Buruh: Iuran Tapera Rawan Korupsi!

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengemukakan beberapa alasan mengapa iuran Tapera harus dicabut, dengan fokus utama pada potensi korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.

oleh Ilyas Istianur PradityaTira Santia diperbarui 02 Jun 2024, 16:00 WIB
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) atau iuran Tapera.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengemukakan beberapa alasan mengapa Tapera harus dicabut, dengan fokus utama pada potensi korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.

Menurut Said, dana Tapera sangat rawan disalahgunakan karena adanya kerancuan dalam sistem anggaran. Dana Tapera dikumpulkan dari iuran pekerja dan pengusaha, namun dikelola oleh pemerintah tanpa adanya kontribusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menimbulkan risiko besar bagi penyalahgunaan dana.

"Model Tapera bukanlah sistem jaminan sosial maupun bantuan sosial yang jelas. Dana dari iuran masyarakat ini dikelola oleh pemerintah, yang seharusnya tidak memiliki andil dalam dana yang bukan berasal dari APBN atau APBD. Ini membuka peluang besar untuk korupsi," jelas Said dalam keterangannya, Minggu (2/6/2024).

Tak Cukup untuk Beli Rumah

Selain itu, Said menyoroti bahwa dana yang dikumpulkan dari iuran pekerja sebesar 3% dari upah mereka tidak akan cukup untuk membeli rumah dalam jangka waktu sepuluh hingga dua puluh tahun. Bahkan, uang muka saja tidak akan terpenuhi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja dalam memiliki rumah.

Lebih lanjut, Said mengkritik pemerintah yang dinilai lepas tangan dalam penyediaan rumah bagi pekerja. Tidak ada klausul dalam PP Tapera yang menyatakan bahwa pemerintah turut mengiur dalam program ini. Seluruh biaya dibebankan kepada pekerja dan pengusaha, tanpa ada subsidi dari pemerintah.

Potongan iuran Tapera juga membebani biaya hidup pekerja. Di tengah penurunan daya beli dan rendahnya upah minimum akibat UU Cipta Kerja, tambahan potongan sebesar 2,5% untuk Tapera semakin memberatkan pekerja yang sudah terbebani berbagai potongan lain seperti Pajak Penghasilan dan iuran jaminan sosial lainnya.

 


Harusnya Sukarela Bukan Dipaksa

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat menggelar aksi Hari Buruh Internasional atau May Day di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat pada Rabu (1/5/2025). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Said juga menegaskan bahwa Tapera merupakan tabungan yang bersifat memaksa, yang seharusnya bersifat sukarela. Hal ini berbeda dengan program jaminan sosial lainnya yang diperbolehkan adanya subsidi silang antar peserta, seperti dalam program jaminan kesehatan.

Ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dana Tapera menjadi alasan keenam yang disampaikan Said. Bagi pekerja swasta, terutama yang berstatus kontrak dan outsourcing, potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat tinggi, sehingga keberlanjutan dan pencairan dana Tapera menjadi sulit.

Dengan alasan-alasan tersebut, KSPI bersama Partai Buruh akan menggelar aksi besar pada 6 Juni di Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut pencabutan PP No. 21 tahun 2024 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera. Said menutup dengan menekankan pentingnya aksi ini untuk melindungi hak-hak pekerja dari potensi korupsi dan beban tambahan yang tidak adil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya