Liputan6.com, Jakarta Media sosial diramaikan dengan tagar "All Eyes on Papua" sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan masyarakat adat Papua, yaitu suku Awyu dan Moi, untuk mempertahankan hutan adat mereka yang diserobot oleh penguasa.
Banyak warganet mulai menggunakan poster "All Eyes on Papua". Poster ini menjadi salah satu media untuk mendapatkan perhatian seluruh masyarakat Indonesia terkait hutan Papua yang akan menjadi lahan perkebunan sawit.
Advertisement
Selain dijadikan template di media sosial Instagram, tagar "All Eyes on Papua" juga menjadi trending di media sosial X (sebelumnya Twitter). Kemudian banyak masyarakat yang mulai bersuara terkait latar belakang poster tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan komunikasi dalam pembangunan di Papua harus mengedepankan komunikasi dengan masyarakat adat.
"Kita ke depan, tentu di dalam pembangunan, harus ada komunikasi antara pemda (pemerintah daerah) dengan kepala-kepala adat dan masyarakat. Sehingga tidak terjadi semacam konflik atau kesalahpahaman seperti yang terjadi selama ini," ujar Wapres Ma'ruf dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (6/6/2024).
Ma'ruf menekankan, rencana pembangunan Papua ke depan harus melibatkan masyarakat adat, terutama kepala-kepala suku. Hal ini menurutnya diperlukan untuk menghindari kebijakan yang berdampak negatif terhadap penghidupan masyarakat adat Papua.
"Kepada pimpinan daerah, kepada para pj. gubernur, ini kita harapkan seperti itu," tegas Ma'ruf.
Terkait gugatan suku Awyu dan suku Moi yang saat ini telah sampai di tahap kasasi di MA, Ma'ruf berharap prosesnya dapat berjalan sesuai dengan ketentuan di pengadilan. Ia mengingatkan hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi.
"Tetapi ke depan, kita harapkan hal-hal seperti itu tidak terjadi. Karena mungkin dulu kurang ada komunikasi, kita ke depan harus terkomunikasi dengan baik," ucap Ma'ruf.
Tanah Masyarakat Adat Awyu dan Moi akan Dibabat Habis untuk Perkebunan Sawit
Berdasarkan informasi dari beberapa sumber poster “All Eyes on Papua” menjadi media suara terkait permintaan masyarakat Papua khususnya adat Awyu dan Moi.
Mereka berharap agar hutan adat yang menjadi tempat tinggalnya selamat dari pembukaan perkebunan sawit. Diketahui hutan masyarakat suku Awyu telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Tidak hanya dioperasikan oleh sejumlah perusahaan, pihak pemerintah provinsi juga telah mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk perusahaan-perusahaan tersebut.
Melansir dari unggahan poster yang lain dijelaskan pula bahwa hutan di Papua tepatnya di Boven Digul Papua seluas 36 ribu hektare atau separuh luas Jakarta akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit.
Hal ini memunculkan kekhawatiran mulai dari hilangnya hutan alam dan diperkirakan menghasilkan emisi 25 juta ton karbon dioksida. Sehingga dampaknya tidak hanya dirasakan oleh seluruh rakyat Papua tetapi juga masyarakat dunia.
Perjuangan masyarakat adat, khususnya masyarakat Awyu dan Moi, tidak terlepas untuk mempertahankan hutan adat yang berperan penting. Hutan tersebut menjadi sumber penting untuk kehidupan para masyarakat.
Diketahui, masyarakat Awyu dan Moi menjadikan hutan tersebut sebagai sumber dari kehidupannya mulai dari pangan, air, hingga hasil hutan lainnya bagi masyarakat adat.
Melansir dari situs Greenpeace, suku Moi adalah suku yang bisa ditemukan di sebagian daerah distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Kemudian masyarakat suku Awyu tinggal di dekat Sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, Sungai Digoel, dan lahan gambut serta rawa.
Advertisement