Puan Maharani soal Putusan MA Terkait Umur Calon Kepala Daerah: Masyarakat yang Lihat Baik atau Tidak

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan ketentuan baru tentang persyaratan usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang kemudian menuai pro dan kontra.

oleh Tim News diperbarui 04 Jun 2024, 15:45 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani di acara Parliamentary Meeting on The Occasion of The 10th WWF di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Selasa (21/5)/Istimewa.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan ketentuan baru tentang persyaratan usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang kemudian menuai pro dan kontra.

Terkait hal itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan, harusnya putusan MA tersebut membuat proses Pilkada 2024 berjalan dengan baik.

"Ya seharusnya keputusan MA itu berlaku untuk proses-proses Pilkada, itu kan untuk proses pilkada yang baik, berjalan jujur adil dan emang terbaik untuk pelaksanaan Pilkada ke depan bagi bangsa dan negara," kata Puan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Sehingga, atas putusan MA masyarakat tinggal melihat apakah akan berjalan baik atau tidak untuk proses Pilkada yang akan datang.

"Jadi ya selanjutnya masyarakat yang kemudian melihat apakah itu terbaik atau tidak silakan masyarakat yang kemudian memberikan masukannya," ujar Puan.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, putusan MA ini bermasalah karena melanjutkan preseden buruk dari Pemilu 2024, yakni mengotak-atik aturan terkait kandidasi yang terlalu berdekatan dengan periode pendaftaran bakal calon peserta pemilu.

"Terlebih, perubahan aturan tersebut diterapkan pada periode Pilkada sekarang, sehingga dapat langsung menguntungkan pihak tertentu, dalam hal ini diduga adalah anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang akan berusia genap 30 (tiga puluh) tahun pada Desember 2024," kata peneliti ICW, Seira Tamara, dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/6/2024).

Pihaknya menilai, putusan ini juga sama-sama memberikan karpet merah untuk semakin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi.

"Melalui kandidasi Kaesang Pangarep selaku kepala daerah di akhir masa jabatannya sebagai kepala negara," kata dia.

Pihaknya mengingatkan, Tanpa secara eksplisit disebutkan penghitungan pada tahapan pemilihan pun, pembacaan UU Pemilu secara sistematis dan praktik ketatanegaraan Indonesia selama ini menunjukkan bahwa syarat usia merupakan syarat administratif di tahap pendaftaran.

"Dengan demikian, menjadikan ketentuan mengenai syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak masa pelantikan calon terpilih adalah hal yang tidak berdasar dan mengada-ada," kata Seira.

 


Dilaporkan

Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY), terkait perubahan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui putusan nomor 23 P/HUM/2024.

Direktur Gradasi, Abdul Hakim menyampaikan, putusan tersebut diduga bersinggungan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam proses pengujian Undang-Undang Pilkada.

"Diduga kuat melanggar (kode etik). Karena apa? Kenapa ini diprioritaskan. Artinya kalau diprioritaskan untuk seseorang, ada asas yang dilanggar, asas imparsialitas. Seharusnya tidak terjadi. Harusnya hakim tidak ada keberpihakan," tutur Hakim di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).

Tiga hakim yang dilaporkan adalah Hakim Agung Yulius, Hakim Agung Cerah Bangun, dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi. Menurut Hakim, mereka diduga telah melanggar asas ketidakberpihakan, kenetralan, serta sikap tanpa bias dan prasangka dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara atau imparsialitas.

Pasalnya, proses permohonan pengujian Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota terhadap UU Pilkada yang dilakukan Partai Garuda tersebut diputus secara cepat oleh ketiganya, yakni dikeluarkan hanya dalam tiga hari.

"Kami tidak tahu ada apa di dalamnya sehingga kami datang ke sini untuk meminta kepada KY untuk memanggil ketiga hakim ini untuk didalami," jelas dia.

Hakim mengulas, berdasarkan catatannya MA setidaknya membutuhkan waktu hitungan bulan sebelum memutus perkara pengujian Undang-Undang. Selain itu, proses pengujian dan putusan itu dinilainya janggal lantaran dilakukan jelang Pilkada Serentak 2024.

 


Ada yang Diuntungkan

Sifat pengujian Undang-Undang di MA yang tertutup pun disebutnya sarat dimanfaatkan untuk sesuatu yang bermuatan politis. Terlebih, beredar isu putusan tersebut merupakan langkah memuluskan Kaesang Pangarep ikut dalam Pilkada Serentak 2024.

"Bisa jadi ada. Kami tidak fokus pada politiknya, tapi fokus pada proses pengadilan ini, putusan ini. Siapa yang diuntungkan, teman-teman bisa cari sendiri nanti. Pasti ada yang diuntungkan dari putusan ini," ungkap Hakim.

Koordinator Gradasi Zainul Arifin menambahkan, KY harus menggunakan kewenangannya untuk memanggil dan memeriksa ketiga hakim tersebut. Termasuk memutuskan sanksi apabila benar mereka memyalahi aturan.

"Kita mau ya pencopotan, kalau itu memang jelas terbukti ya. Tapi paling tidak ada ketegasan KY untuk mengklarifikasi dan memanggil pihak itu. Dan kalaupun dikonfrontir, kami siap," kata Arifin.

 

 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya