Inspiratif, Semangat Kerja Penyandang Disabilitas di Bandung Tempuh 25 Km Setiap Hari Demi Bantu Keluarga

Patut dicontoh, semangat kerja penyandang disabilitas asal Bandung yang rela tempuh jarak jauh untuk tingkatkan ekonomi keluarga.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Jun 2024, 12:00 WIB
Inspiratif, Semangat Kerja Penyandang Disabilitas di Bandung, Dini Setia Utami Tempuh Jarak 25 Km Setiap Hari Demi Bantu Keluarga. Foto: Instagram @dini_setiaa

Liputan6.com, Jakarta - Penyandang disabilitas umumnya memiliki semangat kerja yang tinggi. Mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh lantaran tahu dan bahkan mengalami sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Hal ini terlihat dari sosok Dini Setia, penyandang disabilitas fisik asal Bandung. Perempuan usia 26 itu adalah korban kebakaran atau burn survivor. Luka bakar di wajah membuatnya terlihat berbeda dari masyarakat non disabilitas.

Namun, hal itu bukan halangan bagi Dini untuk meningkatkan kondisi perekonomian keluarganya. Sejak pertengahan Juli 2023, Dini aktif bekerja sebagai staf housekeeping di bidang laundry Hotel Hilton Bandung.

Mantan siswa binaan vokasional Sentra Wyata Guna Bandung ini sangat bahagia karena sudah bisa berpenghasilan mandiri.

“Saya dibayar Rp 100.000 per hari. Selain untuk kebutuhan pribadi, uangnya juga bisa diberikan ke orangtua. Alhamdulillah saya diterima dengan baik di sini. Saya dibimbing dan diajarkan oleh leader dan rekan kerja saya,” kata Dini mengutip laman Kementerian Sosial (Kemensos), Kamis (6/6/2024).

Perempuan yang gemar membuat kerajinan tangan dari pita ini bercerita tentang perjuangan kerjanya sehari-hari. Untuk sampai ke tempat kerja, ia harus menempuh perjalanan dari rumahnya di Lembang ke Kota Bandung sejauh 25 km dengan angkutan umum setiap harinya.

Namun, semangatnya jauh lebih besar dari rasa lelahnya. Terbukti, ia tidak pernah bolos ataupun telat. Pekerjaan dilakukan sebaik mungkin sesuai dengan jadwal dan shift yang didapatkan.


Kinerja Dini Layak Diacungi Jempol

Inspiratif, Semangat Kerja Penyandang Disabilitas di Bandung Tempuh Jarak 25 Km Setiap Hari Demi Bantu Keluarga. Foto: Kemensos.

Kesungguhan Dini dalam bekerja menuai apresiasi serta pujian dari Executive Housekeeper Hotel Hilton Bandung, Rian Abdiansyah. Menurut Rian, kinerja Dini sebagai salah satu timnya layak diacungi jempol.

“Awalnya saya sempat ragu dia tidak bisa mengimbangi, tapi ternyata dia komit dengan schedule-nya. Tidak pernah telat walaupun rumahnya jauh. Performance oke, stabil ya. Dan saya salut, dia tidak pernah mengeluh di tempatkan di manapun,” jelas Rian.

Menurut Kemensos, Dini berhasil membuktikan bahwa kekurangan fisik bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Ia percaya, bahwa teman-teman disabilitas lainnya punya kemampuan untuk berhasil dengan caranya masing-masing, asal berani dan percaya diri.

“Coba aja dulu. Siapa tahu, langkah kecil yang kita lakukan hari ini merupakan pintu kesuksesan di masa depan,” kata Dini.


Kebakaran yang Dialami Dini

Pada 2020, Dini sempat berbagi cerita kepada Tim Disabilitas Liputan6.com tentang awal mula ia menjadi penyandang disabilitas.

Musibah kebakaran membuat pemilik nama lengkap Dini Setia Utami menjadi penyandang disabilitas. Perempuan asal Bandung ini mengalami luka bakar serius salah satunya di bagian wajah.

"Kurang lebih sejak usia 3 tahun. Saya mengalami musibah kebakaran. Luka bakar cukup parah sekitar 50 persen dan membuat penglihatan saya juga menurun," kata Dini kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks, 25 April 2020.

Menjadi penyandang disabilitas bukan hal yang membuatnya kaget. Pasalnya, ia mengalami itu sejak usia dini.

Dengan mudah, perempuan yang hobi jalan-jalan ini bisa menerima diri. Namun, yang memberatkan adalah orang lain yang tak bisa menerima keadaannya.

"Karena saya disabilitas sejak balita, jadi saya tidak terlalu kaget dengan kondisi saya. Saya merasa baik-baik saja. Mungkin karena masih anak-anak masih polos. Saya menerima-menerima saja meskipun sadar agak beda dengan anak-anak sebaya."


Mendobrak Rasa Takut dan Stigma

Dini menambahkan, sejak kecil ia adalah anak yang sangat ceria dan selalu merasa baik-baik saja.

"Mungkin hal tersulit saya adalah bukan proses penerimaan diri saya yang ‘berbeda’ tapi proses orang lain yang tidak menerima keadaan saya, yang akhirnya berpengaruh pada mental."

Perlakuan dan stigma masyarakat membuat Dini kecil yang mulanya periang berubah menjadi pemurung. Ia sempat mengalami perundungan bahkan dari orang dewasa.

"Yang saya alami saat masih kecil aja sih. Mereka menganggap saya yang dengan kondisi seperti ini bisa mengganggu anak-anak mereka. Membawa pengaruh buruk dan katanya saya menjijikan. Bahkan karena stigma-stigma negatif, saya tidak diterima di sekolah."

Dengan dukungan besar dari keluarga, Dini akhirnya mencoba untuk kembali bangkit.

"Prosesnya panjang sampai ada di tahap ini. Masuk usia dewasa saya mulai berani aktif bersosialisasi lagi dengan banyak orang di lingkungan saya. Karena pada saat itu masyarakat di lingkungan saya mengerikan buat saya. Seperti mendobrak rasa takut saya. Hehehe akhirnya bisa berbaur lagi dengan lingkungan."

Tak lupa, ia juga membuktikan bahwa stigma negatif masyarakat tidak benar. Ia berhasil membuka usahanya sendiri di bidang kerajinan tangan yang dinamai setiacraft.id.

"Mereka bilang saya disabilitas hanya bisa menyusahkan, tidak berguna, bodoh dan sekarang mereka lihat sendiri sekarang saya mandiri. Punya usaha dan penghasilan sendiri, aktif di beberapa organisasi."

Dengan usaha tersebut, beberapa masyarakat mulai melihat Dini dari sisi pencapaiannya bukan disabilitasnya.

"Dan di situ celah saya untuk mengedukasi mereka. Bahwa disabilitas pun sama seperti yang lainnya. Berhak dikasih kesempatan. Seperti manusia-manusia lainnya, punya potensi dan kelebihan masing-masing," ucap Dini.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya