Angka Kelahiran di Jepang Kritis, Catat Rekor Terendah 8 Tahun Berturut-turut

Upaya pemerintah Jepang mendorong angka kelahiran, termasuk dengan meningkatkan dukungan bagi orang tua.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Jun 2024, 16:14 WIB
Ilustrasi bayi. (Dok. jcomp/Freepik)

Liputan6.com, Tokyo - Kementerian Kesehatan Jepang pada hari Rabu (5/6/2024) menggambarkan angka kelahiran di negara itu "kritis" karena mencapai rekor terendah selama delapan tahun berturut-turut.

Data yang dirilis Kementerian Kesehatan Jepang menunjukkan bahwa angka kelahiran di Jepang – jumlah rata-rata anak yang diharapkan dimiliki oleh seorang perempuan dalam hidupnya – berada pada angka 1,2 pada tahun lalu, jauh di bawah 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi.

Angka tersebut turun dari 1,26 pada tahun 2022 dan merupakan penurunan tahunan kedelapan berturut-turut di negara berpenduduk 124 juta orang.

"Penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut merupakan situasi kritis," kata seorang pejabat kementerian kesehatan yang bertanggung jawab atas data tersebut kepada AFP, seperti dilansir CNA, Kamis (6/6).

"Berbagai faktor, seperti ketidakstabilan ekonomi dan kesulitan dalam mengatur pekerjaan dan mengasuh anak dapat menjadi penyebab turunnya angka tersebut."

Penurunan angka kelahiran merupakan tren umum di negara-negara maju dan angka kelahiran di Jepang masih berada di atas negara tetangganya, Korea Selatan, yang mencatat angka kelahiran terendah di dunia, yaitu 0,72.

Namun, dengan jumlah penduduk tertua di dunia setelah Monako, Jepang berupaya keras mencari cara untuk mendorong "ledakan" kelahiran guna mencegah krisis demografi.


Berbagai Upaya Dilakukan

Ilustrasi bayi. (Dok. pvproductions/Freepik)

Parlemen Jepang pada hari Rabu menyetujui revisi undang-undang untuk memberikan lebih banyak dukungan keuangan bagi orang tua, meningkatkan akses terhadap layanan penitipan anak dan memperluas manfaat cuti orang tua.

Ini adalah upaya terbaru pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran, sebuah isu yang disoroti oleh Perdana Menteri Fumio Kishida sebagai sebuah risiko mendesak bagi masyarakat Jepang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya