Liputan6.com, Jakarta - Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh manusia, Allah Ta'ala telah mengutus para Rasul pilihan-Nya kepada tiap-tiap umat.
Dalam Islam, semua umat muslim mempercayai bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah dan hamba-Nya, serta Nabi terakhir yang diutus Allah untuk seluruh umat manusia.
Namun, muncul sebuah pertanyaan unik mengapa di Indonesia atau di tanah Jawa tidak ada nabi yang diutus. Begini penjelasan dari Ulama ahli tafsir Qur'an asal Rembang, Gus Baha (KH Ahmad Bahauddin Nursalim) dalam satu kajiannya yang diunggah di kanal YouTube @Santri Gayeng.
Dalam penjelasannya, Gus Baha menggunakan perumpamaan yang sangat masuk akal. Ia mengemukakan bahwa sejatinya Allah sangat mampu mengutus nabi di setiap desa, namun Allah memilih satu Nabi saja, yaitu Muhammad SAW, dan memerintahkan semua hamba untuk mengikuti ajarannya.
"Allah itu bisa saja menaruh nabi di setiap desa,sangat mampu. Tapi itu tidak dilakukan. Allah kirim Nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat," ujar Gus Baha.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Alasannya Dosis Orang Arab dan Jawa Berbeda
Ia juga mengumpamakan mengenai alasan nabi tidak diturunkan di Jawa, atau Indonesia sekalipun. Secara enteng Gus Baha menjelaskannya.
Bahwanya jika diibaratkan orang sakit, orang Arab itu sakitnya parah daripada orang Jawa. Maka dosis pemberian obatnya pun disesuaikan.
"Ada guyonan, orang Arab (jahiliyah) dengan orang Jawa lebih baik mana? Baik orang Jawa katanya. Ibarat obat, kalau orang Arab itu dosisnya tinggi sehingga dikirimlah diutuslah seorang nabi. Sedangkan orang Jawa cukup dengan kiai ulama saja sudah Islam. Penyakitnya ringan, jadi cukup diobati kiai saja sudah beriman," kata Gus Baha.
Sejarah masuknya Islam ke Nusantara memiliki beberapa versi. Para ahli sejarah menyatakan bahwa Islam lahir di Tanah Jawa sekitar abad ke-14 dibawa oleh Wali Songo, ulama keturunan Nabi Muhammad SAW.
Versi lain mengatakan bahwa Islam sudah ada di Nusantara pada abad ke-7 dibawa oleh para ulama dari Hadhramaut Yaman, yang singgah di Barus, kota pesisir di daerah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa para ulama dan keturunan Nabi Muhammad SAW memiliki andil besar dalam mengenalkan Islam di Nusantara. Bahkan, para keturunan nabi sangat mencintai Nusantara, tersebar di Indonesia, dan hingga kini aktif berdakwah.
Advertisement
Begini Islam Masuk Nusantara
Mengutip uici.ac.id, bukti yang menyebut Islam masuk pada abad ke-7 di antaranya ditunjukkan oleh berita China dari zaman Dinasti Tang.
Dijelaskan dalam catatan tersebut bahwa pada tahun 674 M, terdapat perkampungan bernama Barus atau Fansur, yang dihuni oleh orang-orang Arab yang memeluk Islam.
Bukti lain yang menguatkan masuknya Islam pada abad ke-7 adalah Makam Mahligai. Komplek makam tua ini berada di atas bukit dan sekitar 215 pasang nisan.
Dalam komplek makam tersebut, terdapat satu nisan bertuliskan ‘Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M atau 48 H’. Artinya hanya selisih satu abad setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Komplek makam mahligai memiliki luas mencapai 3 hektare. Di sini terdapat makam Syech Imam Khotil Muazamsyah Biktibai, Syech Samsuddin Min Biladil Fansury (dari negeri Fansyuri), dan Syech Zainal Abidin, Syech Ilyas, Syech Samsuddin, serta makam-makam lain pengikutnya.
Selain makam, bukti masuknya Islam juga terdapat benda-benda kuno bersejarah seperti perhiasan, mata uang dari emas, dan perak, prasasti dan fragmen arca.
Penyebaran Islam di Nusantara dilakukan dengan pendekatan damai, adaptif terhadap budaya lokal, serta toleransi terhadap keberagaman.
Dengan cara tersebut, Islam berhasil meraih tempat yang kuat di hati masyarakat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul