Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham di kawasan Asia dan Pasifik atau sering disebut Bursa Asia menguat pada perdagangan Kamis pagi ini. Penguatan bursa Asia ini terjadi karena ada harapan penurunan suku bunga Bank Sentral Eropa.
Selain itu, pendorong lain kenaikan Bursa Asia di Kamis pagi ini adalah sentimen dari bursa Amerika Serikat (AS). Indeks bursa S&P dan Nasdaq mencapai level tertinggi baru semalam.
Advertisement
Bank Sentral Eropa pada minggu ini tampaknya akan memangkas biaya pinjaman untuk kawasan euro untuk pertama kalinya sejak September 2019.
Mengutip CNBC, Kamis (6/6/2024), indeks saham Nikkei 225 Jepang naik 1,12% menjadi 100 poin setelah melewati angka 39.000 untuk pertama kalinya dalam dua minggu. Sementara indeks Topix berbasis luas naik 0,65%.
Di Australia, Indeks S&P/ASX 200 naik tipis 0,12%, menjelang data perdagangan untuk bulan April.
Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada di 18,396, menunjukkan pembukaan yang lebih lemah dibandingkan dengan penutupan HSI di 18,424.96.
Sedangkan pasar Korea Selatan tutup karena hari libur umum.
Wall Street
Semalam di bursa AS, saham Nvidia mendorong saham-saham teknologi utama lainnya menguat dan data pasar tenaga kerja yang sedikit lemah memberi investor harapan bahwa Federal Reserve mungkin akan menurunkan suku bunganya pada akhir tahun ini.
S&P500 naik 1,18% menjadi ditutup pada 5.354,03, sebuah rekor baru,. Untuk Nasdaq Composite naik 1,96% menjadi 17.187,90, juga merupakan rekor baru.
pendorong kenaikan indeks saham di AS ini karena saham Nvidia melonjak menjadikannya perusahaan paling bernilai kedua di dunia.
Dow Jones Industrial Average sedikit melemah karena saham-saham di luar teknologi berkinerja buruk, hanya bertambah 0,25%.
Pasar Saham India
Pasar saham India sedang kacau-balau dalam seminggu terakhir.
Pasar saham negara tersebut mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada hari Senin menyusul berita tentang potensi hat-trick Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi, tetapi akhirnya jatuh setelah partai tersebut mulai kehilangan mayoritas di parlemen.
CEO Wrise Private Middle Timur Dhruba Jyoti Sengupta kepada CNBC Pro menyebutkan fenomena seperti ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan kebijakan, reformasi ekonomi, dan iklim investasi secara keseluruhan.
"Hal ini menyebabkan peningkatan volatilitas pasar, potensi arus keluar modal, dan perlambatan investasi asing langsung dan investasi dalam negeri,” jelas dia.
Ketika pasar bereaksi terhadap hasil pemilu - ahli strategi pasar ekuitas WealthMills Securities, Kranthi Bathini, mengatakan “Pasar saham India memerlukan kesinambungan kebijakan yang stabil di masa depan.”
Para pelaku pasar pro kini melihat sektor – dan saham – untuk menangkap potensi pertumbuhan India dalam jangka panjang.
Advertisement