Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah belum menetapkan besaran tarif baru BPJS Kesehatan jika sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku. Penetapan tarif disebut masih harus menunggu evaluasi atas beban keuangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto mengatakan, pihaknya besaran tarif iuran BPJS Kesehatan masih menunggu hitungan aktuaria. Termasuk menghitung beban keuangan JKN dengan berbagai skema.
Advertisement
"Kita akan tunggu dari hasil evaluasi aktuaria karena kita tidak ingin JKN ini mengalami masalah dengan keuangan jadi itu membutuhkan evaluasi mendalam," kata Agus, ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, dikutip Jumat (7/6/2024).
Perlu diketahui, saat ini iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 35.000 per orang per bulan (setelah subsidi), kelas II sebesar Rp 100.000 per orang per bulan, serta, kelas I sebesar Rp 150.000 per orang per bulan. Ada usulan tarif tunggal BPJS Kesehatan jika dilakukan skema KRIS.
Meski begitu, Agus belum bisa memastikan bentuk tarif baru BPJS Kesehatan nantinya. Apakah akan ada tarif tunggal atau skema lain. Dia juga belum bisa memastikan rentang tarif yang akan berlaku mulai 1 Juli 2025 mendatang itu.
"Belum ada, jadi belum ada," tegasnya.
Dalam menghitung tarif baru nantinya, akan menyoroti pada berbagai aspek. Termasuk dinamika sosial di masyarakat. Salah satunya dampak dari kenaikan tarif BPJS Kesehatan beberapa waktu lalu.
"Karena dari studi lalu laporan kita naskah akademik kita terakhir tahun 2022, tentu dengan dinamika sosial yang ada sekarang dan kebijakan-kebijakan kenaikan tarif yang telah dibuat permenkes kemarin itu pengaruhnya besar di dinamika," tuturnya.
Tarif Baru BPJS Kesehatan Bakal Ditentukan Sebelum 1 Juli 2025
Pemerintah akan menerapkan sistem kamar rawat inap standar (KRIS) bagi peserta BPJS Kesehatan mulai 1 Juli 2025. Namun, tarif baru atas penerapan skema itu masih belum ditetapkan hingga saat ini.
Ketua Dewan Jaminan Sosian Nasional (DJSN) Agus Suprapto mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak untuk menentukan besaran tarif BPJS Kesehatan yang baru. Mengacu pada linimasa KRIS, tarif itu seharusnya ditetapkan maksimal 30 Juni 2025.
"Harapannya nanti ada penetapan tarif dan iuran ini bisa dilaksanakan segera," kata Agus dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Dia mengatakan, penetapan tarif baru lebih cepat akan membuka ruang lebih banyak untuk penyesuaian kedepannya. Mengingat, ada sejumlah pihak yang nantinya terlibat.
"Saya kira walaupun (berlakunya KRIS) tanggalnya 1 Juli tahun 2025, akan lebih cepat akan lebih baik karena itu menyangkut bagaimana teman-teman yang ada di rumah sakit dan stakeholder yang lain akan menyesuaikan dengan peraturan-peraturan ini," tuturnya.
Advertisement
Sudah Dibahas
Menyoal penentuan tarif baru BPJS Kesehatan ini, Agus mengatakan sudah melakukan setidaknya 4 persemuan dengan para pemangku kepentingan terkait. Dia bilang, Kementerian Kesehatan hingga BPJS Kesehatan sepakat untuk membentuk kelompok kerja (pokja) khusus.
"Dan untuk kepentingan tersebut pun kita sudah 4 kali pertemuan untuk ini dan sepakat akan membuat pokja antar kita, antar BPJS, DJSN dan kemudian Dewas dan Kemenkes serta beberapa stakeholder yang kita perlukan untuk membuat pokja tentang bagaimana penerapan KRIS ini bisa terlaksana benar," urainya.
Dalam paparannya, ada sejumlah tahapan menuju penerapan KRIS. Pertama, terbitnya Perpres Nonor 59 Tahun 2024 pada 8 Mei 2024 yang menetapkan 12 kriteria KRIS dan batas waktu penahapan.
Kedua, penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) untuk mengatur bentuk kriteria dan penerapan KRIS. Aturan ini masih belum diteken oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Ketiga, Mei 2024 hingga Juni 2025 untuk melakukan pembinaan dan evaluasi fasilitas kesehatan. Keempat, penetapan tarif baru BPJS Kesehatan, termasuk manfaat dan iuran yang maksimal pada 30 Juni 2025. Keempat, implementasi KRIS menyeluruh paling lambat 1 Juli 2025.
3.057 RS Bakal Terapkan KRIS Tahun Depan
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bakal dilakukan tahun depan. Targetnya, ada 3.057 rumah sakit yang akan menjalankannya.
Dia menguraikan jumlah itu mengalami peningkatan sejak tahun 2023 lalu mengacu pada 12 kriteria yang telah ditetapkan. Paling banyak adalah RS swasta yang akan mengalami penyesuaian implementasi KRIS.
"Data realisasi yang siap implementasi KRIS itu dievaluasi bersama Dinkes, desk melalui daring (kepada) rumah sakit dan monitoring evaluasi. Dan memang paling besar adalah rumah sakit swasta yang terdampak ada sekitar 1.196," ujar Dante dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Dia mencatat, pada 2023 ditargetkan ada 1.216 RS yang siap implementasi KRIS. Realisasinya terdata sebanyak 995 RS yang masuk kategori siap. Lalu, pada 2024 dibidik ada 2.432 RS, realisasinya baru ada 1.053 RS yang sudah divalidasi per 20 Mei 2024.
Sementara itu, untuk mengejar target 3.057 RS di 2025 mendatang, pihaknya masih perlu melakukan validasi atas 2.004 RS dengan paling banyak terdampak adalah milik swasta dengan 1.196 RS.
Sementara, RS pemerintah pusat sebanyak 34 rumah sakit, Pemda 619 RS, TNI/Polri 127 RS, dan BUMN sebanyak 28 RS.
"Target realisasi implementasi KRIS ini tentu harus kita sikapi dengan evaluasi yang berjenjang dna holistik. Tidak rumah sakit pemerintah pusat saja tapi Pemda, TNI/Polri, BUMN dan RS swasta pun akan terdampak pada pemberlakukan KRIS," bebernya
Advertisement