Liputan6.com, Jakarta - Salah satu kawasan wisata paling populer di Tokyo, yaitu Shibuya, mengambil langkah untuk mengekang perilaku buruk dengan melarang siapapun meminum minuman beralkohol di jalanan. Peraturan itu rencananya mulai berlaku pada Oktober 2024.
Mengutip dari laman CNN, Selasa, 4 Juni 2024, larangan minum minuman keras (miras) di tempat umum di Shibuya akan berlaku mulai pukul 18.00 sampai pukul 05.00 setiap hari. Usia legal untuk meminum miras di Jepang adalah 20 tahun.
Advertisement
Kota Shibuya yang merupakan distrik dengan pemerintahan sendiri di Tokyo dapat membuat peraturan daerahnya sendiri. Wali Kota Shibuya Ken Hasebe baru-baru ini mengatakan kepada wartawan, "Kami telah meningkatkan patroli dan upaya lain selama setahun terakhir."
Namun, menurutnya, cara itu kurang efektif mengatasi warga yang mabuk-mabukan di jalanan, sehingga harus mengeluarkan aturan agar warga menikmati minuman di dalam restoran. Ia menyebut bahwa kabar ini mungkin tidak mengejutkan warga sekitar.
Musim gugur lalu, Shibuya juga melarang kegiatan yang berhubungan dengan Halloween di distrik tersebut, termasuk larangan minum alkohol di luar bar dan restoran. Wali Kota Hasebe mengatakan bahwa bisnis lokal mendukung peraturan tersebut dan berada di balik dorongan untuk menjadikan peraturan tersebut permanen.
"Kerusakan yang disebabkan oleh overtourism menjadi serius, mengakibatkan kerusakan properti akibat minum-minum di jalan, pertengkaran dengan penduduk setempat, dan membuang banyak kaleng dan botol kosong," kata pemerintah kota dalam sebuah pernyataan pada Oktober lalu.
Shibuya yang Populer dan Padat Turis
Shibuya adalah rumah bagi beberapa atraksi paling populer di ibu kota, termasuk Kuil Meiji, Taman Yoyogi, dan “Perempatan Shibuya”, diyakini sebagai persimpangan tersibuk di dunia. Di sisi lain, Jepang telah berjuang untuk mengatasi overtourism sejak dibuka kembali sepenuhnya pascapandemi.
Lebih dari tiga juta pengunjung mengunjungi negara ini pada bulan April dan Mei tahun ini, dan tren ini kemungkinan akan terus berlanjut hingga musim panas. Mendidik pengunjung tentang budaya lokal telah menjadi komponen besar dalam menghadapi masuknya wisatawan internasional.
Di kota bersejarah Kyoto, tempat geisha dan murid-muridnya (maiko) tinggal di sekitar gang-gang kuno, penduduk setempat telah mencoba mencari cara untuk mencegah orang asing melecehkan para perempuan tersebut saat mereka dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Kantor pariwisata resmi Kyoto telah memasang poster dan membagikan pamflet tentang berbagai adat istiadat sosial di Jepang, mulai dari cara menggunakan toilet hingga cara memberi tip.
Advertisement
Perilaku Tak Sopan Turis ke Geisha
Perlindungan juga berlaku bagi geisha, yaitu para pengunjung diminta untuk tidak menyentuh para wanita tersebut, mengenakan kimono mereka, atau mengambil foto mereka tanpa izin. Penduduk lokal Gion juga telah mengambil beberapa tindakan, seperti memblokir gang-gang pribadi.
Meskipun begitu, “geisha paparazzi” dan turis-turis pengganggu lainnya masih menimbulkan konflik antara pengunjung dan penduduk setempat. Mengutip Japan Today, Jumat, 8 Maret 2024, warga Kyoto telah lama mengeluhkan perilaku wisatawan.
Mereka mengaku frustasi menghadapi perilaku buruk turis, terutama di Distrik Gion yang merupakan rumah bagi kedai teh tempat geiko (sebutan bagi geisha setempat) dan maiko muda yang masih magang. Pada Desember 2023, dewan distrik Gion yang anggotanya warga setempat pernah mendesak Pemerintah Kota Kyoto untuk mengatasi masalah ini dengan mengatakan bahwa lingkungan mereka 'bukanlah taman hiburan'.
Salah satu anggota dewan distrik sebelumnya mengeluhkan akibat ulah wisatawan yang tak sopan, kimono maiko robek. Seorang maiko mengatakan kepada media Jepang tentang contoh kimono maiko yang robek dan seorang maiko lainnya lagi terdapat puntung rokok di kerah kimononya.
Paparazi Geisha
Dengan masalah yang masih berlangsung seperti ini, dewan distrik memutuskan untuk menindaklanjuti. "Kami akan meminta wisatawan untuk tidak memasuki gang-gang sempit pada atau setelah bulan April 2024," kata anggota Eksekutif Dewan, Isokazu Ota, kepada AFP.
"Kami tidak mau melakukan ini, tapi kami putus asa," ungkapnya, sambil menambahkan bahwa mereka akan memasang tanda-tanda untuk melarang wisatawan berperilaku buruk pada geisha.
Jalan Hanamikoji adalah jalan utama di Gion, yang merupakan jalan umum dan akan tetap dibuka untuk wisatawan. Selain jalan umum, dewan distrik akan menutup gang-gang kecil tempat geisha biasanya keluar.
Isokazu Ota mengatakan sekelompok wisatawan kadang-kadang "bertindak seperti paparazzi" ketika geisha muncul dari jalan sempit yang lebarnya hanya satu atau dua meter. Wisatawan yang memotret geisha sembarangan memunculkan fenomena 'geisha paparazzi'.
Otoritas Kyoto bukan tak mencari cara menekan dampak overtourism itu. Mereka telah melarang wisatawan mengambil foto geisha dan maiko sembarangan sejak 2015.
Advertisement