kerja dan pekerja yang saat ini sudah cukup berat," pungkasnya.
Karyawan Swasta hingga PNS yang Punya Rumah Wajib Ikut Program Tapera, Ini Penjelasan BP Tapera
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mengungkapkan alasan kewajiban karyawan swasta hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) mengikuti program Tapera meski telah memiliki rumah yakni untuk atasi kesenjangan jumlah (backlog) di Indonesia.
Demikian disampaikan Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho. Heru menuturkan, kewajiban pekerja PNS maupun swasta yang telah memiliki rumah dalam rangka program gotong royong untuk mengejar kesenjangan jumlah (backlog) di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
"Ini juga konsepsi dari Undang-Undang nomor 4 tahun 2016, jadi bapak kepala Staf Presiden (Moeldoko) sudah menyampaikan kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia masih sangat tinggi," ujar Heru dalam Konferensi Pers tentang Tapera di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Heru mencatat, saat ini terdapat 9,95 juta keluarga di Indonesia yang tidak memiliki rumah. Sementara, kemampuan pemerintah membangun rumah dengan berbagai skema subsidi dan fasilitas pembiayaan menyediakan kurang lebih 250.000 unit.
Di sisi lain, terdapat 700.000 sampai 800.000 keluarga baru yang belum punya rumah per tahun. Sehingga, pemerintah kesulitan untuk mengatasi persoalan kesenjangan ketersediaan rumah di Indonesia.
"Jadi, kalau hanya mengandalkan pemerintah saja itu enggak akan ngejar, sampai kapan backlog (perumahan) sampai selesai," ujar Heru.
Selain itu, keterlibatan lapisan masyarakat juga diperlukan untuk menekan nilai bunga KPR perumahan yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, nilai bunga kredit KPR rata-rata berkisar 5 persen.
Advertisement
Libatkan Seluruh Elemen
"Makanya perlu grand-desain dengan melibatkan masyarakat untuk bersama-sama pemerintah. Konsepnya yang sudah punya rumah dari hasil pemupukan tabungannya sebagian digunakan untuk mensubsidi biaya KPR bagi yang belum punya rumah," tutur dia.
Oleh karena itu, pemerintah melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi kesenjangan ketersediaan rumah di Indonesia melalui program Tapera. Progam ini akan memotong gaji karyawan sebesar 2,5 persen dan iuran perusahaan sebanyak 0,5 persen per bulan.
"Jadi kenapa harus ikut nabung, ya tadi prinsip gotong royong di undang-undang, yaitu pemerintah, masyarakat yang punya rumah bantu yang belum punya rumah, semua membaur. Yang dikonstruksikan undang-undang dasar ini sangat mulia sebenarnya," kata dia.