Bursa Gembok Saham AGAR Usai Harganya Melonjak Tajam

BEI hentikan sementara perdagangan saham PT Asia Sejahtera Mina Tbk (AGAR) dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Jun 2024, 12:29 WIB
Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian sementara atau suspensi perdagangan saham PT Asia Sejahtera Mina Tbk (AGAR).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian sementara atau suspensi perdagangan saham PT Asia Sejahtera Mina Tbk (AGAR). Penghentian sementara (suspensi) saham AGAR lantaran terjadi peningkatan harga kumulatif yang signifikan.

"Dalam rangka cooling down dan sebagai bentuk perlindungan bagi Investor, BEI memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham AGAR pada perdagangan tanggal 6 Juni 2024,” mengutip pengumuman Bursa, Kamis (6/6/2024).

Penghentian sementara perdagangan saham PT Asia Sejahtera Mina Tbk dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai. Tujuannya, yakni untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar dalam mempertimbangkan secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di saham AGAR.

Sebelumnya, Bursa telah mengumumkan adanya pergerakan harga saham AGAR di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA). Saham AGAR naik signifikan sejak Jumat, 31 Mei 2024. Saat itu, saham perseroan ditutup naik 34 persen ke posisi 132. Penguatan berlanjut pada pekan ini. pada Senin, 3 Juni 2024 saham AGAR naik 34 persen ke posisi 178. Esoknya, AGAR kembali naik 34,83 persen ke posisi 240.

Hingga pada Rabu, 5 Juni 2024, AGAR ditutup naik 25,00 persen ke posisi 300. Dalam sepekan, harga saham AGAR naik 206,12 persen dalam sepekan. Sejak awal tahun atau secara year to date (YTD), saham AGAR naik 183,02 persen. Lebih lanjut, Bursa mengimbau kepada para investor untuk memperhatikan jawaban perusahaan tercatat terkait atas permintaan konfirmasi bursa.

Selain itu, juga mencermati kinerja perusahaan tercatat dan keterbukaan informasinya. Investor juga diimbau untuk mengkaji kembali rencana corporate action perusahaan tercatat apabila rencana tersebut belum mendapatkan persetujuan RUPS. Serta mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat timbul kemudian hari sebelum melakukan pengambilan keputusan investasi.

 

 


Kena Forced Delisting, BEI Larang Direksi dan Pengendali Balik ke Pasar Modal

Pekerja tengah melintas di bawah layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Selasa (16/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) memperingatkan pengurus perusahaan tercatat yang sahamnya berpotensi didepak paksa dari bursa atau forced delisting.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, jajaran manajemen baik dari dewan komisaris maupun direksi hingga pengendali, tidak akan diberi kesempatan kembali ke Bursa usai delisting.

Nyoman menjelaskan, langkah ini sebagai salah satu upaya perlindungan bagi investor. Namun sebelum emiten benar-benar hengkang, Bursa akan terlebih dahulu meminta penjelasan emiten yang bersangkutan. Harapannya, kondisi perusahaan yang terancam delisting bisa diperbaiki sehingga dapat mempertahankan statusnya sebagai perusahaan tercatat.

"Jika sampai terjadi delisting, bursa berpendapat bahwa pihak-pihak ini tidak dapat menavigasi perusahaan untuk bisa mempertahankan status menjadi perusahaan tercatat. Untuk itu, kami melarang pihak-pihak ini untuk masuk kembali ke pasar modal. Sesuai ketentuan pelaksanaan yang kami atur saat ini adalah 5 tahun," kata Nyoman, dikutip Selasa (4/6/2024).

Sebagai pertimbangan lain, Bursa juga menaikan delisting. Kenaikan biaya delisting diatur dalam Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting).

Adapun biaya delisting ini dikenakan pada perusahaan yang mengajukan delisting, atau delisting sukarela (voluntary delisting), bukan merupakan perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Biaya delisting kita atur dari 2 kali Annual Listing Fee (ALF) atau biaya tahunan, menjadi 5 kali. Bukan untuk pendapatan bursa, tapi bagaimana bursa memberikan emphasizing agar perusahaan-perusahaan itu menghindari delisting," kata Nyoman.

 


Kondisi Tertentu

Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Nyoman mengatakan emiten terancam delisting masih memiliki kesempatan untuk tetap tercatat di Bursa. Syaratnya, perusahaan memiliki upaya untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam tenggat waktu yang diberikan setelah pengumuman potensi delisting.

"Untuk kondisi-kondisi tertentu, ada perusahaan setelah kita sampaikan pengumuman potensi delisting, mereka melakukan perubahan. Mereka ada progres yang signifikan. Nah kalau ada progres yang signifikan tentu kita berikan kesempatan," kata Nyoman.

Dia menambahkan, delisting perusahaan tercatat tidak dilakukan secara serta merta, melainkan secara bertahap. Mula-mula, Bursa akan melakukan pengumuman potensi delisting saat saham perusahaan disuspensi selama 6 bulan. Pengumuman potensi delisting dilakukan pada 6 bulan kedua, hingga 6 bulan keempat alias mencapai 24 bulan.

 


BEI Ungkap 4 Emiten Potensi Delisting Bakal Buyback

Pialang tengah mengecek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan BEI telah menemukan empat pemegang saham pengendali (PSP) emiten untuk melakukan buyback saham publik dari beberapa emiten berpotensi delisting.

"Ada empat PSP yang dalam waktu dekat sedang dalam proses buyback,” kata Nyoman kepada wartawan usai pencatatan waran CGS-CIMB, Senin (5/2/2024).

Nyoman menambahkan, BEI akan terus secara maksimal untuk mencari PSP. Dia menuturkan, bagi emiten yang berada dalam kondisi tertentu akan lebih sulit ditemui pihak manajemen dibanding emiten dengan kondisi baik. 

Nyoman menjelaskan saat ini ada dua jenis delisting di BEI yaitu, Voluntary Delisting dan Force Delisting. Dalam kondisi Voluntary Delisting, emiten biasanya sudah menyiapkan dana untuk melakukan buyback, sehingga mudah untuk menemui pihak manajemen.

Nyoman mengungkapkan awalnya hanya voluntary delisting yang punya kewajiban untuk melakukan pembelian kembali saham yang relatif premium karena kondisi perusahaan yang lebih aman, sedangkan emiten yang mengalami force delisting tidak diwajibkan untuk melakukan buyback.

“Namun dengan berjalannya waktu bukan hanya voluntary delisting yang wajib melakukan pembelian kembali saham, tetapi force delisting juga punya kewajiban untuk melakukan pembelian kembali saham, tujuannya adalah perlindungan investor. Kalau dulu yang melakukan force delisting tidak memiliki kewajiban," ujar Nyoman. 

Dia menuturkan, ada upaya dari regulator untuk mewajibkan yang keluar secara paksa akan diminta untuk melakukan pembelian kembali saham. 

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya