Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri). Sebab, pembahasan revisi UU Polri menuai banyak kontroversi dari publik.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan menolak dengan keras revisi UU Polri yang menjadi inisiatif DPR RI tersebut.
Advertisement
Isnur menilai, pembahasan revisi UU Polri terlalu terburu-buru hingga melahirkan pasal-pasal yang dianggap serampangan. Bahkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga UU Polri itu dinilai sarat kepentingan politik.
"Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia," ucapnya.
Di satu sisi, masih banyak pembahasan undang-undang lain yang sekiranya dapat menjadi prioritas DPR, seperti KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk melakukan evaluasi yang serius dan audit yang menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara," ujar Isnur.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja Kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat, yang mampu memberikan sanksi tegas kepada individu pelaku dan juga perbaikan institusional untuk mencegah pelanggaran serupa terjadi pada masa mendatang," sambung dia seraya menutup.
Isi Sebagian Draf Revisi UU POlri
Sebelumnya, Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sejumlah tugas pokok Polri. Salah satunya yakni melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan, pengawasan, dan pengamanan Ruang Siber, yang tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) poin c.
Beberapa poin lainnya yakni melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya serta melaksanakan kegiatan Intelkam Polri.
"Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai penyadapan; dan/atau melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal tersebut seperti dikutip merdeka.com, Rabu (29/5).
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) poin r disebutkan anggota Korps Bhayangkara dapat menerbitkan atau mencabut daftar pencarian orang
"Melakukan penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif; dan/atau melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab," tulis pasal tersebut.
Selanjutnya, pada Pasal 16A menyebutkan tugas Intelkam Polri dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i, Polri berwenang untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam Polri sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.
Advertisement
Atur Tugas Intelijen dan Keamanan
Kemudian, melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan intelijen, mengumpulkan informasi dan bahan keterangan serta melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing guna mengamankan kepentingan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Berikutnya, pada Pasal 16B ayat (1) disebutkan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan dalam rangka tugas Intelkam Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A huruf c.
Hal ini meliputi permintaan bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya dan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.
Pada ayat (2) pun disebutkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap sasaran sumber ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri termasuk ancaman dari orang yang sedang menjalani proses hukum.
"Terkait dengan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan/atau terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional," bunyi pasal tersebut lagi.
"Ayat (3) Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com