Adab Menghafal Al-Qur'an Menurut Imam Nawawi, Insya Allah Tambah Berkah

3 poin penting dari Imam Nawawi mengenai adab menghafal Al-Qur'an

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jun 2024, 11:30 WIB
Santriwati penyandang tuna rungu menghafal Al-Qur'an di Pesantren Tahfiz Difabel di Jalan Manunggal Jaya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Adab atau etika dalam menghafal Al-Qur'an memiliki peran yang sangat penting karena mencerminkan rasa hormat dan kesungguhan terhadap kitab suci Allah SWT.

Salah satu aspek penting dari adab ini adalah menjaga kebersihan fisik dan batin saat berinteraksi dengan Al-Qur'an.

Para penghafal Al-Qur'an harus memastikan kebersihan diri sebelum memegang atau membaca Al-Qur'an, seperti menjaga kebersihan pakaian dan melakukan wudhu dengan sempurna.

Selain itu, adab dalam menghafal Al-Qur'an juga mencakup sikap khusyuk dan penuh tawadhu (rendah hati).

Para penghafal perlu memahami bahwa mereka sedang berurusan dengan wahyu ilahi yang suci, sehingga sikap penuh konsentrasi, penghormatan, dan pengabdian sangatlah penting.

Hal ini mencakup menghafal Al-Qur'an dengan penuh perhatian dan mempersembahkan waktu yang cukup untuk memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ini Firman Allah SWT tentang Kemudahan Menghafal Al-Qur'an

Menghafal Al-Qur'an. (AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN)

Menukil mui.or.id, sejak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW hingga saat ini Al-Qur'an masih terus dibaca, dihafalkan, dikaji bahkan diamalkan.

Tak hanya oleh umat Muslim, tetapi didapati beberapa intelektual non-Muslim kerap mendalami khazanah ilmu Al-Qur'an untuk berbagai kepentingan.

Tingginya semangat untuk mengabdi kepada Al-Qur'an, dapat dilihat dari banyaknya pondok pesantren serta lembaga di Indonesia yang khusus untuk mencetak para penghafal Al-Qur'an.

Hal ini juga didukung Allah ta’ala bahwa bagi siapa saja yang mempelajari Al-Qur'an akan diberikan kemudahan, firman-Nya dalam surat Al Qamar ayat 17:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ

Artinya: “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”


Ini Adab dalam Menghafal Al-Qur'an

Personel Polres Kebumen menguji setoran hafalan Al-Qur'an atau tahfiz Qur'an dari siswa SMP Muhammadiyah 9 Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Polres Kebumen)

Tak hanya sekali, Allah mengulang ayat tersebut sebanyak empat kali pada ayat 7, 22, 32, dan 40 dalam surat yang sama. Para ulama tafsir umumnya berpendapat ayat ini mengandung makna bahwa Allah telah memudahkan bagi seseorang yang ingin membaca, menghafal dan menggali ilmu Al-Qur'an.

Pendapat senada diungkapkan pula oleh Imam Ath Thabari dalam kitab tafsirnya yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an.

Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an karya Imam Nawawi Al Dimasyqi dijelaskan beberapa adab bagi para penghafal Al-Qur'an yang perlu diperhatikan. Mengingat Al-Qur'an bukan kitab bacaan buatan manusia, melainkam kumpulan firman Allah Yang Mahasuci.

Berikut beberapa etika bagi penghafal Al-Qur'an yang Imam Nawawi sebutkan dalam kitabnya, secara garis besar terdapat tiga poin utama:

Menyucikan hati dan diri

Saat mendatangi guru ataupun majelis Al-Qur'an berpenampilan sempurna serta menjauhkan diri dari hal-hal tercela yang bertolak belakang dengan ajaran Al-Qur'an.

Sikap tersebut juga termasuk membersihkan diri dari segala penyakit hati seperti iri, dengki, hasad, dan penyakit hati lainnya. Hati yang bersih menandakan bahwa diri tersebut siap menerima segala keberkahan ilmu dari para guru.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk memuliakan Al-Qur'an yang akan dipelajari. Menyiapkan penampilan yang sempurna serta hati yang bersih merupakan wasilah agar dibukakannya kemudahan dalam memahami Al-Qur'an.

Penyucian diri dari segala dosa sangat penting. Salah satu kisah populer yang dapat diambil hikmahnya yaitu kisah Imam Syafii yang mengadukan kualitas hafalannya kepada guru beliau Imam Waki’:

وكيع سوء شكوت حفظيفأرشدني ترك المعاصيوأخبرني بأن العلم نورونور الله لا يهدى لعاصي

“Aku (Imam Syafi‟i) mengadu kepada Kiai Waqi‟ tentang buruknya hafalan. Lalu beliau menasehatiku agar meninggalkan perbuatan maksiat. Karena sesungguhnya hafalan itu anugerah dari Allah. Sedangkan Allah tidak memberikan anugerah hafalan kepada orang yang ahli maksiat”

 


Dua Adab Lainnya

Guru mengajari santriwati penyandang tuna rungu menghafal Al-Qur'an di Pesantren Tahfiz Difabel di Jalan Manunggal Jaya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan(merdeka.com/Arie Basuki)

Konsentrasi belajar

Imam Nawawi berpendapat bagi penghafal Al-Qur'an harus menjauhi hal-hal yang menyibukkan kecuali melakukan hal yang berkaitan dengan belajar dan untuk suatu kebutuhan.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa apabila pikiran peserta didik telah terbagi maka kuranglah kesanggupannya untuk mendalami ilmu pengetahuan.

Bagi seseorang penghafal Al-Qur'an proses mengulang bacaan merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan, kesungguhan dan kesabaran yang tinggi, kecerdasan saja tidak cukup.

Konsentrasi penuh sangat diperlukan, terlebih hal ini akan semakin sulit dilakukan saat berada apa situasi dan kondisi yang kurang mendukung.

Dalam perjalanan menghafal Al-Qur'an bukan mereka yang memiliki memiliki IQ tinggi ataupun kecerdasan di atas rata-rata yang mampu menyelesaikan hafalan. Namun, mereka yang sungguh-sungguh serta konsentrasi penuh saat proses menghafallah yang akan sampai pada target.

Sekalipun seseorang memiliki IQ di atas normal, namun jika tidak dibarengi dengan keseriusan dalam belajar, maka tinggal menunggu kegagalan dalam proses belajarnya. Hal ini membuktikan bahwa kecerdasan yang tinggi bukan faktor utama bagi seseorang untuk menyelesaikan hafalannya.

Komitmen dalam belajar

Komitmen merupakan sikap seseorang yang mencerminkan kemantapan kemauan, keteguhan sikap, kesungguhan, dan tekat untuk berbuat yang lebih baik. Dalam hal ini Imam Nawawi menekankan kepada penghafal Al-Qur'an untuk gemar dan tekun menuntut ilmu.

Khususnya bagi penghafal Al-Qur'an yang memiliki kontrak seumur hidup untuk mengulang-ngulang hafalannya agar tetap terjaga. Jika sikap konsisten ini tidak ada dalam diri penghafal Al-Qur'an maka akan sulit untuk menyelesaikan hafalannya.

Karena sering kali saat proses menghafal Al-Qur'an ditemui berbagai macam kendala, baik itu jenuh karena harus selalu mengulang hafalan ataupun lingkungan yang kurang kondusif untuk mengaji.

Demikianlah tiga poin utama dari Imam Nawawi mengenai adab yang perlu diperhatikan oleh penghafal Al-Qur'an. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui keberkahan Al-Qur'an.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya