Liputan6.com, Washington, DC - Joe Biden mendesak Hamas menerima proposal baru Israel untuk mengakhiri konflik di Jalur Gaza.
Berbicara di Gedung Putih pada hari Jumat (31/5/2024), presiden Amerika Serikat (AS) tersebut menuturkan bahwa tahap pertama dari proposal yang diusulkan akan mencakup gencatan senjata penuh dan menyeluruh, penarikan pasukan Israel dari daerah berpenduduk, pembebasan sejumlah sandera dan jenazah sandera, warga Palestina dapat kembali ke rumah-rumah mereka, dan lonjakan bantuan kemanusiaan.
Advertisement
"Ini benar-benar momen yang menentukan," ujarnya, seperti dilansir BBC, Sabtu (1/6). "Hamas mengatakan mereka menginginkan gencatan senjata. Kesepakatan ini adalah kesempatan untuk membuktikan apakah mereka benar-benar bersungguh-sungguh."
Gencatan senjata tersebut, tutur Biden, akan memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan, di mana 600 truk membawa bantuan ke Jalur Gaza setiap hari.
Fase kedua adalah penghentian permusuhan secara permanen, pertukaran tahanan dan sisa sandera yang masih hidup, serta penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Tahap ketiga adalah rencana rekonstruksi besar-besaran Jalur Gaza dengan bantuan AS dan internasional dan pengembalian sisa jenazah sandera.
Di antara mereka yang mendesak Hamas untuk menyetujui usulan tersebut adalah Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron, yang mengatakan via platform X bahwa Hamas harus menerima kesepakatan ini sehingga pertempuran dapat dihentikan.
"Kami sudah lama berpendapat bahwa penghentian pertempuran bisa berubah menjadi perdamaian permanen jika kita semua siap mengambil langkah yang tepat," tambah Cameron. "Mari manfaatkan momen ini dan akhiri konflik ini."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyambut baik perkembangan tersebut. Dia mengatakan dunia telah menyaksikan terlalu banyak penderitaan dan kehancuran di Gaza dan adalah waktunya untuk berhenti.
"Saya menyambut inisiatif (Presiden) Biden (dan) mendorong semua pihak memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan gencatan senjata, membebaskan semua sandera, menjamin akses kemanusiaan tanpa hambatan (dan) pada akhirnya perdamaian abadi di Timur Tengah," tutur Guterres.
Dalam pidatonya, Biden mengakui bahwa negosiasi antara fase satu dan dua akan sulit dilakukan.
Beberapa hari lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa dia sangat menentang persetujuan untuk mengakhiri perang sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata – menjadikan referensi Biden mengenai berakhirnya perang menjadi sangat penting.
Meskipun rencana tersebut mencakup banyak rincian dari perundingan sebelumnya yang pada akhirnya gagal, seruan AS untuk melakukan gencatan senjata permanen tampaknya merupakan konsesi signifikan yang dirancang untuk mencoba menarik Hamas kembali ke perundingan dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati. Gencatan senjata permanen telah menjadi salah satu tuntutan utama Hamas.
Sinyal dari AS?
Dalam pernyataannya, Biden mengakui bahwa beberapa warga Israel – termasuk pejabat di pemerintahan Israel – kemungkinan besar akan menentang proposal tersebut.
"Saya telah mendesak para pemimpin di Israel untuk mendukung kesepakatan ini," kata Biden. "Terlepas dari tekanan (politik) apa pun yang datang."
Biden juga secara langsung berbicara kepada rakyat Israel dengan mengungkapkan, "Kita tidak boleh kehilangan momen ini."
Khususnya, Biden mengatakan bahwa Hamas kini telah terdegradasi hingga tidak dapat lagi mengulangi serangan seperti yang dilakukannya pada 7 Oktober. Pernyataan ini diyakini merupakan sinyal bagi Israel bahwa AS menganggap perang telah selesai.
Sebelumnya, Netanyahu telah menggarisbawahi perang tidak akan berakhir sampai tujuannya tercapai, termasuk kembalinya semua sandera dan penghapusan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.
Advertisement
Sambutan Positif Hamas
Hamas, pada bagiannya, mengatakan bahwa mereka memandang proposal yang dikirimkan pada Kamis (31/5) tersebut secara positif karena seruannya untuk gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, rekonstruksi dan pertukaran tahanan.
Kelompok tersebut mengatakan pihaknya siap menangani secara positif dan konstruktif setiap proposal yang berpusat pada gencatan senjata permanen, asalkan Israel menyatakan komitmen eksplisitnya terhadap hal tersebut.
Meningkatnya korban sipil di Jalur Gaza, memicu Presiden Biden menghadapi kritik domestik yang semakin meningkat pula mengenai dukungan AS terhadap Israel dan seruan untuk berbuat lebih banyak guna mendorong pihak-pihak yang bertikai bernegosiasi.
Otoritas Kesehatan Jalur Gaza menyebutkan bahwa lebih dari 36.000 orang tewas dalam perang terbaru di wilayah kantong itu, yang dimulai pada Oktober 2023 ketika Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan. Serangan Hamas diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 252 orang.