Liputan6.com, Bandung - Beberapa hari ini setelah viralnya poster “All Eyes on Rafah” di media sosial banyak masyarakat Indonesia yang mulai menggunakan poster “All Eyes on Papua”.
Diketahui poster ini menjadi salah satu media untuk mendapatkan perhatian seluruh masyarakat Indonesia terkait hutan Papua yang disebut akan menjadi lahan perkebunan sawit.
Advertisement
Selain dijadikan template di media sosial Instagram tagar “All Eyes on Papua” juga menjadi trending di media sosial X (sebelumnya Twitter). Kemudian banyak masyarakat yang mulai bersuara terkait latar belakang poster tersebut.
Melansir dari beberapa sumber para warganet memberikan suaranya terhadap hutan papua yang akan dibabat oleh pejabat dan petinggi untuk perkebunan sawit.
Sehingga masyarakat adat di Papua yang terdampak langsung sedang berusaha memperjuangkan hak mereka terhadap hutan adat tersebut terutama untuk tetap menjaga hutannya yang menjadi tempat tinggal.
Berdasarkan informasi dari berbagai unggahan akun di media sosial banyak cuplikan video hingga foto yang memperlihatkan masyarakat adat Awyu Papua menggelar demo di depan Mahkamah Agung.
Demo tersebut dilakukan untuk menyuarakan hak para masyarakat adat Papua khususnya yang bertempat tinggal di hutan adat. Mereka juga bersuara bagaimana tempat tinggalnya terancam digusur karena akan dijadikan perkebunan sawit.
Lantas Apa Sebenarnya “All Eyes on Papua”?
Berdasarkan informasi dari beberapa sumber poster “All Eyes on Papua” menjadi media suara terkait permintaan masyarakat Papua khususnya adat Awyu dam Moi.
Mereka berharap agar hutan adat yang menjadi tempat tinggalnya selamat dari pembukaan perkebunan sawit. Diketahui hutan masyarakat Awyu telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Tidak hanya dioperasikan oleh sejumlah perusahaan pihak pemerintah provinsi juga telah mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk perusahaan-perusahaan tersebut.
Melansir dari unggahan poster yang lain dijelaskan pula bahwa hutan di Papua tepatnya di Boven Digul Papua seluas 36 ribu hektar atau separuh luas Jakarta akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit.
Hal ini memunculkan kekhawatiran mulai dari hilangnya hutan alam dan diperkirakan menghasilkan emisi 25 juta ton karbon dioksida. Sehingga dampaknya tidak hanya dirasakan oleh seluruh rakyat Papua tetapi juga masyarakat dunia.
Advertisement
Pentingnya Hutan Adat Bagi Masyarakat
Perjuangan masyarakat adat khususnya masyarakat Awyu dan Moi tidak terlepas untuk mempertahankan hutan adat yang berperan penting. Hutan tersebut menjadi sumber penting untuk kehidupan para masyarakat.
Diketahui masyarakat Awyu dan Moi menjadikan hutan tersebut sebagai sumber dari kehidupannya mulai dari pangan, air, hingga hasil hutan lainnya bagi masyarakat adat.
Melansir dari situs Greenpeace suku Moi adalah suku yang bisa ditemukan di sebagian daerah distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Kemudian masyarakat suku Awyu tinggal di dekat Sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, Sungai Digoel, dan lahan gambut serta rawa.