Mengenal Penyakit Pendarahan Otak hingga Cara Mencegahnya

Penyebab utama pendarahan otak bervariasi, tetapi hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi salah satu faktor risiko terbesar.

oleh Panji Prayitno diperbarui 06 Jun 2024, 19:00 WIB
Ilustrasi Penanganan Pecah Pembuluh Darah Otak Tanpa Pembedahan/dok. Unsplash Robina

Liputan6.com, Jakarta - Kabar gembira datang dari Tukul Arwana. Setelah lama vakum dari dunia hiburan karena sakit, kondisi Tukul Arwana mulai membaik dan akhirnya kembali ke dunia televisi.

Diketahui, Tukul Arwana menderita sakit pendarahan otak atau dikenal juga dengan istilah hemorrhagic stroke. Dirangkum dari berbagai sumber, sakit ini adalah kondisi medis serius yang terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah, menyebabkan darah mengalir ke jaringan otak dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak.

Kondisi pendarahan otak merupakan salah satu jenis stroke yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada otak atau bahkan kematian jika tidak segera ditangani.

Penting untuk memahami penyebab, gejala, dan penanganan pendarahan otak guna mengurangi risiko dan dampak negatif dari kondisi ini. Penyebab utama pendarahan otak bervariasi, tetapi hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi salah satu faktor risiko terbesar.

Ketika tekanan darah terlalu tinggi, dinding pembuluh darah bisa melemah dan akhirnya pecah. Selain hipertensi, aneurisma otak—pembengkakan di dinding pembuluh darah—juga dapat pecah dan menyebabkan pendarahan.

Faktor lain seperti trauma kepala akibat kecelakaan, gangguan pembekuan darah, dan penggunaan obat antikoagulan juga meningkatkan risiko terjadinya pendarahan otak. Gejala pendarahan otak dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan keparahan pendarahan.

Gejala umum termasuk sakit kepala hebat yang datang tiba-tiba, mual dan muntah, kelemahan atau mati rasa di wajah, lengan, atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan, penglihatan kabur atau ganda, serta kehilangan keseimbangan atau koordinasi.


Pencegahan

Pada kasus yang lebih parah, pendarahan otak dapat menyebabkan kejang, hilang kesadaran, atau koma. Diagnosis pendarahan otak memerlukan pemeriksaan medis yang cermat.

Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis, serta memerintahkan tes pencitraan seperti CT scan atau MRI untuk melihat kondisi otak secara lebih jelas. Tes-tes ini dapat membantu mengidentifikasi lokasi, ukuran, dan penyebab pendarahan, sehingga memungkinkan dokter merencanakan penanganan yang tepat.

Penanganan pendarahan otak bertujuan untuk menghentikan pendarahan, mengurangi tekanan pada otak, dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Tindakan medis yang mungkin dilakukan termasuk pemberian obat untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah kejang, serta prosedur bedah seperti kraniotomi untuk mengangkat darah yang menumpuk atau memperbaiki pembuluh darah yang rusak.

Dalam beberapa kasus, terapi endovaskular—prosedur non-bedah menggunakan kateter untuk memperbaiki aneurisma atau malformasi pembuluh darah—juga dapat dilakukan.Proses pemulihan setelah pendarahan otak bisa memakan waktu lama dan membutuhkan rehabilitasi intensif.

Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi wicara untuk mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kerusakan otak. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting dalam proses pemulihan ini, karena kondisi emosional dan mental pasien juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan rehabilitasi.

Pencegahan pendarahan otak sebagian besar berkaitan dengan pengelolaan faktor risiko. Mengontrol tekanan darah melalui pola makan sehat, olahraga teratur, dan pengobatan yang tepat sangat penting.

Hindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, serta lakukan pemeriksaan kesehatan rutin untuk mendeteksi dan mengatasi masalah kesehatan sejak dini. Dengan langkah-langkah pencegahan ini, risiko terjadinya pendarahan otak dapat diminimalkan, menjaga kesehatan otak dan kualitas hidup secara keseluruhan.

 

Penulis: Belvana Fasya Saad

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya