Liputan6.com, Jakarta Flu burung atau avian influenza merupakan salah satu penyakit infeksi yang memiliki potensi menimbulkan wabah. Bahkan bisa juga menyebar antarnegara seperti disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular World Health Organization (WHO) Asia Tenggara Profesor Tjandra Yoga Aditama.
Tjandra pun mengingatkan bahwa dunia memang perlu waspada dengan flu burung, terlebih belum lama ini ada temuan kasus pertama manusia meninggal dunia akibat flu burung H5N2 terjadi pada seorang pria 59 tahun asal Mexico City.
Advertisement
Maka dari itu, Tjandra mengungkap paling tidak ada tiga alasan dunia perlu selalu waspada dengan flu burung:
Pertama, unggas dekat dengan manusia.
"Flu burung bermula terjadi pada unggas, padahal unggas itu di satu sisi dekat dengan manusia. Bahkan ada di sekitar rumah," kata Tjandra dalam pesan singkat ke Liputan6.com ditulis Minggu, 9 Juni 2024.
Di sisi lain mungkin saja dapat terjadi migrasi burung antarnegara dengan sekaligus membawa penularan dan penyebaran penyakit.
Kedua, flu burung dapat menular ke manusia.
Sudah beberapa kali pernah terjadi di dunia dan di Indonesia penularan flu burung dari unggas ke manusia.
Ketiga, manusia tertular flu burung bisa berat.
"Kalau sudah tertular pada manusia maka kasusnya dapat menjadi berat dan bahkan kematian, gradasinya tergantung jenis flu burung yang menulari," tutur pria yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Saran Pakar Usai Temuan Kasus Manusia Meninggal Terkait Flu Burung H5N2
Kasus pertama manusia tertular flu burung H5N2 di Meksiko harus jadi pelajaran bagi Indonesia. Paling tidak ada tiga hal yang kini perlu dilakukan Indonesia usai temuan kasus H5N2 di Meksiko.
Pertama dan utama, mewujudkan penerapan konsep Satu Kesehatan ("One Health") dalam pelayanan kesehatan yang nyata di lapangan, jangan hanya berupa panduan kebijakan saja.
"One Healthadalah kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan," kata Tjandra.
Kedua, kini diperkuat surveilan lapangan di seluruh pelosok Indonesia untuk mendeteksi kemungkinan adanya varian-varian flu burung ini, baik yang H5N2 ataupun H berapa dan N berapa yang lain.
Ketiga, berpartisipasi aktif dalam komunitas kesehatan global untuk memantau dan mengendalikan agar kejadian H5N2 di Meksiko ini tidak jadi melebar.
"Kita harus ingat bahwa pandemi sebelum COVID-19 adalah Pandemi H1N1, yang kerap dulu di sebut Flu Meksiko pula, walaupun istilah itu tidaklah sepenuhnya tepat," katanya.
Advertisement
Bila Ada Suspek Flu Burung di Indonesia
Mengutip laman Kemenkes RI, kasus Flu Burung atau Avian Influenza (A H5N1) pada manusia mulai menyebar sejak tahun 2005.
Setiap ditemukan adanya kasus suspek flu burung, maka Puskesmas segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke Dinkes Kab/Kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke PHEOC Ditjen P2P. Berkoordinasi dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat.