Dalami Dugaan Korupsi Gus Muhdlor, KPK Periksa Staf Bupati Sidoarjo

Kondisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menelusuri kasus korupsi pemotongan dana insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo yang menjerat Bupati nonaktif Ahmad Muhdlor Ali.

oleh Tim News diperbarui 04 Jun 2024, 16:28 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Muhdlor Ali (AMA) alias Gus Muhdlor selama 20 hari pertama. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kondisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menelusuri kasus korupsi pemotongan dana insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo yang menjerat Bupati nonaktif Ahmad Muhdlor Ali.

KPK pun mencecar uang korupsi yang masuk ke kantong pria yang akrab disapa Gus Muhdlor itu melalui staf bupati, Achmad Masuri.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan pemeriksaan terhadap Masuri berlangsung di Polda Jawa Timur pada Senin 3 Juni 2024.

"Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain soal dugaan soal besarnya pemotongan uang serta pendalaman atas adanya aliran uang yang didapatkan Tersangka AMA," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (5/6/2024).

Ali menyebut dari hasil pemotongan dana insentif ASN tersebut digunakan oleh Muhdlor untuk kepentingan pribadinya.

Namun Ali enggan untuk membeberkan yang dimaksud dengan kebutuhan pribadi mantan politikus PKB itu.

Sebelumnya, Gus Muhdlor resmi ditahan usai diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif ASN Sidoarjo. Dia ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK.

"Tim penyidik menahan tersangka AMA selama 20 hari pertama," kata Johanis Tanak kepada wartawan, Selasa (7/5/2024).

Johanis mengatakan, KPK melakukan penahanan dalam rangka kepentingan penyidikan. Gus Muhdlor ditempatkan di Rutan KPK.

"Penahanan terhitung mulai hari pada 7 Mei 2024 sampai 26 Mei 2024," ujar dia.

 


Kasusnya

Johanis Tanak menyebut Muhdlor dalam jabatannya membuat aturan perihal pencairan dana ASN pada tahun 2023. Dimana aturan tersebut sebagai kedok untuk tersangka melakukan pemotongan dana ASN.

"Dibuatkan aturan dalam bentuk keputusan Bupati yang ditandatangani AMA (Gus Muhdlor) untuk empat triwulan dalam tahun anggaran 2023 yang dijadikan sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai dilingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo," ungkap Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/5).

Setelahnya, ia memerintahkan Kasubag Umum BPPD Sidoarjo Siska Wati untuk menghitung besaran dana yang didapatkan ASN sekaligus menghitung besaran pemotongannya.

"Yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS (Ari) dan lebih dominan uangnya bagi AMA (Gus Muhdlor)," ujar Tanak.

Sementara pemotongan dana yang dipatok sebesar 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran intensif yang diterima ASN BPPD.

 


Muhdlor Monitor Hasil Pemotongan

Tanak juga menambahkan, mantan politikus PKB itu sempat berupaya menutupi upaya korupsinya. Dimana sopir pribadinya Ari memerintahkan Siska menyerahkan uang hasil potongan secara tunai.

Kemudian pemotongan dana itu dikoordinir setiap bendahara yang sudah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Muhdlor juga memonitor hasil pemotongan itu melalui Ari lewat beberapa orang kepercayaannya.

"Terkait proses penerimaan uang oleh AMA (Gus Muhdlor), penyerahannya dilakukan langsung SW (Siska) sebagaimana perintah AS (Ari) dalam bentuk uang tunai diantaranya diserahkan ke supir AMA. Setiap kali selesai penyerahan uang, SW selalu melaporkannya pada AS," jelas Tanak.

Oleh karenanya, Muhdlor Ali dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan terhitung sejak 7 Mei sampai dengan 26 Mei 2024.

Total sudah ada tiga tersangka dari perkara ini, yakni Siska Wati, Ari, dan Gus Muhdlor

Muhdlor pun dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya