Liputan6.com, Jakarta Pameran khusus marmer, batu alam dan material pelapis, Jakarta Surface Show digelar di Grand Ballroom JI Expo Convention Centre and Theatre, Kemayoran pada tanggal 6 – 8 Juni 2024.
Puluhan produsen marmer dan batu alam global berpartisipasi dengan menghadirkan produk terbaik dengan karakteristik batu alam yang berbeda beda. Marmer sebagai materi dalam bangunan dan interior memiliki keunikan dari segi estetika serta meningkatkan nilai dari bangunan dan properti.
Advertisement
“Turki merupakan salah satu negara produsen marmer terbesar dan terbaik di dunia. Marmer dari Turki telah dikenal oleh arsitek dan desainer global dan banyak digunakan dalam karya – karya mereka. Di Jakarta Surface Show, kami menghadirkan paviliun nasional Turki yang didesain sedemikian sehingga pengunjung dapat langsung merasakan pengalaman penggunaan marmer dari Turki di paviliun ini,” kata koordinator dari Jakarta Surface Show Gonul Akyildiz dikutip Kamis (6/6/2024).
“Selain dari Turki, pameran akan menghadirkan juga peserta dari Italia, yang juga merupakan negara produsen marmer terbaik, Portugal, Brasil, India, Belgia, China, Vietnam dan tentunya Indonesia. Diharapkan, para peserta dapat bertemu dengan para arsitek, arsitek lanskap, desainer interior, distributor di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara untuk dapat bertukar ide dan saling menginspirasi untuk inovasi bangunan yang lebih baik," lanjut dia.
Berbagai program dan kegiatan diadakan selama Jakarta Surface Show 2024 ini, diantaranya Forum Bisnis Bangunan dan Properti, Roundtable dengan Desainer Interior, Penjurian Terbuka Sayembara Hijau Jakartaku, Peluncuran Buku “45 Hal Tentang Pohon Lanskap Yang Perlu Diketahui” dan Talkshow bersama pakar marketing digital dalam membangun bisnis bahan bangunan online.
Jakarta Surface Show
Jakarta Surface Show juga mengundang kehadiran desainer interior dari kawasan ASEAN diantaranya yang dipastikan hadir dari Singapura, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Kehadiran para desainer interior ini diharapkan dapat membuka peluang untuk bertukar ide, pengalaman dan wawasan dengan desainer interior dari dalam negeri.
Pengunjung dapat mendaftar melalui situs web www.jakartasurfaceshow.com untuk mendapatkan kode QR pengunjung dan dengan dukungan dari IAI, pengunjung yang adalah arsitek dapat memperoleh nilai KUM 10 dengan mengunjungi Jakarta Surface Show.
Jakarta Surface Show mendapatkan dukungan dari Kementerian PUPR RI, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, KADIN Indonesia Bidang PUPR dan Infrastruktur, Italian Trade Agency, Ikatan Arsitek Indonesia – IAI, Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia – IALI, dan Himpunan Desainer Interior Indonesia – HDII. Pameran buka pada tanggal 6–7 Juni mulai pukul 10.00 pagi hingga 18.00 sore dan pada tanggal 8 Juni mulai pukul 10.00 pagi hingga 16.00 sore.
Advertisement
Pasokan Gas Terganggu, Industri Keramik Curhat Begini
Sebelumnya, pasokan gas untuk sektor industri mengalami masalah pasokan yang mengganggu kinerja industri yang saat ini sedang tumbuh baik. Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kuartal 1 2024 mengeluarkan data kapasitas terpakai industri mencapai 73,61% naik dari kapasitas terpakai kuartal 1 2024 di 72,33%.
Kemajuan sektor industri tersebut juga terganggu dengan tidak konsistennya pelaksanaan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) industri. Para pelaku di tujuh sektor yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, serta sarung tangan karet seringkali terpaksa membeli gas di atas standar HGBT yaitu di USD 6 per MMBtu. Masalah pasokan dan harga gas ini mengancam competitive advantage industri Indonesia dalam kompetisi global.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto menyatakan bahwa masalah pada suplai gas bumi memberikan ancaman bagi kemajuan industri manufaktur secara umum dan khususnya industri aneka keramik.
Menurut Edy mulai bulan Februari 2024 ini salah satu produsen gas memberlakukan kuota pemakaian gas alias Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dengan kisaran 60%-70% dengan alasan terjadi gangguan suplai di hulu.
“Anggota asosiasi bagaimanapun harus mempertahankan utilisasi produksi serta komitmen penjualan industri keramik kepada pelanggan baik domestik maupun ekspor dengan terpaksa harus membayar mahal harga gas. Bahkan dalam catatan kami ada yang mencapai USD15 per MMBtu, padahal HGBT untuk sektor industri keramik di USD 6 per MMBtu. Akibatnya daya saing industri sangat terganggu dan kita kalah bersaing di pasar regional maupun internasional,” terang Edy.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (Undip) Bangkit Wiryawan mengatakan kondisi terhambatnya pasokan gas sangat mengganggu sektor industri saat ini sedang tumbuh baik terutama beberapa tahun belakangan.
“Hal ini tentunya secara langsung berdampak pada menurunnya daya saing produk-produk industri Indonesia, karena cost of production membengkak untuk dapat memenuhi kekurangan kebutuhan gas. Tanpa didukung oleh infrastruktur kelembagaan dan tata kelola yang baik, termasuk dalam hal kepastian pasukan gas, maka mustahil industri Indonesia akan mampu berkompetisi di tingkat regional apalagi global,” kata Bangkit.
Kekurangan Pasokan
Menurut Bangkit masalah kekurangan pasokan dan ketidakpastian harga gas pasti berkorelasi langsung dengan tidak lancarnya proses produksi. Padahal, untuk bisa menumbuhkan industri yang kompetitif dan berfokus pada inovasi, kebutuhan dasar seperti bahan baku produksi harus dapat terpenuhi secara baik.
“Selain menghambat proses produksi, yang berarti juga kondisi ketidakpastian produksi, bila berlanjut dalam jangka menengah situasi ini juga berpotensi menurunkan kepercayaan pasar terhadap kemampuan Indonesia untuk mendukung pertumbuhan industri. Dalam jangka panjang, pada satu sisi masalah pasokan gas ini akan menggerogoti upaya revitalisasi industri untuk berkompetisi di pasar global yang giat dilakukan oleh pelaku ekonomi, dan ujung-ujungnya justru bisa menyebabkan deindustrialisasi,” terang Bangkit.
Menurut Bangkit, hambatan dalam proses produksi akan memaksa para pelaku industri untuk dapat memenuhi kebutuhannya melalui jalan lain, dan ini tentunya akan berdampak pada biaya produksi yang semakin bertambah. Kalaupun mereka memutuskan untuk menunggu datangnya pasokan gas, maka waktu tunggu yang lama ini juga akan menyebabkan naiknya biaya produksi karena tidak mungkin mereka menghentikan proses produksi begitu saja.
Advertisement